Share

WANITA DI VIDEO CALL SUAMI
WANITA DI VIDEO CALL SUAMI
Penulis: Reinee

SOSOK WANITA DALAM VIDEO CALL

"Astaghfirullah, itu siapa, Mas?" tanyaku tiba-tiba saking kagetnya.

 

Mataku sampai terbuka lebar saat mendadak kulihat satu bayangan mencengangkan di cermin yang berada tepat di belakang Mas Arman, tempat dia melakukan video callnya denganku pagi ini.

 

Gambar itu memang tidak terlihat terlalu besar, tapi sangat jelas sekali di penglihatanku bahwa itu adalah sosok wanita yang sedang berganti pakaian. 

 

Mas Arman, suamiku, yang saat ini katanya sedang ada tugas dinas di luar kota dan bilang sedang menginap di sebuah hotel di Surabaya ternyata bersama dengan seorang wanita di dalam sebuah kamar? Apa yang pria dan wanita lakukan di dalam satu kamar seperti itu?

 

Sangat tidak mungkin jika kantor membiarkan karyawannya yang bukan suami istri untuk tinggal dalam satu kamar. Lagipula, mataku belum rabun. Jelas-jelas itu adalah seorang wanita yang sedang melakukan kegiatan berganti pakaian. Kenapa bisa dengan santainya melakukan hal itu di depan suamiku?

 

Dengan wajah yang sama terkejutnya denganku, Mas Arman sontak menoleh ke belakang ke arah yang tadi kutunjuk. Dan mendadak, layar ponsel di hadapanku tiba-tiba berubah posisi, lalu terbolak-balik, dan akhirnya sambungan pun terputus. Ada apa ini? 

 

Jantungku berdegup kencang saat beberapa kali kucoba menghubungi ponsel Mas Arman lagi dan selalu saja 'ended call' sesaat setelah diangkat. 

 

Pikiranku jelas melayang ke hal-hal yang tidak-tidak. Bagaimana mungkin kejadian itu bisa terjadi? 

 

Namun belum juga diriku memahami semuanya, tiba-tiba panggilan Mas Arman masuk ke ponselku lagi. Tapi kali ini hanya panggilan audio, bukan video call seperti sebelumnya.

 

"Halo, Sayang. Maaf ya sambungan terputus. Tadi nggak tau kenapa putus-putus, trus tiba-tiba sinyal ilang," katanya menjelaskan. Dan apakah aku percaya? Tentu saja tidak.

 

"Tadi itu siapa, Mas? Kok ada wanita di kamar Mas? Mas beneran lagi nginep di hotel?"

 

"Ya bener dong, Sayang. Memangnya mau nginep dimana lagi? Wanita apa sih? Nggak ada wanita kok. Aneh-aneh saja Kamu tuh. Perasaan kamu aja kali, Ra." 

 

"Masa' sih? Raya lihat jelas lho Mas tadi. Coba deh, sekarang Mas video call ulang ya, Raya pengen lihat isi kamar Mas Arman," kataku penasaran.

 

"Buat apa, Sayang? Paranoid amat Kamu." Terdengar suamiku nampak terkekeh.

 

"Bukan paranoid, Mas. Cuma pengen mastiin aja yang aku lihat tadi bener apa tidak." Aku tetap ngotot.

 

"Jangan aneh-aneh ah. Udah dulu ya, ini Mas udah telat banget lho. Mau ada meeting sama boss bentar lagi. Nanti aja Mas VC lagi. Okay?"

 

Dan dia pun segera memutus sambungan teleponnya setelah mengucapkan salam seperti biasanya. 

 

 

Sesaat setelah sambungan telepon berakhir, aku termenung. Apalah dayaku ini yang hanya seorang ibu rumah tangga dengan seorang anak di rumah. Tidak mungkin aku menyusul suamiku ke Surabaya saat ini juga untuk bisa tahu apa yang sedang dilakukannya sebenarnya disana. 

 

Meskipun jarak kota kami dengan kota itu memang tidaklah terlalu jauh. Tidak membutuhkan waktu sampai seharian penuh jika menggunakan mobil pribadi. Tapi mobil pribadi siapa? Punya juga tidak. Sedangkan untuk pergi kemana-mana saja aku juga cuma mengandalkan motor matic, yang itupun masih dicicil angsurannya sama gaji Mas Arman. 

 

Jadi apa yang bisa aku lakukan sekarang selain menangis dan memikirkan hal-hal yang tidak-tidak? 

 

 

***

 

 

Peristiwa pagi itu benar-benar membuat mood ku hilang seharian. Seperti ini ternyata rasanya mencurigai seorang suami yang kemungkinan berbuat serong namun tidak bisa berbuat apa-apa karena keadaan? 

 

Sampai saat siang harinya aku menidurkan anak semata wayang kami, pikiranku masih saja dihantui bayangan wanita di cermin dalam kamar Mas Arman. Menjijikkan sekali karena sampai nyaris tanpa busana di dalam satu kamar dengan suami orang. Ya Allah. 

 

Saat Keanu, anak semata wayang kami yang berusia 3 tahun sudah terlelap, tiba-tiba aku baru terpikirkan akan sesuatu. Kuraih ponsel dan aku beringsut keluar kamar untuk melakukan panggilan. 

 

"Selamat siang, dengan Dewangga Property & Estate, ada yang bisa kami bantu?" sapa lembut dan formal suara seorang wanita di seberang.

 

"Ee ... iya Mbak. Mohon maaf, Saya istri Pak Arman Firmansyah, supervisor bagian pemasaran. Boleh saya tanya sesuatu?" tanyaku sedikit terbata. 

 

Ini pertama kalinya aku menelpon ke kantor suamiku. Sebelumnya aku sama sekali tidak pernah ingin tahu dan mencampuri urusan pekerjaan suamiku, karena kulihat semuanya baik-baik saja sampai pagi tadi.

 

Selama ini, kulihat Mas Arman juga selalu melakukan tugasnya sebagai suami dan ayah yang baik. Sedangkan aku juga hanya berkutat seputar pekerjaanku sebagai IRT yang taat. Tapi kali ini sepertinya aku harus melakukan hal yang diluar kebiasaanku. 

 

"Iya, silahkan ibu, ada yang bisa kami bantu?"

 

"Apakah suami saya benar sedang ada tugas ke Surabaya?"

 

"Tunggu sebentar ya, Bu. Coba saya cek dulu."

 

Sejenak tak ada lagi suara wanita itu. Hanya sesekali terdengar seperti suara keyboard yang sedang ditekan.

 

"Ibu," panggil wanita tadi.

 

"Ya, Mbak."

 

"Benar. Pak Arman memang sedang ada di Surabaya sekarang."

 

"Boleh saya tau dengan siapa saja beliau disana, Mbak?"

 

"Beliau bersama semua tim Marketing, Bu. dipimpin oleh Bu Anggi," kata wanita itu menjelaskan.

 

"Maaf, Bu Anggi itu siapa ya, Mbak?"

 

"Bu Anggi Marketing Manajer di perusahaan kami, Bu."

 

"Oh, begitu. Ya sudah, Mbak. Terima kasih. Mohon maaf sebelumnya sudah menganggu." Aku segera mengakhiri panggilan telepon ke kantor suamiku itu.

 

 

 

Mas Arman ternyata benar. Dia memang tidak berbohong tentang perjalanan dinasnya ke Surabaya. Tapi kenapa aku begitu kacau saat mendengar penerima telepon tadi menyebutkan nama Manajer Marketingnya? Apakah wanita yang kulihat di dalam kamar Mas Arman itu yang bernama Bu Anggi? Tapi Bagaimana sekarang caraku untuk tahu? Apa yang bisa kulakukan dengan kondisiku yang serba terbatas seperti ini?

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status