Share

Bab 3. Balas dendam

“Boleh pergi,” lanjutnya.

Mendengar itu, Poppy tampak heran.

Tadi Ezra begitu menggebu, tetapi sekarang nampak tenang?

Meski demikian, Poppy tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk segera pergi dari hadapan Ezra. “Aneh sekali…."

Ia segera pergi dan kembali ke ruangan cleaning service.

“Bagaimana? Apa Pak Ezra meminta dibuatkan kopi yang baru?” tanya sang atasan begitu Poppy tiba di sana.

Wanita itu sontak menggeleng. “Tidak, Pak Ezra meminumnya.”

“Benarkah?” Sean masih tidak percaya karena sudah menjadi kebiasaan jika Ezra akan minta dibuatkan kembali kopi.

Paling tidak, mereka harus melakukannya tiga kali dalam sekali Ezra ingin ngopi.

Poppy mengangguk membenarkan.

Melihatnya semakin membuat Sean tidak percaya. “Ini di luar nalar! Bagaimana bisa Pak Ezra langsung cocok dengan kopinya? Apa kamu….” 

Sean menatap Poppy penuh selidik, membuat wanita itu jadi gugup.

“Saya tidak tahu,” balas Poppy cepat lalu membuang muka.

“Ya sudah, karena kau tidak memiliki pekerjaan. Coba bersihkan ruangan yang ada di samping gudang karena akan kembali digunakan.”

"Baik, Pak." Poppy menyanggupi.

Untungnya, semua pekerjaan Poppy lancar setelahnya. 

Diam-diam, ia bersyukur karena Sean tak menyuruhnya lagi untuk membuat dan membawa kopi ke ruangan Ezra. Bahkan, untuk keesokan harinya. 

Hanya saja, Poppy tak tahu bahwa kebahagian itu tak berlangsung lama….

*****

Prang!

“Kenapa kopi ini tidak enak!”

Pecahan beling bertebaran di lantai lantaran Ezra melemparkan cangkir berisi kopi yang menurutnya tidak enak.

Pria itu sudah melakukan hal itu untuk yang ketiga kalinya, hingga membuat Rexi ketakutan.

“Maafkan saya, Pak.”

“Lakukan yang benar! Aku ingin kopi seperti yang kemarin.”

“Baik, Pak.”

Rexi lantas membereskan pecahan kaca tersebut kemudian kembali ke ruangan.

Wajahnya yang pucat membuat Sean heran. “Ada apa denganmu?”

“Pak Ezra melemparkan cangkirnya lagi.”

“Kalau begitu, buatkan yang baru.”

Rexi menggeleng dengan cepat.

“Tidak, saya tidak ingin melakukannya. Dia meminta dibuatkan kopi yang seperti kemarin, bukankah itu dilakukan oleh Poppy?”

“Kau benar, kalau begitu panggilkan Poppy sekarang!”

“Baik.” 

Tidak lama Poppy yang sedang membersihkan toilet diminta datang ke ruangan.

“Ada apa? Saya masih ada pekerjaan.”

“Ini lebih penting dari yang sedang kau kerjakan,” ujar Sean cepat, “Pak Ezra ingin dibuatkan kopi yang seperti kemarin, kau buatkan dan antarkan ke ruangannya.”

Deg!

Wajah Poppy langsung pucat.

“Tapi—”

“Jangan membantah dan lakukan dengan segera!” sela Sean membuat Poppy tidak bisa membantah lagi.

Dengan berat hati, ia pun melakukan tugas itu segera.

Hanya saja, ia bingung. Kenapa pria itu berubah rewel?

“Aku harus menutupi kembali wajah agar dia tidak mengenaliku.”

Saat Poppy sedang berusaha untuk menutupi wajahnya dengan rambut, hal tidak terduga terjadi karena ia yang tidak fokus melihat ke depan.

Tanpa sengaja, ia malah menabrak seseorang sampai membuat kopi yang dibawanya tumpah mengenai baju orang itu.

Terang saja seseorang tersebut murka karena pakaiannya jadi kotor.

“Apa kau tidak memiliki mata?!”

Mendengar suara yang tidak asing membuat Poppy ragu-ragu untuk mengangkat kepalanya. “Mohon maaf, Pak.”

“Angkat wajahmu!

“Apa kau tidak memiliki telinga juga? Sudah kukatakan untuk mengangkat kepalamu!” sentak Ezra lagi karena Poppy tidak juga mengangkat kepalanya.

Karena desakan Ezra, Poppy tidak memiliki pilihan.

Wanita itu lantas mengangkat wajahnya dengan perlahan. Hingga Ezra bisa melihatnya dengan jelas.

“Kau ….” Mata pria itu menatap Poppy dengan ekspresi marah.

Rasanya, Ezra ingin mengamuk pada perempuan yang membuatnya sulit move on ini.

Lalu … kenapa tiba-tiba, mantannya itu bisa bekerja di perusahaannya?

Sadar kebingungan di wajah Poppy, Ezra pun mengendalikan ekspresinya.

Dengan nada mendominasi, pria itu tiba-tiba melanjutkan ucapannya, "Kembalilah. Aku akan memikirkan sanksi untukmu nanti.”

“Ba–baik, Pak.”

Dengan gugup, Poppy mengangguk. Ia langsung pergi begitu tak ada kata lagi dari Ezra meski dirinya bingung.

****

“Carikan informasi mengenai wanita yang tadi menumpahkan kopi pada kemejaku,” perintah Ezra kepada Kevin yang berstatus sebagai tangan kanannya.

“Baik, Pak, saya akan melakukannya.” 

“Lakukan sekarang juga! Aku sudah tidak sabar ingin mengetahuinya.” 

“Baik, Pak, kalau begitu saya permisi." 

Setelah kepergian Kevin, Ezra mondar-mandir bergerak tidak tenang. “Poppy … bagaimana bisa dia bekerja di perusahaanku sekarang?” gumamnya menerka-nerka. 

Tok tok tok!

Tidak lama ketukan pintu terdengar, mengalihkan perhatian Ezra. Pria itu lantas berseru, meminta seseorang yang ada di luar untuk masuk. Pintu terbuka, menampakan Kevin yang berjalan ke arahnya.

“Kau sudah mendapatkannya?” tanya Ezra tidak sabar.

“Sudah, Pak.”

“Berikan!” Ezra merebut kertas yang dipegang Kevin kemudian mulai membaca dengan teliti setiap bait yang tertulis di sana.  

Mata Ezra memicing kala merasa ada yang janggal dalam informasinya. “Apa kau yakin jika dia seorang janda?” tanyanya kepada Kevin. 

“Iya, Tuan, seperti yang tertulis di sana, wanita bernama Poppy ini baru diceraikan oleh suaminya. Sayangnya tidak ada informasi alasan apa yang membuat dia diceraikan.”

Ezra tersenyum miring karena memiliki asumsinya sendiri. “Kau boleh pergi.”

“Baik, Pak.”

“Ck! Apa dia mendekati nenek agar bisa kembali padaku?” gumam Ezra setelah kepergian sang asisten.

Kepalanya menggeleng merasa tidak habis pikir dengan jalan pikiran Poppy. 

“Tidak semudah itu, Poppy. Aku tidak akan membiarkan rencana busukmu berhasil,” gumamnya penuh tekad. Setelahnya, pria itu tersenyum penuh arti.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status