Share

2. Nice To Meet You, Sagara!

"Apa mama bilang?! Temen kamu itu penipu!"

Ini baru hari ketiga dan Sagara sudah menghela nafas kasar entah untuk keberapa ribu kalinya. Lelaki itu mengusap telinganya yang hampir berdengung setelah kembali mendengarkan ocehan dari sang mama.  Sembari menggeret koper sedang dibelakangnya, Sagara berhenti sebentar lalu mengengok kebelakang setelah berhasil keluar dan berjalan kurang lebih 100 meter dari rumah indekos yang sempat dihuninya selama 3 hari kemarin.

"Masa magang belum dimulai dan kamu bahkan sudah hampir kehabisan uang! Pergaulan ibukota memang keras, ditambah anak blangsak itu juga kurang ajar! Sudah syukur mama nggak melaporkan dia ke polisi!" 

Cukup sial atau sangat sial? Mati- matian Sagara meminta restu dari mamanya yang sangat overprotektif itu agar diizinkan merantau ke ibukota guna mengikuti program magang yang sudah lama dia apply. Tapi baru sampai saja dia sudah kena tipu?

Sagara memang berencana untuk menempati rumah kos yang dulunya ditempati oleh salah satu teman SMA nya. Temannya itu lebih dulu merantau ke ibukota dan katanya mendadak pindah tugas sehingga kos yang sudah dibayarkan per tahun terpaksa ditinggal. Tak mau mubazir, dia menawarkan over kontrak yang tinggal sisa 6 bulan pada Sagara. Lelaki menuju seperempat abad itu juga tak pikir panjang langsung menerimanya, mengingat harga yang ditawarkan cukup masuk akal dan dia tidak perlu lagi susah- susah mencari rumah indekos yang sesuai. Setidaknya begitu pikirnya.

Tapi apa daya? Rupanya dia masih terlalu naif. Sagara baru tahu dia ditipu setelah pemilik kos datang marah- marah dan justru memintanya untuk membayar biaya sewa yang telah tertunggak sejak lama. 

Oke, mungkin Sagara hanya sedang sial.

"Mama nggak mau dengar alasan apapun lagi! Pokoknya sementara waktu kamu nggak usah sok-sok an mencari kos sendiri! Kamu akan tinggal di rumah temen mama!"

Mutlak! Kalau sang mama sudah bertitah dengan nada seperti ini, Sagara tidak bisa lagi menyanggah. Mamanya memang acap kali bertindak seolah Sagara masih bocah yang belum bisa mandiri. Namun begitu Sagara ingin membuktikan bahwa ia telah dewasa, kejadian ini justru membuat mamanya semakin tidak mempercayainya. 

Lelaki usia dua puluh tiga dan bahkan tidak diberi kepercayaan untuk tinggal kos sendiri. Sekarang justru dititipkan untuk tinggal di rumah seorang teman mama? 

"Tapi ma—"

"Nggak ada penolakan! Ini keputusan final! Mama juga sudah ngomong sama temen mama itu dan dia setuju! Pokoknya mulai hari ini kamu akan diawasi dan tinggal sama dia sampai masa magang enam bulan kamu itu selesai! Atau setidaknya sampai mama bisa kembali pulih percaya sama kamu!"

Panggilan dimatikan sepihak. Sagara tak dapat berbuat apa selain terpaksa menerima keputusan sang mama. Setidaknya untuk sekarang, dia tidak punya pilihan lain. Uang yang tersisa di rekeningnya mungkin tak akan cukup untuk membayar uang sewa kos baru secara mendadak. Apalagi setelah sang mama memblokir beberapa rekeningnya, katanya takut Sagara dimanfaatkan orang lagi. 

Ponselnya bergetar kembali. Alamat lengkap dengan detail keterangan nomor rumah hingga warna cat pagar dikirim oleh sang mama. Apa yang dapat Sagara lakukan sekarang adalah membuka aplikasi ojek online dan dengan pasrah menuju alamat yang dilampirkan.

Selama diatas kendaraan roda dua, pikirannya bergemuruh lagi. Entah akan seperti apa kehidupan magangnya selama enam bulan kedepan. Dikekang atau bahkan harus menghadapi kesinisan sebagai seseorang yang berstatus 'numpang' di rumah orang? 

Tenggelam dalam lamunan membuat lelaki itu bahkan tak sadar bahwa ia hanya perlu sepuluh menit untuk sampai. Driver ojol harus memanggilnya berulang kali karena Sagara tak kunjung turun.  

Segera setelah membayar, barulah Sagara kembali pada dunia nyatanya. Hampir melongo kala menyadari dia berhenti di depan sebuah rumah mewah kelewat besar. Buru- buru ia membuka kembali pesan dari sang mama, memastikan bahwa dia berada di alamat yang tepat karena khawatir dia salah alamat lagi.

Sagara meragu, berusaha menekan jiwa noraknya agar tak sampai kelamaan menganga. Apa dia akan tinggal di rumah sebesar ini? Seperti apa teman mamanya hingga bisa memiliki hunian semewah ini?

Bukannya apa, keluarga Sagara di kotanya  juga sebenarnya termasuk cukup berada. Tapi hanya dengan melihat tipe hunian dan deret merk mobil yang berjejer di garasi dengan jelas menggambarkan situasi keuangan keluarga ini berada jauh diatasnya.  Gila, kok Saga tidak tahu kalau mamanya punya sahabat konglomerat begini?

Lamunannya buyar ketika pintu gerbang besar itu terbuka sendiri bahkan sebelum dia membunyikan bel atau apapun. Seorang penjaga mendekat kearahnya dengan sebuah senyum ramah.

"Mas Sagara, betul?"

Sagara mengangguk bingung, apalagi setelah penjaga tersebut menjabat tangannya ramah. 

"Perkenalkan, saya satpam di rumah ini, Imran, mas," ujarnya.

Sagara tersenyum simpul, "Sagara," balasnya.

"Silahkan masuk, mas!"

Sagara masih bengong, "bapak nggak mau cek ktp saya dulu?"

Bagaimana bisa Pak Imran langsung mengenali dan langsung percaya begitu padanya?

Pak Imran menggeleng dibubuhi senyuman ramah, "Nyonya tadi sudah share fotonya mas Sagara," balasnya.

Sagara mengangguk lalu mengekor setelah Imran dengan lugas mengambil koper sedang bawaannya. Menuntun Sagara semakin masuk dan makin mendekati areal pintu utama yang kini telah terbuka lebar serta menampakkan seorang wanita parubaya yang tersenyum lembut kearahnya. Pakaian dan pembawaannya lumayan modis, mungkin wanita itu sepantaran dengan usia mamanya. Inikah teman mama?

Begitu Sagara mendekat dan berusaha salim tangan, wanita itu justru balik menunduk.  Cukup heran namun lebih heran lagi saat wanita itu memperkenalkan dirinya sebagai pembantu rumah tangga. 

Bahkan pembantunya pun se-modis ini? 

Sagara hanya bisa mempertahankan senyum kikuk dan mengekor kala Ibu Widya, mengarahkannya pada sebuah kamar yang sepertinya akan menjadi tempatnya.

"Mas Sagara bisa beristirahat lebih dulu dan jika ada hal lain yang mas perlukan, bisa memanggil saya ataupun Imran," ujarnya sopan. 

Sagara mengangguk berterima kasih. Sempat menyelipkan pertanyaan yang menurutnya juga penting untuk ditanyakan terkait dimana pemilik rumah ini. 

"Nyonya masih bekerja, biasanya beliau akan pulang larut. Namun beliau sudah menitipkan Mas Sagara kepada kami, jadi apapun yang mas perlukan tinggal info kepada kami ya, mas!" 

Usai Bu Widya pamit undur diri, Sagara masuk ke kamarnya dan bergegas membersihkan diri dan lanjut membongkar muatan. Barang- barangnya tidak terlalu banyak sehingga dia juga tidak butuh waktu yang lama untuk merapikan semuanya. Begitu pula panggilan lanjutan dari sang mama yang memastikan bahwa putra semata wayangnya telah sampai pada tempat yang seharusnya. 

Meskipun telah berada di tempat yang seharusnya, Sagara masih merasa gusar. Terutama pada teman kos yang menipunya itu. Sejak pagi Sagara telah berusaha menghubungi, namun nomornya tidak aktif. Sagara juga tidak menemukan akun media sosialnya sama sekali. Sialan, dia benar- benar berniat menipu rupanya.

Daripada gondok sendiri, Sagara pada akhirnya keluar dari kamarnya. Masih ingat bahwa saat ini berada di tempat asing dan dia perlu penyesuaian. Ibu Widya tadi juga sempat menginfokan untuk turun karena makan malam telah siap di meja.

Tidak ada siapapun di meja. Sagara terang saja tidak berani seenaknya duduk disana tanpa ada yang mempersilakan. Maka pada akhirnya dia memulai tur mini untuk sekedar mengetahui seperti apa lingkungan tinggalnya ini. Mulai dari anak tangga melingkar yang berada tepat disamping kamarnya. Turun menemukan ruang tamu dan dan lemari besar tengah ruangan berisi beragam buku. 

Beberapa judul menarik perhatiannya, sepertinya koleksi buku- buku ini akan jadi teman yang menyenangkan baginya.

Saat masih fokus meneliti beberapa judul buku, satu colekan di bahu membuatnya berbalik. Temuan pertamanya membuat Sagara makin menyadari sebuah penggalan kalimat bahwa selalu ada hal baik dibalik setiap kejadian.  Penampakan manis dengan sebuah senyum lembut menyapa dunianya yang kelam.

"Hi, Nice to meet you, Sagara!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status