Share

Part 6

Setelah kelas selesai, Kala langsung bergegas keluar untuk menemui Dira yang sudah menunggunya di kantin kampus. Namun baru saja kakinya melangkah keluar pintu, suara seseorang langsung menyambutnya.

“Kal,” panggilnya.

Kala menoleh, mencari sumber suara dan langsung menemukan Jevan yang tengah bersandar di dinding koridor. Hatinya merasa menghangat ketika mendengar Jevan menyebut namanya.

"Iya, Kak? Kenapa ya?" Tanya Kala.

"Gue perlu ngomong sama lo."

"Oke? Ngomong aja," Kata Kala.

Mata Jevan memutar, "Ya gak disini."

"Dimana?"

"Di mobil gue." Jevan menarik tangan Kala dan membuat gadis itu terkejut.

Kala melepaskan pegangan tangan Jevan karena beberapa tatapan aneh mulai mengerubunginya dan Jevan. "Hah? Aku ada janji sama Dira di kantin. Nanti aja ya?"

"Bawel banget sih, bersyukur kek gue masih mau ngajak lo ngomong." Jevan mendecak. "Kalau ngikutin kata hati juga gue ogah mau ngomong sama lo."

Bibir Kala mengerucut. Padahal mulut Jevan tidak sepedas ini kemarin saat terakhir kali mereka bertemu di rumah sakit. Diam - diam kala merasa sedikit kecewa dengan Jevan yang menjadi lebih ketus padanya. Harusnya kan Jevan menjadi lebih lembut karena ia akan menjadi istri Jevan di masa depan.

"Gak usah senyum - senyum. Perlu gue tarik atau gue gendong supaya lo mau ikut ngomong sama gue?" Cetus Jevan datar pada Kala.

"Aku udah bilang kalau aku ada janji sama Dira. Sebentar aja, ntar kalau udah selesai aku nyusul Kakak. Gimana?" Ucap Kala sebagai upaya membujuk Jevan. Ia berkedip - kedip lucu berharap Jevan luluh namun lelaki itu kembali memutar matanya malas.

"Denger ya, Kalandra." Jevan menghapus jarak di antara keduanya dan menunduk untuk menatap mata coklat milik Kala. "Gue gak suka nunggu kalau lo belum tau. Jadi tolong, kalau gue minta sekarang ya sekarang. Atau gue gak bakal ngomong sama lo lagi."

Kala mendengus. "Iya - iya, aku bilang sama Kala dulu aku gak jadi dateng."

Jevan mengangguk. Ia memandangi Kala dari atas sampai bawah yang hari itu menggunakan celana jeans serta kemeja putih. Gadis itu mengikat rambut sepunggungnya menjadi ponytail sembarangan namun tidak mengurangi kadar kecantikannya. Jevan tidak akan menampik bahwa Kalandra Elian memang merupakan gadis cantik yang baru - baru ini menjadi incaran para lelaki. Kalau saja gadis itu tidak menjadi calon istri paksaannya, Jevan akan dengan sangat senang hati didekati gadis itu.

"Yuk," ujar Kala setelah mengirimkan pesan pada Dira dan memasukkan handphonenya ke dalam tas.

Keduanya berjalan ke arah mobil Jevan yang terpampang jelas di parkiran. Saat hampir sampai tiba - tiba saja seseorang memanggil nama Jevan. Saat Kala menoleh, ada dua pria tampan yang salah satunya Kala lihat di depan ruang musik tadi pagi. Sementara pria satunya lagi, Kala hanya mengingat bahwa lelaki itu bernama Sangga dan merupakan salah satu panitia ospek kemarin.

"Eh ada adek tadi pagi, mau pulang sama Jevan ya?" Ujar lelaki tersebut sembari mengerling jahil.

Jevan mendecak, "Ngapain lo?"

"Cuma mau ngingetin nanti malam jangan lupa," jawab Sangga. Matanya lalu beralih ke Kala dan tersenyum. "Lo udah sehat?"

Kala yang bingung hanya mengangguk seadanya.

"Lah, kok lo kenal, Ga? Gue doang nih yang gak dikenal dia?" Lelaki yang Kala tidak tau namanya itu menatap Jevan dan Sangga tak percaya. 

"Ngapain harus kenal? Gak penting," balas Jevan. "Buruan masuk, gak usah diladenin tuh orang gila."

"Sabar dong Jev, gue belom memperkenalkan diri nih. Nama gue Brian Kaindra, panggil Brian aja. By juga boleh." Ujar Brian masih dengan kerlingan jahilnya.

Jevan menggeplak kepala Brian dengan tangannya dan membuat Kala tertawa.

"Aku Kalandra, salam kenal ya Kak Brian." Kata Kala sembari tersenyum.

Brian yang tadinya mengaduh kesakitan langsung tersenyum penuh pesona pada Kala. Namun belum sempat ia mengucapkan sepatah kata lagi, Jevan sudah terlebih dahulu menarik tangan Kala ke mobil. Kala yang ditarik hanya bisa mencebik, Jevan benar - benar menyebalkan. Lelaki itu masuk, menghidupkan mesin mobilnya dan langsung keluar dari area kampus. 

"Gak usah deket - deket lo sama Brian atau Sangga," Jevan membuka topik.

Alis Kala mengenyit, "Kenapa?"

"Gak usah pokoknya, jangan banyak nanya." Jawab Jevan acuh. "Lo ngasi tau siapa aja soal hubungan kita?"

"Cuma Dira, kenapa?"

Jevan mengendikkan bahunya acuh. Saat mobil berhenti di lampu merah, Jevan meraih sebuah map berisi kertas dan memberikannya pada Kala.

"Baca, kalau gak setuju bilang dengan alasan yang jelas."

Kala menatap Jevan bingung lalu tanpa basa - basi membuka map tersebut dan membaca tulisan kertas diatasnya.

"Kontrak pernikahan– loh? Kok pakai kontrak?" Tanya Kalandra. Ia kembali meneliti isi kontrak tersebut dan meletakkannya ke atas dashboard begitu saja. "Kita nikah beneran, Kak Jev. Kenapa harus pakai kontrak? Aku gak merasa ada paksaan–"

"Lo emang gak merasa terpaksa, tapi gue?" Potong Jevan. "Lo tau syaratnya dimana lo gak bisa dan gak boleh membatasi gue melakukan apapun termasuk ngasi kontrak pernikahan ke lo. Pernikahan ini gak pernah gue inginkan dan gue harus jalanin ini semua dengan terpaksa kedepannya."

Beberapa menit Kala terdiam. Hatinya terasa sakit mendengar ucapan Jevan. Lelaki itu memang tidak pernah sadar bahwa Kala telah menyukainya sejak mereka masih kecil. Padahal Jevan selalu menyayanginya dulu ketika mereka masih kecil. Namun entah mengapa ketika Kala bertemu dengan Jevan di bangku SMA, lelaki itu menjadi cuek dan angkuh pada semua orang itu membuat ia tidak pernah menyadari kehadiran Kala meskipun mereka berada di sekolah yang sama. Saat Ayahnya– Reno, memutuskan untuk menjadikan Jevan sebagai calon suaminya, Kala merasa sangat terkejut dan tidak tau harus menyebut kejadian tersebut sebuah bencana atau anugrah mengingat sudah lama sekali ia menyukai Jevan dan ingin berdekatan lelaki itu.

Terakhir kali ia melihat Jevan tersenyum padanya adalah sehari sebelum Kala pindah dari rumahnya yang bersebelahan dengan rumah Jevan. Ketika mendengar kalimat Jevan akan menikahinya, ia merasa bahwa jiwa dan raganya terbang ke langit walaupun ia tau semua itu dilakukan Jevan dengan terpaksa. Kala tidak bisa membayangkan sebahagia apa dirinya jika bisa memanggil lelaki yang ia suka sedari kecil dengan sebutan suami.

Lamunan gadis itu terpecah saat Jevan kembali menyerahkan map yang tadi ia letakkan di dashboard. Kala menggeleng pelan sembari menatap Jevan.

"Lo harusnya sadar ini berat buat gue makanya gue ngasi lo kontrak."

Ucapan Jevan membuat Kala tersadar. Jevan tidak menyukainya. Maka dari itu pernikahan impian yang Kala pikir indah justru merupakan sebuah mimpi buruk bagi Jevan. Dengan berat hati, Kala kembali membaca isi kontrak tersebut yang berisi :

1. Dilarang memberitahukan siapapun selain pihak keluarga.

2. Dilarang mengurusi urusan pribadi.

3. Jika ada yang bertanya soal hubungan kita, maka harus dijawab dengan : hanya anak teman orang tua.

4. Dilarang berdekatan kalau gak memiliki keperluan.

5. Dilarang ngerepotin.

6. Jangan ada kontak fisik di antara kita kalau gak diperlukan.

7. Dilarang protes.

8. Dilarang sok dekat.

9. Dilarang membatasi atau melarang apapun yang mau gue lakukan.

10. Jangan. Pernah. Ngadu.

Kala mendecak frustasi setelah membaca sepuluh syarat tersebut yang dibawahnya sudah ditempeli materai. Rasanya hal ini agak tidak adil dengan perasaannya yang sudah terlanjur menyukai Jevan sedari dulu. 

"Ada satu yang lupa gue ketik, tapi tetep berlaku dan lo harus inget." Ucap Jevan. "Dilarang saling suka."

Mata Kala membelalak. "Gak bisa gitu dong, kalau nanti ada salah satu dari kita yang suka gimana?"

"Ya urusan masing - masing. Gue susah buat suka sama orang. Dan kalau lo emang suka sama gue, sorry gue gak peduli." Jawab Jevan tajam.

Hari ini entah untuk yang keberapa kalinya, Jevan kembali mengucapkan sesuatu yang membuat dada Kala terasa sesak. Padahal itu bukan salah Jevan mengingat lelaki itu tidak mengetahui perasaannya. Kala masih diam, memikirkan bagaimana agar Jevan membatalkan kontrak yang akan ada di antara mereka itu.

"Udah gak bisa diganggu gugat," ucap Jevan seolah tau isi hati Jevan. "Gue tau kecelakaan lo beberapa hari lalu emang sepenuhnya salah gue. Tapi masa gue harus nikahin lo juga karena balas budi atas bantuan orang tua lo ke orang tua gue di masa lalu?"

"Kalau soal itu aku minta maaf, keputusan Ayah memang gak bisa diganggu gugat. Ayah bilang Papa Kak Jevan yang bilang kita emang bakal dinikahin walaupun aku gak kecelakaan hari itu." Jawab Kala. "Sekiranya Kak Jevan masih keberatan, Kakak boleh kok dateng ke rumah dan ngomong lagi sama Ayah."

Jevan mendecak kasar, "Buang - buang tenaga. Walaupun Ayah lo batalin pernikahan kita, akhirnya gue juga bakal tetep mampus karena Mama gue yang maksa gue tanggung jawab buat jagain lo setelah kemaren gue bikin lo hampir mati."

"Maaf ya, Kak Jevan."

Mendengar permintaan maaf yang keluar dari mulut Kala, Jevan sedikit tersentak. Zaman sekarang, orang - orang sulit sekali menyebut kata maaf. Namun entah mengapa gadis bernama Kalandra yang berada di sampingnya ini sangat ringan untuk mengatakan hal tersebut.

"Minta maaf mulu, lo pikir lebaran?"

"Bukan gitu, aku merasa bersalah aja Kakak harus terpaksa nikahin aku padahal Kakak gak tau menau soal perjanjian orang tua kita dulu. Pasti berat ya?" Kata Kala. Gadis itu menatap Jevan dengan tatapan tulus yang membuat konsentrasi Jevan goyah.

Lelaki itu menepikan mobilnya ke tepi jalan lalu menatap Kala yang masih menatapnya. "Jangan ngerasa kasian sama gue. Walau gue gak suka sama jenis tanggung jawab yang satu ini, gue tetap laki - laki. Lo gak perlu ngerasa bersalah atau minta maaf lagi sama gue karena itu gak buat gue luluh sama lo, kalau lo mau tau."

Kala tercenung lalu menunduk. Ia hanya bisa menatap ke arah luar jendela setelah Jevan kembali menjalankan mobilnya.

"Jangan lupa tanda tangan di atas materai," peringat Jevan. "Gue anter lo pulang. Ingat, jangan pernah ngomong apapun soal kontrak ke orang tua lo atau orang tua gue."

Kepala Kala hanya mengangguk pelan bersamaan dengan air matanya yang menetes. Ia memang bahagia jika bisa menikah dengan Jevan, namun jika sikap Jevan terus - menerus seperti ini apakah dirinya akan bertahan? Ia bisa saja meminta Ayahnya untuk membatalkan pernikahan ini. Namun rasa ingin dekat dengan Jevan lebih kuat dibanding apapun. 

Tuhan, biarkan Kala egois sekali saja. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status