Alan pulang berbondong-bondong membawa beberapa groceries yang sudah penuh di kedua tangannya. Alana langsung menghampiri Alan dan mengambil groceries tersebut dari tangan pria itu.
Wajah Alan terlihat begitu lelah. Alana dengan sikap keibuannya langsung mengambil air mineral dan memberikannya kepada Alan.
Saat Alan dan Alana sedang duduk di sofa bersama, Alana memutuskan untuk mengatakan kepada Alan bahwa dia ingin menjalani hubungan yang serius bersamanya.
"Alan, aku mau ngomong sesuatu sama kamu." Ucap Alana dengan menatap Alan yang berada di samping kirinya.
"Iyaaa Al. ngomong aja." Jawab Alan sembari tersenyum.
"Hmm--" Alana sepertinya tampak ragu mengutarakan kalimat yang akan dia katakan "Kita kan udah tinggal di apartment bareng selama satu bulan ini. Sementara kita masih belum ada hubungan apa-apa. Di samping itu, kita malah udah berhubungan terlalu jauh." Alana menghela napas
"Aku-- hmm-- Aku mau kita punya komitmen dan pacaran. Bukan hanya sebatas teman atau sekedar friends with benefit." Tegas Alana.
"Kamu sadar sama omongan kamu?" Alan meninggikan suaranya dan terlihat raut wajah Alan berubah drastis setelah Alana menghujaninya dengan harapan dan keinginannya menjalin hubungan yang serius dengan Alan.
"Maksudnya? Bukannya kita udah saling nyaman satu sama lain?" Tanya Alana bingung.
"Kamu harusnya ngerti dong kalo aku masih gak bisa lupain Fina." Ucap Alan dan bergegas berdiri dari sofa
Alana pun ikut berdiri dari sofa dan menegaskan kalimatnya. Seakan tak terima dengan penolakan Alan. Lagipula, siapa yang ingin ditolak jika dari awal sudah di berikan harapan dan juga berhubungan terlalu jauh.
"Tapi yang selama ini ada buat kamu itu aku, Alan. Bukan mantan kamu." Tegas Alana.
"Oh-- gitu?" Alan mendekat dan menatap Alana "Kalau pun aku harus lupain Fina, aku akan milih pengganti yang lebih baik dari dia. Pastinya itu bukan kamu, Al. Karna kamu gak ada apa-apanya dibandingkan dengan dia. Apalagi, aku belum terlalu mengenal kamu, bisa aja kamu udah tidur dengan beberapa lelaki. Tidur sama aku aja kamu gampang! Anggap aja sekarang kita hanya senang-senang sesaat aja. Aku gak akan mau terjebak dengan kamu. Jadi, gak ada istilah komitmen diantara kita!"
Alana merasa sangat perih sekali mendengar setiap perkataan yang terlontar dari mulut Alan. Rasanya seperti tersayat dan teriris secara perlahan
"Ohh--" Ucap Alana dengan susah payah menelan ludahnya. Berusaha memberikan senyum walau pahit "Iya kamu bener banget, Alan. Harusnya aku sadar aku siapa. Aku sama sekali gak pantes untuk kamu. Aku itu cuma wanita biasa yang gak sepantaran dengan Fina atau pun wanita lainnya."
Alana menghela napas, berusaha menahan tangis "Aku salah banget udah mengemis sama kamu. Kamu lupain aja apa yang udah aku omongin barusan. Kamu tenang aja, kamu gak akan terjebak sama aku, kok." Ucap Alana dengan lembut.
Alana pun melangkah mundur dengan perlahan untuk keluar dari apartemen itu "Semoga kamu mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dari Fina, ya, Alan. Terima kasih udah mau kenal dengan aku. Aku pastikan kamu gak akan terjebak dengan aku. Good Bye." Alana tidak dapat menahan air matanya. Dia langsung meninggalkan apartemen dan meninggalkan Alan yang masih belum sempat menjawab pernyataan Alana.
Alana bergegas menuju ke salah satu toilet yang ada di gedung apartemennya. Dia memblokir semua kontak Alan sembari menangis tersedu-sedu.
Selama ini Alan tidak menyadari kehadiran Alana dan sangat tidak pernah memandang setiap usahanya. Alana ternyata hanya terbuai dan berharap dengan setiap perkataan dan janji manis yang di berikan oleh Alan dulu.
Alana bergegas meninggalkan gedung apartemen, mengambil mobilnya, dan mencari tempat tinggal sementara di sebuah kos-kosan dekat kantornya.
Dia tidak peduli dengan barang-barang dan bahkan pakaiannya yang masih tertinggal di apartemen. Dia berniat tidak akan pernah kembali ke apartemen itu lagi walaupun untuk mengambil barang-barangnya.
***
Banyak yang mengatakan cinta itu menggunakan hati, bukan menggunakan otak. Namun dengan zaman yang sudah modern ini para pakar psikolog dan kedokteran menyebutkan cinta itu memiliki hormon yang berada di pusat area kenikmatan di dalam otak atau istilah lainnya ventral pallidum. Sebut saja namanya 'hormon cinta'.
Jika memang benar seseorang yang jatuh cinta menggunakan otak, lalu mengapa setiap orang yang jatuh cinta seringkali tak menggunakan akal dan pikirannya secara normal?
Hampir semua orang, termasuk Alana bertanya-tanya akan hal itu. Mengapa otaknya tak bisa berpikir secara normal ketika berhadapan dengan orang yang di cintainya? Baik itu Alan maupun Bagas.
Ternyata penyebabnya ada di 'hormon cinta' yang merupakan bagian aktif ketika seseorang mengalami candu. Dikombinasikan dengan peningkatan hormon dopamine yang menyebabkan halusinasi dan hormon serotonin yang lebih rendah daripada orang normal yang mengakibatkan seseorang kecanduan dengan kekasih idamannya.
Akibat aktivitas hormon tersebut, orang yang jatuh cinta mengalami candu, halusinasi, tidak nafsu makan, dan insomnia. Apabila tidak mendapatkan balasan cinta, maka akan bertingkah sama seperti seorang pecandu yang kesakitan mencari-cari obatnya.
Untuk saat ini, hal itulah yang di rasakan Alana. Walaupun Alan sudah menyakitinya dan menghinanya seperti wanita murahan, Alana tetap tidak bisa membencinya.
Alana terkadang berteriak dan menangis sendiri seperti orang yang depresi karena ingin bersama Alan, obatnya. Alan yang sudah mengobati rasa sakitnya ketika di tinggal dengan Bagas. Namun dirinya tidak bisa mewujudkan itu karena obatnya sudah berkhianat dan malah memberinya efek samping sakit yang lebih parah.
Dia membutuhkan Alan, sangat membutuhkannya. Tetapi bagaimana pun juga, Alana harus bisa melupakan Alan setidaknya.
Sudah hampir dua minggu berturut-turut Alana terpuruk dan menangis di kamar kosnya. Dia masih saja tidak menyangka perkataan Alan yang dilontarkan kepadanya begitu menyakitkan.
"Apa selama ini Alan menganggap aku wanita murahan yang bisa di pake gitu aja?" Tanya Alana dalam hati
Otaknya terus memutar dan bertanya-tanya apa yang salah dengannya dan mengapa Alan bersikap seperti ini kepadanya setelah melontarkan setiap harapan dan perkataan manis kepada Alana.
***
Sementara Alan, selama hampir dua minggu ini, dia menyesali setiap perkataannya yang menyakiti Alana. Dia memejamkan matanya sekilas dan tiba-tiba mendapati bayangan Alana yang tengah berada di sampingnya. Sesekali dia merindukan Alana yang sangat suka mengusap puncak kepala Alan.
Alan merasa harus mencari Alana saat ini. Dia harus meminta maaf kepada Alana. Satu-satunya wanita yang sudah tulus kepadanya.
Alan mengambil kunci mobilnya yang berada di meja ruang tamu. Seketika, Alan melihat catur dan ludo yang sering dimainkannya oleh Alana.
Alan memandangi permainan itu dengan tatapan nanar. Mengingat setiap tingkah konyol Alana ketika bermain.
Alan menghela napas dan wajahnya pun terlihat murung "Aku akan bawa kamu kesini lagi, Al." Bisiknya dan langsung bergegas mencari Alana.
Alan memutuskan untuk mencari Alana ke apartemen lamanya. Sayangnya, Alana tidak kembali kesana.
"Pak, apartemen ini dulu yang punya Alana Wijaya, ya?" Tanya Alan ke salah satu satpam yang berada di sekitar lantai enam.
"Iya benar, Pak. Kenapa, Pak? Ada yang bisa saya bantu?"
"Sekarang dia tinggal dimana, Pak?"
"Wah saya kurang tau, Pak. Semenjak pindah, Bu Alana tidak pernah kembali ke apartemen ini lagi."
"Oh. Terima kasih, Pak." Ucap Alan dengan nada kecewa.
Terkadang seseorang seringkali mengabaikan orang yang peduli dengannya, Mereka lebih memilih untuk mengabaikan hal yang sebenarnya sudah ada di dekatnya. Namun, dia terlambat menyadari hal itu. Hingga suatu ketika seseorang itu pergi, dia menjadi tak berdaya dan bersusah payah mencari sumber kenyamanannya.
Alan merasa menjadi orang yang sangat bodoh dan menyesal telah melepaskan Alana. Seseorang yang mendengarkan, mengerti, dan ikut membantunya untuk meringankan beban ketika dia memiliki banyak masalah dan deadline pekerjaan. Berbeda dengan Fina yang seringkali hanya menuntut Alan dan jarang sekali meringankan beban yang ditanggungnya. Kini Alan sadar betapa dia membutuhkan Alana saat ini.
Ketika Alan keluar dari apartemen Alana, jalanan terlihat basah sehabis hujan. Momen ini mengingatkannya pada Alana yang sangat senang melihat hujan.
Beberapa waktu lalu di coffee shop tiba-tiba hujan membasahi kota Jakarta
"Al, hujan. Kita pindah yuk ke dalam."
"Nggak. Aku mau di sini. Kamu tau gak sih hujan ini ingetin aku dengan masa kecil aku. Aku sama temen kecil aku pasti seneng banget main hujan."
"Semua anak kecil memang seneng main hujan, Al. Pindah yuk."
"Kamu mau gak main hujan bareng sama aku?"
"Jangan aneh-aneh, Alana. Ntar sakit loh."
Suara klakson menyadarkan Alan dari lamunannya. Dia tampak sedang berdiri di tengah jalan parkiran seperti orang depresi.
"Maaf, Pak." Ucap Alan kepada seseorang yang wajahnya tampak kesal melihat Alan yang berdiri sesuka hati di jalanan. Alan pun bergegas masuk ke dalam mobilnya, dia memacu mobil dengan kecepatan tinggi dengan kembali mencari Alana sembari menghubungi Harsono.
Sayangnya, Harsono tidak bisa di hubungi dan Alan tidak tahu harus mencari Alana kemana lagi. Sementara dia tidak kenal dengan Tasya dan Lily, sahabatnya Alana.
***
Alan mengundur jadwal meeting-nya bersama klien menjadi pukul satu siang. Pagi ini, dia bergegas menuju ke kantor Alana. Sudah pasti Alana berada di sana.
Saat Alan berada di kantor Alana, Alan melihat mejanya kosong. Dia pun langsung bergegas menemui Tasya yang tampaknya sedang sibuk dengan beberapa file di mejanya.
"Loh, Pak Alan kenapa ada di sini? Bukannya hari ini kita gak ada meeting?" Langkah Alan terhenti saat dia mendengar suara Harsono menyapanya dari belakang.
Alan pun memutar balikkan badannya "Oh. Saya mau cari Alana, Pak. Alana Wijaya."
"Oh, karyawan baru itu?" Tanya Harsono memastikan dan Alan pun menjawab dengan menganggukkan kepalanya.
"Dia sudah resign tiga hari yang lalu. Sayang banget, ya. Padahal perkembangan karirnya lumayan bagus disini." Jawab Harsono sembari menghela napas.
Alan terkejut dengan susah payah menelan ludahnya. Bagaimana bisa Alana keluar dari pekerjaannya secepat itu? Dan mengapa?
"Kira-kira Bapak tau dia pindah kerja kemana?" Tanya Alan penasaran.
"Wah, saya kurang tau, sih. Yang tau bagian HR kalo soal itu. Emang kenapa, Pak? Pak Alan kenal dengan Alana karyawan baru itu?"
"Oh. Kalau begitu saya permisi dulu, Pak. Terima kasih atas infonya." Alan bergegas pergi dan tak menjawab pertanyaan Harsono.
"Loh, kok malah pergi?" Hadeh ada-ada saja." Ucap Harsono keheranan.
Saat Alana mencoba melupakan Alan, dirinya selalu dihantui dengan bayang-bayang Alan.Amigdalanya pun selalu mencoba mengingatkan setiap kenangan yang telah dia lakukan bersama pria itu. Setelah kejadian itu, Alana memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan melanjutkan S2 di New York. Alana sadar bahwa dia tidak bisa terus-terusan hidup dengan menyalahkan diri sendiri dan merendahkan dirinya. Selama beberapa minggu ini Alana memang hidup dengan diselimuti kesedihan dan kesalahan yang sangat besar. Dia seakan tidak percaya diri dengan dirinya, merasa rendah, dan juga merasa tidak pantas untuk dimiliki siapa pun setelah mendengarkan perkataan Alan dan persepsi Alan selama ini terhadap dirinya. Bukan hanya perkataan Alan, perkataan Bagas pun seketika muncul di benaknya. Perkataan yang membuat Bagas pergi meninggalkannya. Untuk saat ini, Alana sepertinya sudah cukup untuk mengasihani dirinya sendiri. Dia harus berubah dan melupakan masa la
Alana tak pernah menyangka perkataan Alan yang di lontarkan kepadanya akan sampai membawa takdirnya menuju New York. Mungkin ekspektasi untuk sekedar menjadi pasangan di hidup Alan adalah ekspektasi yang sangat tinggi sehingga tak mampu untuk menggapainya. Alana berharap, keputusannya itu adalah keputusan yang terbaik yang di ambilnya sekaligus bisa melupakan Alan dengan mudah. Alana pun tiba di New York City, orang-orang mengenal kota ini dengan kota terpadat di dunia yang terletak di Pantai Timur Amerika atau East Coast. Memiliki julukan kota ‘mewah’ dengan ‘The Manhattan’-nya. Saat tiba di Bandara, Alana bergegas menghampiri Paula, kekasih kakaknya, yang sudah menyiapkan apartemen untuk Alana tinggal di New York. Alana memang wanita mandiri, sehingga orangtua dan kakaknya tak terlalu khawatir membiarkan Alana mengurus segala sesuatunya sendirian. "Alana?" Seorang wanita menghampiri Alana yang tampak sedang menunggu taksi.
Dua Tahun kemudian... Alana kembali ke Indonesia dengan menyandang gelarExecutive Coaching and Organizational Consultingdan juga menjadi wanita berpengaruh sekaligus terhadap wanita-wanita di Indonesia untuk mewujudkan mimpi. Hal ini di lakukannya untuk membuktikan kepada Bagas bahwa dia bukan wanita yang tidak memiliki perkembangan. Dia juga membuktikan kepada Alan bahwa dia bukan wanita murahan polos yang bisa di permainkan hanya untuk pelampiasan saja. Tekadnya yang ingin menjadi wanita terpandang dan tidak direndahkan akhirnya tercapai dengan hasil kerja kerasnya. Ya, Alana saat ini bekerja di perusahaan Ezra yang memang sudah di janjikan ketika Ezra sering berkunjung ke New York dulu. Selain itu, dikarenakan menjadi wanita berpengaruh, Alana pun terikat kontrak menjadi influencer/pemberi pengaruhdi salah satu agensiternama di Indonesia. Tak jarang, Alana seringkali mengikutiphotoshoot
Alana akhirnya kembali ke ruangmeetingbersama Ezra. Seketika Alan terkejut melihat Alana yang tiba-tiba sudah datang bersama Ezra dengan matanya yang sedikit sembab. "Ada yang ketinggalan?" Tanya Alan kepada Alana dengan lembut. "Nggak, Pak. Saya gak jadi ke kantor. Tadi manager saya tiba-tiba membatalkan photoshoot-nya." Ucap Alana datar dan Alan hanya membalas dengan senyuman. Alan pun menjelaskan kerjasama yang akan mereka lakukan selama satu bulan ke depan. Sementara Alana menunjukkan sikap profesional dan mendengarkan penjelasan kerjasama yang dilakukan oleh Alan. Setelah selesai menjelaskan kerja sama yang akan dilakukan, Sanjaya memanggil Ezra dari pintu ruangmeeting. "Al, aku keluar sebentar, ya." Ucap Ezra dan langsung bergegas dari duduknya meninggalkan Alana berdua bersama Alan di ruangan itu. Alan tampak sekali tak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk berbicara kepada Alana saa
Alan berdiri di depanreceptionisthotel sembari berbincang bersama dengan pemilik hotel. Sementara Alana duduk dan menunggu dilobbyhotel dengan jarak yang tak jauh darireceptionist. Alan dan pemilik hotel terlihat menghampiri Alana "Hey, Al. Udah nih. Yuk." "Haloo Mbak Alana." Pemilik hotel mengulurkan tangannya kepada Alana dan Alana pun bergegas bangun dari sofa dan mengulurkan tangannya "Semoga betah ya dengan pelayanan hotel kami. Kalo ada saran, kami sangat menerimanya dengan senang hati. Dan, jangan lupa reviewya mbak di Anstagram kalo Mbak Alana suka dengan fasilitas hotelnya." Status Alana yang sudah dikenal banyak orang memang seringkali di manfaatkan setiap pengusaha untuk mempromosikan bisnis mereka. Alana membalas dengan senyum "Baik, Pak. Terima kasih. Oh ya, saya permisi dulu, mau istirahat." Ucap Alana ramah. "Baik, Mbak. Selamat istirahat Mbak Alana
Tepat pukul sebelas malam, Alan masih memindahkan laporan hasil kunjungan yang akan di presentasikannya ketika sampai di Jakarta. Sementara Alana sudah tertidur pulas di ranjang. Alan yang baru sadar Alana tertidur kemudian menatap dan menyelimutinya. Alan mendekatkan wajahnya ke wajah Alana. Dia mengusap kening Alana dengan raut wajah yang terlihat sangat menyesal karena pernah menyakiti Alana. "Harusnya aku gak ngomong kata-kata yang sangat menyakitkan ke kamu, Al." Bisik Alan pelan sembari mengusap puncak kepalanya. "Andai aja aku masih punya waktu. Aku akan bahagiain kamu dan gak akan pernah nyakitin kamu lagi." Sambungnya Alan melihat ponsel Alana yang tiba-tiba menyala. Ponselnya berisikan pemberitahuan pesanWazzAppdanreminderuntuk besok kembali ke Jakarta. Keegoisan serta keinginan Alan yang masih ingin bersama Alana akhirnya membuat dia berniat untuk mematikan pemberitahuan yang ada
Seketika suasana hening menghampiri Alan dan Alana yang masih berada direstaurant. Alana tampak menikmati sejuknya suasana yang ada direstaurantitu, suasanaoutdooryang memberikan ketenangan dan jauh dari hiruk pikuk keramaian dan kebisingan. Lampu-lampu yang bergantungan di setiap sudut membuat tempat outdoor-nya diterangi dengan lampu redup yang memang cocok dengan suasana romantis. "Alan, sebelum kita balik ke hotel. Aku cuma mau kamu jangan pernah berharap apa pun ke aku. Tujuan hidup kita udah beda dan kita ketemu pun takdirnya hanya sebatas teman atau rekan kerja aja." Ucap Alana menjelaskan kepada Alan saat pria itu tertangkap tengah memerhatikan wajah Alana. "Aku memang gak bisa dapetin satu kali kesempatan dari kamu, Al?" Tanya Alan dengan tatapan memohon. "Kita gak akan bisa sama-sama lagi, Alan. Aku gak akan bisa menjalin hubungan dengan orang yang udah nyakitin aku."
Alana tersenyum dan wajahnya tampak bahagia sekali melihat tulisan Alan. Dia langsung membaringkan dirinya di atas sofa dan mengabaikan lantainya yang masih berserakan itu. "Aku udah terima nih kopinya. Thanks, ya." -Alana "Sama-sama, Al. Semoga kamu suka." -Alan "By the way, kamu minta baristanya nulis di note?" -Alana "Iya, Al. Untung aja baik ya." -Alan "Kalo aku jadi baristanya mah aku gak mau." -Alana "Yee, aku kasi tips kali." -Alan "Bodo amat." -Alana Mereka berdua tampaknya sudah mulai terbiasa memberikan candaan di setiap pesannya. Alana pun sepertinya sudah mulai nyaman membalas pesan kepada Alan. Namun lagi-lagi egonya mengatakan dia tidak bisa terus-terusan nyaman mendengarkan kata-kata Alan. Bagaimana pun juga, Alan sudah merendahkan dirinya. *** Sudah beberapa hari setelah kepulangan mereka dari Yogyakarta