Share

Anugerah Dua

Satu minggu berlalu setelah kejadian Shaka memberitahuku tentang rencana pernikahannya dengan Ester. Dan satu minggu pula aku berhasil menghindari Shaka. Tapi sepertinya hari ini aku tidak lagi bisa menghindar. Terbukti sekarang Shaka sedang duduk di sampingku, menungguku merapikan meja kerjaku untuk bersiap pulang. Kalau boleh jujur aku ingin menangis keras saat Shaka sedari tadi terus memohon untuk menemaninya mencari seserahan untuk Ester. Tidakkah Shaka peka jika aku patah hati melihatnya seperti ini?

"Ayolah Na, please...!" Mohon Shaka dengan wajah memelas. Dan aku benci itu karena aku selalu tidak tega melihatnya. Dengan setengah terpaksa akhirnya aku mengangguk.

"Yes! Yaudah yuk berangkat sekarang, kamu nggak usah mandi deh langsung aja ya, keburu malam," ucap Shaka yang sudah kembali bersemangat.

Setibanya di pusat perbelanjaan, aku ditarik oleh Shaka kesana kemari untuk memilih berbagai barang yang akan diberikan kepada Ester mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Beuh kakiku rasanya sudah seperti mau patah. Untung saja semua barang yang dia beli ia bawa sendiri.

Waktu sudah menjelang isya saat kami keluar dari butik setelah mencarikan gaun untuk Ester. Tidak sengaja aku melihat sebuah butik khusus muslimah, tiba tiba hatiku merasa sedikit tercubit saat mataku memandang seorang pegawai butik yang memakai gamis kuning gading dengan kerudung besar yang menjuntai panjang, wajahnya begitu sejuk di pandang. Masyaallah.

Saat melayani pembeli pun senyum tak pernah lepas dari bibirnya. Netraku melirik papan nama butik itu, Khadijah Boutique. Seketika ingatanku memutar cerita yang pernah kudengar dari Bunda.

Hatiku kembali seperti tercubit saat melihat diriku sendiri, rok span sebatas lutut dengan kemeja biru yang tertutup blazer. Rambut yang aku kuncir kuda sederhana. Tiba-tiba aku merasa iri, tapi hati belum siap untuk berpakaian seperti itu. Meskipun Ayah, Bunda bahkan Mas Alif seringkali menyindirku. Aku masih belum mantap untuk berhijab.

"Kamu liatin apa sih Na? Mau beli?" tanya Shaka membuyarkan pikiranku yang melanglang buana.

"Eh, nggak Ka. Sudah semua kan? Pulang yuk, capek nih," sahutku.

"Makan dulu deh, laper Na."

"Yaudah ayuk, sini aku bantu bawain."

Kami makan dengan hening, Shaka dengan senyumnya memikirkan sebentar lagi akan menikah dengan gadis pujaannya. Sedangkan aku hanya bisa sesekali meliriknya dalam diam. Ya Tuhan sampai kapan aku harus merasakan seperti ini? Jika lelaki di depanku ini benar bukan jodohku, hilangkan perasaan ini Ya Tuhan. Doaku dalam hati.

Saat diperjalanan pulang pun Shaka yang biasanya selalu berceloteh dan mengajakku bercerita sekarang seakan berada di dunianya sendiri. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya dan sesekali bernyanyi pelan. Ugh, sungguh menyebalkan.

"Langsung pulang sana, aku capek Ka, jangan merepotiku lagi dengan meminta kopi," usirku setelah turun dari boncengannya.

"Iya iya, pelit banget sih. Biasa juga aku yang nyetokin kopi gula dan teman - temannya," sungutnya.

"Aku capek Shaka, mau mandi. Udah sana pulang. Hush hush."

"Hemm, yaudah aku balik dulu. Selamat malam princess Sienna. Dah."

"Bye, hati - hati. Jangan ngebut," ucapku sambil melambaikan tangan dan ganti mengacungkan tinjuku saat mengingatkannya untuk tidak kebut-kebutan.

"Siap tuan putri."

Aku memandanginya sampai motornya menghilang di balik tikungan. Benar-benar hari yang melelahkan. Sabar ya hati, ada saatnya nanti kamu akan berbunga.

Setelah selesai membersihkan diri dan menjalankan kewajibanku sebagai umat muslim, aku membuka aplikasi W******p untuk mengirim pesan ke Bunda. Melapor jika anaknya yang cantik ini sudah bersiap menuju tempat tidur untuk bermimpi.

***

"Jangan dulu cepat berprasangka. Kadang orang yang kita anggap tepat mungkin saja hanya akan menjadi orang yang hanya bisa kita ingat" -Kusebut Dia Anugerah Terindah-

°°°

Friday is freeday karena bagiku hari Jumat adalah hari yang pendek. Ya walaupun aku mencintai pekerjaan tapi aku bukanlah orang yang rela menghabiskan seluruh waktuku untuk pekerjaan. Sesekali aku juga sering merindukan weekend dengan semua kesantaiannya.

Aku mengerutkan kening saat baru menginjakkan kakiku di kantor dan melihat empat manusia yang pagi - pagi sudah sibuk berkumpul. Entah gosip apa yang Ulin, sang biang gosip sebarkan sampai-sampai Maya berdecak saat melihat ponsel yang di pegang Ulin. Ulin ini adalah sekretaris bos di kantor ini, dengan wataknya yang kepo, ceplas - ceplos jadi tidak heran jika ia menjadi biang gosip.

"Selamat pagi semua. Ngrumpi apaan sih pagi-pagi? Sampai heboh gini?" tanyaku sambil berjalan mendekati mereka.

"Ini Na, bos Ibra mau pensiun katanya. Terus hari ini bakalan ada pengumuman sekaligus perkenalan bos baru," jawab Ulin memberitahu sambil memperlihatkan ponselnya yang berisi pemberitahuan dari Pak Ibra, pemilik perusahaan.

"Oh.."

"Tau gak Na--".

"Enggak," sahutku cepat memotong ucapan Ulin.

"Ish, gue belum ngomong. Bos baru kita itu Pak Egar anaknya si bos. Nih lihat, ganteng Na!" ucapnya lagi sambil menunjukkan foto seorang laki-laki yang entah dari mana dia dapat. Karena selama aku berkerja disini aku belum pernah melihat anaknya Pak Ibra karena katanya sedang menempuh pendidikan di luar negeri.

"Ganteng beut Na, ya ampun," timpal Maya sambil memegang kedua pipinya dengan mata berbinar.

"Gantengan juga gue May," ucap Yogi ikut berkomentar.

"Ya ya, biarin lah mau ganteng juga percuma kalau udah taken," selorohku sekenanya sambil pergi ke kubikel.

"Iya juga sih. Lah yang penting kan bisa buat cuci mata," heboh Ulin yang belum selesai ternyata dengan beritanya.

"Udah udah, tuh Pak Shaka dateng, kerja kerja," Lerai Arumi sambil geleng-geleng kepala.

Aku melirik pintu masuk, dan benar saja. Shaka berjalan dengan santai. Melihatnya dari jauh saja masih membuat jantungku berdebar heboh. Duhai hati, dia sudah milik orang. Dan sebentar lagi akan bersertifikat haram untuk kamu pandang. Ingatku pada dirimu sendiri.

"Selamat pagi semuanya, pagi ini semua langsung berkumpul di aula, akan ada pengumuman penting dari Pak Bos." Shaka berbicara dengan gantengnya.

Ya Tuhan, kenapa makhluk yang sudah berlabel milik orang tingkat kegantengannya meningkatkan seperti ini sih?

"Siap Pak!" seru para karyawan.

"Ulin, kamu beritahu yang lain ya. Jam 9 siap di aula semuanya," perintahnya lagi pada Ulin yang sudah mengangguk mengiyakan.

Jam 9 pagi, semua karyawan sudah berkumpul di aula. Aku duduk di barisan kedua dari depan, bisa melihat dengan jelas betapa dekatnya Shaka dan Ester yang duduk di barisan kursi depanku.

Mereka berdua sesekali tertawa dan saling berbisik. Hatiku panas hingga mataku menjadi berair. Dulu itu adalah tempatku, di samping Shaka. Dulu itu adalah posisiku, disebelah Shaka. Sekarang dengan mudahnya tergantikan.

Salahku sendiri yang memendam semuanya, hingga Shaka tak pernah tau bagaimana perasaanku kepadanya. Sampai semua perasaan itu menyiksaku sendiri.

Tidak ada yang namanya persahabatan antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya perasaan. Jika beruntung keduanya akan bersatu di perasaan yang sama, jika tidak keduanya akan berpisah karena perasaan salah satunya. Adapun opsi untuk tetap bersama pasti akan ada yang terluka karena memendam rasa, seperti yang sekarang terjadi padaku.

"Oke, mungkin ini perkenalan singkat dari saya. Mohon kerja samanya. Terimakasih."

Tepuk tangan menggema di dalam ruangan membuatku tersadar dan kembali ke dunia nyata. Eh? Sudah selesai? Berapa lama aku ngelamun? Tanyaku dalam hati.

Satu persatu karyawan keluar sambil mengucapkan selamat bergabung kepada bos baru perusahaan ini. Aku yang sudah ditarik berdiri oleh Ulin mengikuti dengan linglung.

"Selamat bergabung Pak," ucapku singkat tanpa memandang ke arah bos baru itu.

"Terimakasih. Dan kalau bisa patah hati jangan dibawa ke kantor, apalagi sampai memandangnya terlalu lama. Bisa-bisa tambah ngenes," sahutnya dengan berbisik disamping telingaku yang terdengar sangat-sangat menyebalkan. Membuatku terkejut dan langsung mendongak menatapnya.

Dasar bos baru menyebalkan. Tau dari mana dia kalau aku patah hati? Memandangnya terlalu lama? Memang kelihatan sekali aku memandang Shaka dari tadi? Oh hari Jumat keramat!

===

Cerita ini dilindungi oleh Allah.

Bacaan yang paling utama adalah Al Qur'an. Sudahkan kamu membacanya hari ini?

Bumi Allah, 2022

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status