Share

Anugerah Satu

"Hayo lagi ngapain!? Kesambet baru tau rasa loh."

"Ngagetin aja sih kamu Ka," ucapku sambil mengusap dadaku pelan karena kaget.

"Habisnya dari tadi dipanggilin nggak denger, eh asik ngelamun ternyata," sungutnya sambil duduk di sebelahku. Sekarang kami sedangkan berada di lobby kantor. Dia adalah Arshaka Oktavinus, kepala redaksi di tempatku bekerja.

Sebelum aku bercerita lebih jauh, aku akan memperkenalkan diriku terlebih dahulu, oke?

Namaku Sienna Az-Zahra, entahlah apa artinya aku tidak pernah menanyakannya kepada kedua orang tuaku yang telah memberikanku nama.

Aku bekerja di sebuah kantor penerbitan di Jogja, Aksara Media Group. Sudah empat tahun lebih aku berkerja disini sebagai editor. Ya berkat Arshaka juga karena telah merekomendasikannya setelah aku memutuskan untuk merantau menyusulnya.

Aku mengenal Shaka dari aku masih di dalam kandungan Bundaku. Dia adalah tetangga depan rumah yang kata Bunda menginginkan seorang adik perempuan dan kebetulan mama dan papanya tidak bisa memberikannya adik karena kedua adiknya semua laki-laki.

"Arsha, aku udah selesai, jadi kan nganter ke butik?" Ucap seorang wanita sambil berjalan mendekat kearah kami, tepatnya ke arah Shaka.

"Eh, yaudah ayo. Nanti keburu sore. Na aku jalan dulu ya, mau nganter Ester ke butik nyari kado buat mamanya." Pamit Shaka sambil menghidupkan motor maticnya dengan Ester di belakangnya.

Begitulah setiap harinya hubunganku dan Shaka, tepatnya setelah dua bulan yang lalu Shaka mulai mempunyai penumpang baru di jok belakangnya selain aku, Ester Trivena yang katanya wanita pujaan hatinya sekarang. Karyawan baru bagian keuangan.

Waktu memang bisa berubah kapan saja, seperti yang terjadi padaku. Dulu aku dan Shaka seperti kulit dan nadi yang sangat dekat, sekarang seperti Sabang dan Merauke, begitu jauh. Ah sudah lupakan perumpamaanku yang tidak jelas ini.

Nah itu dia gojek yang aku pesan sudah datang, lebih baik aku segera pulang ke kontrakan dan mandi untuk menyegarkan pikiranku yang mulai panas setelah melihat kemesraan Shaka dan Ester.

Lama-lama melihat mereka berpotensi membuat hatiku ikut panas. Mengenalnya mulai dari aku melihat dunia rupanya berhasil menumbuhkan benih-benih cinta yang entah sejak kapan mulai aku rasa tanpa aku sadari. Dan setelah aku tau aku mencintainya dengan kejam aku harus membunuhnya karena kehadiran perempuan mungil berparas cantik yang bernama Ester. Bunda.. anakmu patah hati sebelum memiliki.

Baiklah sepertinya aku terlalu lama melamun karena pak gojek menyandarkanku jika aku sudah sampai di depan kontrakanku.

"Ini Pak ongkosnya, kembaliannya Bapak ambil saja. Terimakasih," ucapku sambil menyerahkan helm kepada bapak tukang gojek.

"Hahh.." Aku menghembuskan nafas kasar sambil melepaskan flatshoes dan menaruhnya di rak sepatu.

Hatiku rasanya sesak sekali mengingat kata-kata Shaka tempo hari.

Flashback

"Na, aku mau ngelamar Ester," ucapnya setelah kami selesai makan malam di warung pinggir jalan dekat kontrakan kami yang hanya berbeda gang sepulang kerja.

Aku menghentikan suapanku dan menatapnya, mencari kebohongan di dalam matanya. Ternyata Shaka tidak bercanda, dia serius dengan ucapannya.

"Kamu serius?"

"Ya, aku serius. Aku sudah memikirkannya berhari-hari Sienna. Kamu mau ya bantu aku menyiapkannya?"

Ya Tuhan, apa ini? Membantu laki-laki yang aku cintai menyiapkan kejutan untuk melamar wanita yang dia cintai? Takdir memang suka bercanda!

"Woi Na! malah ngelamun."

"Eh ya, gimana tadi? Bantuin kamu? Oke atur aja waktunya," ucapku spontan yang membuatku menyesal setelahnya. Kenapa tadi nggak mikir dulu sebelum mengiyakan permintaan Shaka?

"Oke deh, aku cari momen yang pas dulu. Yaudah cepet abisin gih, kita balik. Capek pengen cepet-cepet nempel kasur," jawab Shaka sambil melanjutkan acara makan satenya dengan senyuman. Dih lebay kamu Ka, perasaan aku jatuh cinta nggak segitunya. Sungutku dalan hati melihat Shaka makan dengan senyum lebarnya.

Flashback end

Dengan gontai aku beranjak dari tempat tidur melanjutkan niat awalku setelah sampai kontrakan, mandi. Namun kegiatanku berhenti saat ponsel biru kesayanganku berbunyi.

"Assalamualaikum Bunda," sapaku setelah melihat nama di layar ponselku.

Aku memiliki kedua orang tua yang masih lengkap, bundaku seorang ibu rumah tangga. Ayahku adalah kepala desa di desaku. Dan aku juga memiliki seorang kakak laki-laki yang sekarang bekerja di sebuah rumah sakit umum di Semarang sebagai dokter anak.

"Walaikumsalam warahmatullahi, anak Bunda sudah pulang? Sudah salat belum? Sudah makan? Sehat kan?"

"Ya Allah bunda, satu-satu dong tanyanya," sahutku sambil terkikik, aku melupakan satu kewajibanku untuk mengabari bunda sesuai kesepakatan setelah perdebatan panjang antara aku, masku dan kedua orang tuaku agar aku diperbolehkan merantau.

"Habis kamu nakal sih Dek, nggak ngabarin rumah seharian. Pulang aja deh daripada bikin Bunda khawatir."

"Bunda ih, tadi itu habis salat subuh Sienna ketiduran dan bangun kesiangan, makanya nggak sempet nelpon Bunda. Sienna sudah pulang, sudah makan, sudah salat dan alhamdulilah sehat walafiat." Tapi hati Sienna yang sakit Bunda, butuh dokter cinta. Sambungku dalam hati menjawab pertanyaan beruntun bunda cantikku.

"Alhamdulillah kalau begitu. Kapan kamu pulang Dek? sudah tiga bulan kamu ndak pulang lo."

"Insyaallah akhir bulan Sienna pulang ya Bunda. Maaf Sienna banyak lembur sampai lupa nengokin Bunda. Bunda sehat kan? Ayah sama Mas Alif juga sehat?"

"Alhamdulillah Ayah, Bunda dan Masmu sehat semua. Yaudah Bunda tungguin. Udah dulu ya Dek, Ayahmu minta dipijitin itu, katanya masuk angin."

"Iya Bunda, salam buat Mas Alif sama Ayah. Sienna rindu."

"Iya, walaikumsalam kata Ayah. Yaudah Bunda tutup ya, assalamualaikum."

"Walaikumsalam."

Aku meletakkan ponsel di nakas dan menyambar handuk tapi lagi-lagi niatku untuk mandi harus tertunda karena ketukan pintu kontrakanku. Pasti Shaka nih. Aku berdecak sambil melangkah keluar kamar untuk membuka pintu. Nah kan benar dugaanku.

"Ada apa sih Ka? Ganggu aja."

Tanpa menjawab pertanyaanku dia malah nyelonong masuk dan duduk di ruang tamu dengan muka kusut.

"Ka, kamu kenapa?" Tanyaku khawatir.

Dia hanya melihatku dengan matanya yang sayu.

"Shaka! Jangan buat aku takut ih."

Dia malah menunduk, membuatku mendekat kearahnya. Menggoncangkan bahunya dari samping. Perlahan dia mendongak menatapku.

"Bulan depan aku nikah Na," ucapnya dengan raut wajah yang berubah sumringah yang membuat jantungku berhenti berdetak sekian detik.

Shaka bilang apa tadi? Menikah?

Bagaimana bisa? Bukannya dia masih mau melamar Ester dan bahkan meminta bantuanku. Apa Shaka bercanda?

°°°

"Aku percaya saat Tuhan mengambil sesuatu yang berharga di hidup kita, Dia pasti sudah menyiapkan pengganti yang luar biasa istimewa yang tak pernah kita duga-duga."

-Kusebut Dia, Anugerah Terindah-

===

Cerita ini dilindungi oleh Allah.

Bacaan yang paling utama adalah Al Qur'an. Sudahkan kamu membacanya hari ini?

Bumi Allah, 2020

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status