Share

Part 5

Teriakan yang berasal dari kamar inap Kala membuat seorang perawat masuk dengan wajah khawatir dan membuat Kala hanya menyengir ketika menemukan Kala hanya terkekeh malu padanya. Hal yang sama terjadi pada Dira yang saat itu duduk tepat di samping ranjang Kala. Ia memandangi Kala penasaran karena gadis itu tiba – tiba saja berteriak setelah membaca notifikasi pesan yang muncul di layar handphonenya.

“Kal, kenapa sih? Gue kaget tau lo tiba – tiba teriak gitu. Mana perawat pake masuk lagi. Malu nih gue,” gerutu Dira.

Kala kembali terkekeh. “Gue ada berita bahagia tau, Dir.”

“Kenapa? Oppa korea lo update foto?”

“Ish!” Kala memukul lengan Dira pelan. “Tapi jangan kaget ya?”

“Gue mah jarang–“

“Gue mau nikah.”

“HAH?!” Pekik Dira tak percaya. Matanya mengerjap beberapa kali mendengar penuturan Kala. “Bohong kan lo? Lo bilang gak mau nikah kecuali sama si oppa.”

Bola mata Kala memutar malas. Ia memberikan handphonenya pada Dira agar sahabatnya itu dapat membaca sendiri pesan yang ia dapat. Alhasil, Dira langsung terduduk lemas setelahnya.Ia menatap Kala tak percaya.

“Udah percaya?” Tanya Kala.

“Gila ya lo?” Dira mengipasi wajahnya yang terasa panas karena amarah. “Lo baru hari pertama ospek aja udah pingsan, Kalandra. Gimana lo nikah? Mampus lo yang ada.”

“Jahat banget,” gerutu Kala.

Lidah Dira mendecak. “Gue tau lo ngebet banget pengen nikah muda tapi ya masa semuda ini Kalaaa? Nikah itu bukan pacaran yang bisa putus kalau udah gak cocok. Nikah itu ribet, lo sendiri tau kan? Orang tua gue aja cerai, Ibu gue sering dipukulin Ayah dulu. Kalau lo digituin gimana?”

“Doain tuh yang baik – baik aja, Diraaa. Lagian calon suami gue udah terjamin mutunya. Aman deh pokoknya,” ucap Kala bangga. Ia senyum – senyum sendiri jika membayangkan pernikahannya nanti.

“Siapa sih emangnya calon lo?” Tanya Dira penasaran.

Kala mengulum senyumnya, “Ada deh.”

***

Pagi ini, dengan semangat Kala berangkat ke kampusnya setelah tiga hari dirawat di rumah sakit. Sejujurnya ia sedikit sedih karena tidak mengikuti ospek yang katanya seru itu, tapi mengingat serangkaian kejadian yang membentuk semangat hidupnya membuat Kala kembali tersenyum. Tidak masalah tidak ikut ospek. Lagi pula tanpa ospek ia tetap akan bertemu calon suaminya itu kan?

Senyuman manis terbit di bibir Kala sebelum akhirnya berubah menjadi kerucut saat tubuhnya tiba – tiba saja terdorong ke depan. Kala mengaduh saat bahunya ditabrak sesuatu yang keras.

“Maaf – maaf, gak sengaja. Sakit ya?”

Kala menoleh, dan mendapati seorang lelaki yang tengah berdiri sembari menatapnya penuh penyesalan.

“Sakit ya?” Tanyanya sekali lagi.

Kala menggeleng pelan, “Sakit dikit, tapi gapapa.”

“Maaf gue gak sengaja, lagi buru – buru. Kalau lo kenapa – napa temuin gue aja ya nanti di perpustakaan.” Ujarnya lalu pergi begitu saja. Namun belum banyak ia melangkah, badannya berbalik. “Gue Dirga, fakultas kedokteran.”

Bahu Kala terendik acuh. Toh, bahunya tidak lagi terasa sakit. Ialalu memutuskan untuk berjalan menuju kelasnya yang sudah diumumkan tadi. Namun karena terlalu bingung, Kala berakhir tersesat di depan ruang musik. Dari luar, ia dapat mendengar bunyi gitar yang digenjreng bersamaan dengan suara nyanyian. Ia terdiam sejenak mendengarkan sampai akhirnya pintu ruangan itu terbuka. Kala dapat mencium aroma parfum yang terasa sangat familiar sampai akhirnya ia mendapati seorang Jevan yang sedang duduk memangku gitar elektrik.

“Eh, nyari siapa ya?” Tanya lelaki yang tadi membuka pintu.Badannya tinggi, tapi Jevan tetap lebih tinggi. Hidungnya juga mancung, tapi tetap saja mancungan Jevan. Bahunya–

“Lo nyari siapa?” Suara dan sosok Jevan tiba – tiba muncul di hadapan Kala.

Reflek, ia mendongakkan kepalanya lalu mundur selangkah. Lelaki yang semula di depan pintu sudah pergi entah kemana menyisakan Kala berdua dengan Jevan.

“Pingsan kemaren gak bikin lo jadi bisu kan?” Ujar Jevan yang membuat Kala menggeleng. “Lo nyari siapa?”

“Aku gak nyari siapa – siapa, Kak.” Jawab Kala.

Jevan menaikkan alisnya, “Trus ngapain kesini?”

“Nyasar.”

Mendengar jawaban Kala membuat Jevan memutar bola matanya malas. Ia lalu melirik jam tangannya dan menunjuk jam tersebut tepat di depan mata Kala.

“Lo telat masuk kelas.”

Kala mengernyit bingung. “Emang Kak Jevan tau aku masuk kelas mana?”

Kelas lo yang mana gak penting, intinya kelas pagi di jurusan lo udah masuk dari lima menit yang lalu.” Balas Jevan.

“Jadi sekarang aku gimana dong, kalau telat?” Tanya Kala cemas. Ia merasa de javu mengingat hari pertama ospeknya pun ia sudah melakukan kesalahan.

Jevan mengangkat bahunya acuh. “Mana gue tau.”

“Kak Jev, bantu aku dong. Aku belum hafal–“

“Sibuk.”

“Kak–“

“Gue sibuk,” tekan Jevan.

Nyali Kala menciut. “Tunjukkin jalan aja, boleh?”

Jevan menghela napasnya lalu berjalan melewati Kala.

Sementara itu di belakang Jevan, Kala sibuk mengatur detak jantungnya. Menghirup aroma parfum Jevan yang menyegarkan dari belakang tubuhnya membuat perut Kala berasa diterbangi ribuan kupu – kupu. Belum lagi mengingat jika lelaki itu menuruti permintaannya untuk menunjukkan jalan. Padahal itu hal sederhana tapi entah kenapa membuat Kala dimabuk kepayang. Ia tidak bisa membayangkan senyaman apa pelukan Jevan jika–

Dukk

Kala mengaduh pelan ketika dahinya menabrak punggung keras milik Jevan yang tanpa ia sadari sudah berhenti. Lelaki itu menatap Kala datar lalu menunjuk sebuah ruangan dengan dagunya. Kala tersenyum canggung.

“Makasih, Kak Jevan.”

Lelaki itu mengangguk. “Jalan tuh ya jalan aja, jangan melamun. Untung di depan lo gue. Kalau selokan? Lo mau nyemplung?”

Mendengar penuturan Jevan membuat Kala menyengir. Baru saja Kala membuka mulutnya tiba – tiba saja suara wanita muncul di antara mereka.  Kepala Kala menoleh dan mendapati seorang dosen wanita tengah menatapnya dan juga Jevan dengan garang.

“Jevano, ngapain disini?” Tanyanya.

Yang ditanya hanya menunjuk Kala yang sedang tersenyum sopan dengan dagunya. “Saya permisi, Bu.” Ucapnya lalu berlalu begitu saja meninggalkan Kala dan dosen wanita itu berdua.

“Kamu, siapa nama kamu?” Tanyanya. "Bagus ya hari pertama ngampus udah telat aja."

“Kalandra Elian, Bu.” Jawab Kala pelan.

“Kamu di kelas ini?” Tanya dosen itu lagi dan disambut dengan anggukan Kala. “Jadi gimana bisa sampai ke sini sama Jevano? Kamu pacar dia?"

Kala mengulum senyumnya dan menggeleng secara bersamaan, “Tadi saya gak sengaja nyasar ke ruang musik, jadi dianterin sama Kak Jevan.”

Dosen itu mengangguk paham. Ia menatap Kala dari atas sampai bawah. “Kamu boleh masuk, tapi besok di kelas saya kamu harus bawa artikel tentang larangan keterlambatan. Mengerti?”

“Mengerti, Bu.” Ucap Kala menunduk sembari melewati dosen tersebut.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status