“Poppy, kudengar kau menumpahkan kopi di baju Pak Ezra. Apa itu benar?” tanya Rexi penasaran.
Dengan lemas, Poppy mengangguk.Terang saja hal itu membuat Rexi menutup mulutnya yang terbuka secara spontan. “Ini gila! Apa yang kau pikirkan sehingga berani melakukan itu?”“Itu bukan sebuah kesengajaan, Rexi.”“Ya … aku percaya padamu, mana ada yang berani melakukan hal kurang ajar seperti itu kepada Pak Ezra jika tidak ingin mati.”Poppy mengembuskan napas berat karena memikirkan nasibnya ke depan. “Apa setelah ini aku akan dipecat?”“Aku tidak bisa menjawabnya, tapi memang bisanya Pak Ezra akan memecat karyawan yang melakukan kesalahan fatal. Dan kau, sudah melakukannya.” Mendengar itu, Poppy semakin pusing. “Apa yang harus aku lakukan sekarang?”Bersamaan dengan itu, Sean tiba-tiba menghampirinya. “Poppy, kau dipanggil Pak Ezra ke ruangannya.”“Apa? A-ada apa?” tanya Poppy tergagap.“Aku tidak tahu, lebih baik kau segera temui beliau agar mengetahui alasannya.” “Tamat riwayatku,” lirih perempuan itu panik. Rexi bahkan hanya bisa mengusap pundak Poppy, seolah memberi semangat. “Semoga saja kesalahanmu masih diampuni.” “Aku harap begitu,” ujar perempuan itu lantas bangkit dan membawa langkah menuju ruangan Ezra. Tok tok tok!Poppy mengetuk pintu ruangan.Perlahan, ia membuka pintu setelah mendengar seruan dari dalam yang menyuruhnya untuk masuk.Nampak, Ezra yang sedang menghadap ke arah jendela berbalik kemudian melemparkan kemeja tepat di muka Poppy. Hal ini membuat langkah perempuan itu terhenti. Refleks, ia juga menangkap kemeja tersebut. “Karena tadi kau sudah membuatnya kotor, kau harus bertanggung jawab. Aku ingin pakaianku kembali bersih!” cetus Ezra. Poppy mengerjap beberapa kali untuk mencerna apa yang terjadi. Setelahnya, ia mengangguk dengan pelan. “Baik, Pak.” “Kau bisa pergi!”“Baik, Pak,” sahut Poppy kembali mencoba untuk bersikap biasa.Wanita itu berbalik kemudian melangkah.Namun, langkahnya terhenti karena Ezra tiba-tiba bicara. “Jangan lama! Jika dalam satu jam tidak menyelesaikannya, kau akan kupecat!”"Kau boleh pergi," tambahnya."Baik, Pak."Poppy kemudian keluar dari ruangan dengan perasaan kesal yang luar biasa. “Ck! Aku benar-benar sial karena malah bekerja dengannya,” keluhnya.Sementara itu, Ezra nampak terbahak-bahak di dalam ruangan. “Haha … ini baru permulaan, Poppy! Aku akan membalas perbuatanmu dulu padaku.”***Karena Ezra hanya memberikan waktu satu jam, Poppy langsung meminta izin kepada Sean untuk pergi laundry agar.Dengan langkah terburu-buru, wanita itu keluar dari kantor menuju jalan raya untuk menghentikan sebuah taksi.“Mau ke mana?” tanya Sopir taksi.“Saya ingin ke tempat laundry paling dekat dari sini,” jawab Poppy cepat. Ia memang kurang hafal dengan daerah sana.Untungnya, Pak Sopir mengerti. Dengan cepat, ia menjalankan mobil setelah menyetel tarif.“Ck! Andai tidak satu jam dia memberikanku waktu, lebih baik aku mencucinya sendiri,” gerutu Poppy pelan.Tak butuh waktu lama, ia pun tiba di tempat laundry.Begitu masuk, Poppy meminta tolong kemeja itu langsung dibersihkan. “Aku ingin selesai dalam waktu kurang dari satu jam,” paniknya karena waktu tersisa tinggal 47 menit lagi.“Saya akan melakukannya, tapi kau harus membayarnya lebih,” ujar Petugas laundry yang langsung membuat Poppy sakit kepala. Namun, ia tak punya pilihan.Dengan setengah hati, ia mengeluarkan uang yang pas-pasan. “Ya … saya akan membayarnya.”Setelahnya, petugas membawa kemeja milik Ezra dan dalam 30 menit, pakaian itu sudah kembali bersih dan rapi.Sesekali ia melihat jam pada ponselnya untuk memastikan jika ia tidak terlambat.“Maaf, Pak. Ini kemeja Anda,” ujar Poppy begitu tiba. Ia mengatur napasnya.Hanya saja, Ezra tidak langsung menerima.Ia langsung melihat waktu pada arloji yang melingkar di sana.“Kau terlambat,” ucap Ezra sembari menyunggingkan senyum licik. “Tidak, saya melakukannya tepat waktu!”Poppy tampak tidak terima karena sudah memastikannya dengan benar jika dirinya tidak terlambat.Namun, Ezra langsung menatap Poppy tajam.Pria itu mendekat dengan perlahan membuat Poppy langsung menunduk takut.Diulurkan tangannya untuk menunjukan waktu kepada Poppy.“Kau bisa melihatnya, di sini jelas sekali kau terlambat!”Karena penasaran, Poppy lantas menyamakan jam pada ponselnya dan arloji milik Ezra. Betapa lemasnya ia ketika menyadari jika pengaturan waktunya memang memiliki perbedaan. “Hanya beda satu menit, Pak.”“Kau bilang hanya? Satu menit bagiku bisa menghasilkan milyaran uang!” cetus Ezra dengan angkuhnya.Mendengarnya, Poppy ingin sekali membenturkan kepala pria itu saking muaknya.Sayangnya, ia tidak memiliki keberanian karena kini ia hanyalah seorang karyawan.“Maaf,” ucap Poppy pada akhirnya, “Lain kali, saya akan memastikan kembali untuk tidak terlambat.”Ezra langsung merasa puas kala melihat Poppy tunduk padanya. Namun, ia menutupi perasaannya dengan mengatakan, “Percaya diri sekali kau! Apa kau melupakan ucapanku tadi jika kau terlambat, maka aku akan memecatmu.”“Saya benar-benar menyesal, Pak. Mohon jangan pecat saya." “Tunjukkan penyesalanmu dengan bersujud padaku!” perintah Ezra.“Apa?” Seketika, wanita itu langsung mengangkat kepalanya untuk menatap Ezra dengan tatapan tidak percaya.Bagaimana bisa Ezra begitu kejam memerintahkannya untuk bersujud.Bukankah itu sangat keterlaluan? “Kenapa, tidak mau?” tanya Ezra sambil tersenyum meremehkan.“Ini keterlaluan, Pak.” Poppy mencoba protes.“Kau yang lebih keterlaluan, Poppy!”Bentakan Ezra membuat Poppy sadar jika yang sedang dilakukan pria di hadapannya adalah balas dendam dari perbuatannya di masa lalu.“Ezra,” gumamnya. "Jangan lancang! Bersikap lebih sopan, aku ini atasamu.""Maaf." “Lakukan atau kupecat!”Menelan ludahnya kasar, perlahan Poppy menjatuhkan lututnya dengan mata terpejam dan tangan terkepal. “Ezra … suatu saat kau akan menyesal,” ucapnya dalam hati.Lama, Poppy berlutut di kepada Ezra yang kini menatapnya dengan puas. Pria itu bahkan tersenyum miring. “Kau berdirilah.” Mendengarnya, Poppy lantas bangkit dengan perlahan. Namun, tubuhnya malah oleng karena kakinya kesemutan. Ia tidak kuat menahan bobotnya sendiri. Refleks, Ezra menangkap tubuh Poppy agar tidak terjatuh.Beberapa saat keduanya tertegun saat menyadari posisi yang begitu dekat. Sayangnya, itu tidak bertahan lama karena Ezra dengan kasar melepaskan. Buk!Tubuh Poppy yang belum sempat tegap pun terjatuh.“Aduh,” keluh Poppy meringis sambil mengusap pantatnya yang ngilu.“Ck! Jangan melakukan hal konyol, aku tidak akan terpengaruh.” “Memang apa yang kau pikirkan? Kakiku benar-benar lemas.”Ezra menatap Poppy tajam karena berani menyahuti ucapannya. “Sudah kukatakan untuk bersikap sopan, aku atasanmu sekarang.”“Siapa juga yang mengatakan jika kau ini bawahanku,” gumam Poppy yang masih dapat didengar oleh Ezra.“Kau … dasar jalang! Berani-beraninya bicara tidak sop
Untungnya, Poppy bisa mengendalikan diri!Sudah dua jam, perempuan itu memijat Ezra.Hal itu jelas membuat kakinya pegal dan kesemutan.Ia pun menggerakan kepala ke kiri dan ke kanan sambil memegang tengkuk untuk meregangkan lehernya yang sekarang terasa pegal. Hanya saja, Ezra yang merasa tak ada pijatan pun menghentikan gerakan jarinya di atas papan ketik.“Apa yang kau lakukan? Lanjutkan,” perintah Ezra dengan dingin.Buru-buru wanita itu kembali memijat pundak Ezra. “Aku tidak merasakan apa pun dari pijatanmu. Sebenarnya kau bisa melakukannya atau tidak?”“Maaf, Pak. Jika diizinkan saya ingin minum,” ujar Poppy mencoba menawar.“Tidak ada, aku saja tidak minum sejak tadi.”Poppy hanya bisa pasrah melakukan perintah Ezra. Wanita itu beberapa kali melihat jam pada monitor yang ada di depannya. Ia kembali mendesah karena jam pulang kantor sudah satu jam berlalu, tetapi Ezra belum menyuruhnya untuk berhenti.“Kau sedang apa? Jangan coba-coba untuk mengintip dan menyabotase proyek y
“Ck! Sebenarnya rencana apa lagi kali ini? Aku harap tidak menyusahkanku.” Poppy menggerutu sambil berjalan menuju unit apartemen milik Ezra. Menoleh ke kanan dan ke kiri ketika ia melewati beberapa pintu untuk memastikan agar tidak terlewat. Hingga akhirnya ia menemukan unit yang dimaksud."Kenapa lama sekali?" Wanita itu mengeluh karena sudah menekan bel beberapa kali, tetapi Ezra tidak kunjung membukanya. “Apa dia sedang mengerjaiku?” Lagi-lagi Poppy mengeluh karena kakinya mulai pegal menunggu tanpa kepastian. Hampir satu jam Poppy berada di sana sampai orang-orang yang kebetulan lewat menatapnya heran.Malu? Sudah jelas. Hanya saja rasa kesal lebih mendominasi. "Bilangnya jangan terlambat. Tapi lihatlah, dia malah membuang-buang waktuku!" Tidak ingin menunggu lebih lama lagi, Poppy putuskan untuk pergi. Namun, saat ia akan melangkah tiba-tiba pintu dibuka membuat Poppy mengurungkan niatnya. Wanita itu kembali berbalik dan menatap Ezra yang menguap dengan jengah.“Kau beri
“Poppy, dari mana saja kau? Sejak tadi Pak Ezra menanyakanmu!”“Mohon maaf, Pak. Tadi saya memiliki keperluan.”“Apa itu lebih penting daripada pekerjaanmu?”Tentu saja! Ingin sekali Poppy membalas Sean. Sayangnya ia tidak mungkin mengatakan tentang kontrak yang diperbaharui kemarin.“Maaf.”“Ck! Ya sudah, lebih baik kau segera temui Pak Ezra.”“Baik.” “Sekarang dia akan melakukan apa lagi padaku?” Poppy menebak-nebak saat ia baru tiba di depan ruangan Ezra.Tok! Tok! Tok!Ezra langsung menegakkan tubuhnya, menatap Poppy dengan senyum penuh arti.“Dari mana saja kau?” “Seperti yang Anda perintahkan sebelumnya, saya baru datang dari apartemen Anda, Pak.”“Ck! Apa kau yakin sudah membereskan semua ruangan?”“Sudah, Pak.” “Kalau begitu sekarang buatkan aku kopi! Sejak tadi tenggorokanku kering karena menunggu pekerjaanmu yang lama.” Tidak protes, Poppy langsung mengerjakan perintah Ezra.“Kalau haus yang tinggal minum. Kenapa harus menungguku?” Poppy melampiaskan kekesalannya dengan
“Hahaha ….” Ezra memegang perutnya yang hampir saja kram karena tertawa terlalu lama.Melihat Poppy yang gugup menjadi hiburan baginya.“Kau tenang saja, aku bukan pria yang haus belaian. Buka matamu! Aku masih memakai celana.”Perlahan Poppy membuka mata, dan benar saja pria itu mengenakan celana pendek. "Pikiranmu terlalu kotor, kau harus mencucinya!" cetus Ezra lalu memakai pakaian.Setelah kemeja dipasang, Ezra meminta Poppy untuk mengancingkannya. Tidak lagi protes, Poppy pun melakukannya. "Pasangkan juga dasinya!" "Baik." Gerakan Poppy tiba-tiba terhenti ketika Ezra menyentuh dahinya. Ia mendongak, sehingga bertemu pandang dengan Ezra tanpa sengaja. "Aku hanya ingin memastikan jika karyawanku baik-baik saja." Ezra menarik tangannya, membuat Poppy kembali memasangkan dasi. "Sudah selesai, Pak." Poppy mundur beberapa langkah. "Hemm." Pria itu pergi ke meja makan. "Kenapa berdiri di situ? Ayo duduklah!" Ragu-ragu Poppy bergabung dengan Ezra. "Kau memasak terlalu bany
Poppy heran melihat barang yang ada di paperbag.“Untuk apa pakaian ini?” “Aku harus menghadiri undangan, kau dataglah bersamaku nanti malam.” “Tapi—” “Kau tidak lupa dengan kontrak yang sudah kau tandatangani ‘kan?” Perempuan itu bungkam. Lagi-lagi kontrak konyol yang ia tandatangani membuatnya tidak berkutik.“Baik.”“Nanti malam aku akan menjemputmu. Kau dandan yang cantik agar tidak membuatku malu!” "Baik," ucap Poppy yang sudah kebal dengan ucapan tajam Ezra. "Kau boleh pergi!" "Baik, Pak. Saya permisi." “Poppy, apa yang kau bawa?” Sean melirik ke arah paperbag yang sedang Poppy jinjing.“Ah, ini baju. Waktu itu saya memesannya secara online, dan kurirnya saya minta antar ke mari saja.” Lagi-lagi Poppy harus mencari alasan karena tidak ingin cerita masa lalunya diketahui orang. “Oh, baiklah. Apa kau tidak mendapatkan perintah dari Pak Ezra?” “Tidak, Pak.” “Kalau begitu kau bantu Rexi membersihkan kaca di lantai tiga.” “Baik.” Segera Poppy bergabung dengan Rexi. Ka
“Apa sebenarnya yang kau tangisi sampai wajahmu menjadi seperti itu?”Ezra menatap wajah Poppy yang sembab dengan penuh selidik.Kemungkinannya ada dua, antara memikirkan mantan suaminya yang tampak mesra dengan Seren tadi malam. Atau memikirkan anaknya yang sudah tiada.“Maaf.” Poppy tidak ingin menceritakannya kepada Ezra. Sehingga mengundang kekesalan pada pria itu.“Aku tidak menyuruhmu minta maaf. Lebih baik kau cuci muka yang benar! Jangan tunjukan wajah menyedihkan itu padaku. Benar-benar memuakkan,” omel Ezra sambil berlalu ke kamar mandi. Sementara Poppy keluar dari kamar Ezra lalu mencuci muka di wastafel.Perempuan itu mengembuskan napas berat–mencoba menahan sesak di dada. “Ayo Poppy, kamu harus semangat! Dunia belum berakhir,” ujarnya menyemangati diri.Setelahnya Poppy kembali melanjutkan tugasnya.“Pakaiannya sudah saya siapkan, Pak.”Langkah Ezra terhenti lalu berkata, “Kalau begitu bantu aku pakai baju!”“Baik.”Segera Poppy mengikuti Ezra ke ruang ganti. Perempuan
“Rexi, terima kasih. Berkatmu, aku bisa lolos dari pertanyaan Pak Sean tadi.”“Sama-sama, Poppy. Aku tahu kau sangat tertekan dengan kelakuan Pak Ezra.”Poppy mengangguk dengan wajah yang memelas. “Sekali lagi terima kasih.” “Sudahlah, kau tidak perlu terus-menerus berterima kasih padaku. Aku bahkan tidak melakukan sesuatu yang berarti. Lebih baik kau makan sebelum Pak Ezra mengganggumu dengan perintahnya yang konyol!” “Kau benar.”Perempuan itu lantas makan. Namun, baru beberapa suap bunyi telepon mengganggu mereka.Segera Poppy mengangkatnya. “Selamat siang, ada yang bisa kami bantu?”“Poppy, kau kemarilah!” Tut!Telepon langsung dimatikan secara sepihak. Ezra tidak memberikan Poppy kesempatan untuk protes. “Ada apa?” Rexi menatap Poppy khawatir saat melihat raut wajah temannya muram.“Pak Ezra menyuruhku untuk menemuinya.” “Ck! Padahal kau baru saja akan makan.” “Mau bagaimana lagi?” Tidak dapat menolak, Poppy segera menemui Ezra di ruangannya.“Selamat siang, Pak. Apa ada