Share

Terjerat Hasrat Anak Magang
Terjerat Hasrat Anak Magang
Penulis: Estaruby

1. Mirip Herder

"Masih magang kok sudah berani terlambat? Anak magang zaman sekarang memang selalu seenaknya, ya?"

Sindiran keras dari lelaki parubaya dibelakangnya berusaha diabaikan Sagara. Lelaki itu hanya tersenyum kecil sembari mengangguk sopan sebagai tanggapan. Telinganya panas—begitupula hatinya yang sudah teramat geram. Apa yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah mengabaikan sindiran- sindiran pedas yang kalau dia ladeni bisa berpotensi mengoyak jejak karirnya. Untuk saat ini, biarkan saja lelaki tua yang masih memandanginya dari atas sampai bawah itu menggonggong sendirian.

Tag nama yang tergantung di lanyard miliknya jelas menerangkan statusnya sebagai anak magang di perusahaan ini. Juga penampilannya dengan kemeja flanel dan jeans hitam yang nampak kasual—kontras dengan kebanyakan karyawan yang tampil klimis. Bagian ini jelas bukan sebuah kesalahan, baik karyawan tetap ataupun karyawan megang di divisi fototografi memang berpenampilan sepertinya, kok.

Tangannya sibuk membenahi backpack hitamnya yang sesak dengan peralatan sembari mengusap kembali keringat di dahinya. Meskipun saat ini dirinya berada dalam lift perusahaan yang sebenarnya cukup dingin, hawa panas akibat berlarian menembus kemacetan tadi masih membekas. Kalau bukan karena demi menyelamatkan laporan magangnya, Sagara mungkin tidak akan berusaha sekeras ini.

Lift berdenting ketika ia sampai pada lantai tujuan. Tanpa memperdulikan pak tua yang masih menatapnya sentimen, kaki panjangnya dengan sigap melangkah keluar dan mulai berlari menembus sibuknya manusia- manusia pekerja konten. Syukurnya di lantai ini dia tidak akan menemukan jenis makhluk kolot seperti pria di dalam lift tadi.

Begitu berhasil meraih gagang pintu ruangan, Sagara langsung menjadi pusat perhatian. Manusia- manusia yang masih berkutat dengan rapat mingguan itu jelas menatap heran pada Sagara yang masuk ngos-ngosan. Setelah berulangkali memohon maaf, pria itu mengeluarkan SD card dari tasnya dan menyerahkannya pada salah satu senior yang berjalan mendekat sembari tersenyum tak enak hati padanya.

"Thankyou, Sagara! Sorry banget jadi ngerepotin lo!" 

"Sama- sama, mas," balas Sagara seadanya. Dia masih berusaha mengumpulkan nafas. 

Riuh suara manusia dibelakangnya mulai bergema. "Kebiasaan benget lo, Vid! Untung Sagara bisa dapetin itu tepat waktu. Coba kalau nggak? Udah dipotong leher lo sama Bu Lia!" celetuk salah satu rekan.

Keterlambatan Sagara hari ini jelas bukan tanpa sebab. Pria itu tadinya sudah hampir sampai kantor tiga puluh menit sebelum jam masuk. Namun salah satu seniornya, David, memintanya untuk mengambil SD Card yang tertinggal di warung nasi padang tempat mereka makan malam bersama tim semalam. Sebagai anak magang, Sagara tentu hanya bisa menurut.

"Jangan mentang- mentang dia anak magang, ya! Habis ini minimal lo traktir makan siang tuh Sagara!" usul karyawan lainnya. 

David mengangguk lalu kembali menoleh sembari menepuk bahu Sagara. "Lunch's on me! Thankyou banget, bro!" ujar David lagi. 

Sagara tersenyum kecil sebelum undur diri dari ruangan. Saat keluar, dirinya hampir saja menabrak manusia lain dibelakangnya. Tubuh tinggi Sagara syukurnya bisa menahan keseimbangan mereka berdua sehingga tak ada satupun yang terjatuh. Netranya sempat menangkap penampakan dingin yang menatapnya datar itu.

"Mau sampai kapan kamu berdiri di depan pintu? Menghalangi jalan!" 

Nada dingin bersamaan dengan tepisan tangan Sagara yang bertengger di punggung wanita itu. Begitu dia bersuara, kegaduhan di dalam ruangan juga mereda. Sagara bertahan menatap tiga detik sebelum akhirnya sadar dan menurunkan pandangannya. Memilih mengindari pandangan dingin wanita nomor satu yang merupakan pemimpin mereka itu. 

Segera setelah dia menyingkir, sang pimpinan dan sekretarisnya masuk kedalam ruangan rapat, menutup pintu pula. Sagara yang membatu sebentar akhirnya sadar dari lamunan dan segera menuju ruangan dimana teman- teman seperjuangannya berada. Kembali mengerjakan tugas- tugas anak magang. 

"Kebanjiran dimana lo, bro? Deketan sama Bu Lia emang bikin gerah ya, Gar?"

Sagara mendengus menghadapi ledekan temannya itu. Melalui ruangan kaca ini, jelas Mario telah menyaksikan semuanya secara jelas. Mulai dari Sagara yang masuk dengan lari kesetanan hingga  aksi tabrak menabrak tadi. 

"Ada tugas apa kita hari ini?" ucapnya mengalihkan. Sagara langsung merebut air mineral milik Mario, meneguknya hingga tandas sembari mengintip jadwal dalam tab milik lelaki dengan rambut panjang itu.

Mario berdecak sebal namun tetap menggulir layarnya, "nanti jam sebelas ikut timnya Mbak Davina shooting produk skincare di Studio 1. Coba lo tebak modelnya siapa?!"

Alis Sagara terangkat satu. Menilai dari ekspresi Mario, sudah pasti model yang di hire ini selebgram atau influencer wanita yang bening plus punya body aduhai. Sebagai teman satu angkatan selama magang sebulan ini, sedikit banyaknya Sagara tahu kecendrungan sohibnya satu itu. 

Tapi Sagara tidak dalam mood untuk menerka- nerka. Lagipula dia tidak tahu terlalu banyak tentang model ataupun influencer. Meskipun dia juga seorang freelancer fotografer, obyek yang diambil kebanyakan street ataupun landscape. Kalaupun memotret model, biasanya dia hanya sekedar potret sesuai konsep yang diinginkan, bukan menentukan sendiri dari orang- orang yang katanya terkenal itu. 

Melihat Sagara yang nampaknya tidak antusias, Mario menggulir layar tabnya, Menunjukkan feed media sosial dengan kolase foto wanita cantik sesuai dugaan—dengan body super. 

"Main sosmed dikit, bro! Kita ini kerja di bidang kreatif!" ujar Mario. 

Sagara mengendikkan bahu perlahan, dia tidak begitu peduli. Lagipula dia main sosmed, kok! Meskipun hanya untuk posting portofolio jepretannya ataupun mendapat client darisana. 

Lelaki dua puluh lima tahun itu akhirnya berhasil mengeluarkan laptopnya. Kali ini dengan sat set mentransfer data dari kartu memori usai semalam memotret. Sekarang adalah waktunya untuk mensortir jepretan dan melakukan sedikit final touch up sebelum foto- foto itu disetorkan pada atasan. 

"By the way Gar, lo mau ikut ngumpul ngga nanti malem? Di tongkrongan biasa. Ada cewek- cewek juga," ajak Mario.

Sagara dengan santai menggeleng sementara Mario semakin heran dengan kawannya tersebut. 

"Kenapa, sih? Lo bukannya tinggal di kosan putri yang ada jam malemnya, kan? Tiap gue ajak ngumpul ngelak mulu, lo!" kesal Mario.

Sagara hanya bisa tersenyum kecil, "emang gitu kalau tinggal sama keluarga jauh. Tante gue bawel! Males banget kalau ketauan terus nantinya dia cepu sama nyokap. Sorry ya gue skip dulu," tolak Sagara halus. 

Mario mengerutkan keningnya, "gue deh yang minta izin sama tante lo. Gimana?"

Sagara kembali menggeleng, "nggak bakal bisa! Tante gue galak kaya herder!" ujarnya dengan tawa.  Sagara yang rupanya masih kehausan pun akhirnya meningalkan Mario menuju pantry. Membawa tumblr kesayangannya sembari berencana mencomot beberapa jajanan untuk mengisi perutnya. Namun belum sampai pantry, tangannya ditarik menuju tempat penyimpanan. Punggungnya terbentur pada dinding bersamaan dengan sepasang mata kucing yang menggerayangi dadanya—berdiri begitu dekat dengannya. Sebenarnya tanpa melihat pun Sagara tahu siapa orangnya, wanginya terlalu familiar.

Meringis sebentar sebelum akhirnya tersenyum miring pada wanita dengan kemeja ketat yang  kini menempel dengannya. Menampakkan wajah cantik setengah manyun memandangnya tidak terima.

"Nggak takut ke-gep sama yang lain?" Tanya Sagara sembari menaikkan sebelah alisnya. Tangannya sudah melingkar di pinggang kecil sang wanita, bersiap bergerak lebih turun sebelum akhirnya si wanita menahan pergerakan tangan nakalnya.

"Siapa yang kamu bilang mirip herder?" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status