Semua Bab Between Revenge and Love: Bab 31 - Bab 40
67 Bab
BEBAS
Liam menghela napasnya dalam-dalam. Ia akhirnya bisa kembali pulang ke indekosnya. Setelah lebih dari sebulan seperti berada di penjara, ia bebas juga. Kondisi di tubuhnya telah membaik. Selain itu, bobot tubuhnya pun bertambah cukup banyak.Apa yang bisa dilakukan oleh mereka yang mengalami cidera selain berbaring dan bersantai-santai? Tak ada. Oleh karena itu, bersantai sebulan lebih membuatnya naik hingga enam kilogram.Liam yang dulu kurus, sekarang nyaris tak terlihat lagi. Perutnya yang semula cekung, kini telah rata dan siap untuk ditempa dengan olahraga.“Liam, saya harap kamu jangan dulu melakukan kegiatan yang memerlukan banyak tenaga. Meski hasil rontgen membuktikan keadaan rusukmu telah membaik, tolong tetap beri waktu lebih untuk tubuhmu melakukan recovery,” ucap dr. Anthony.“Baik, Dok. Saya mengucapkan terima kasih karena telah bersedia untuk mengobati saya sampai tuntas.”“Sama-sama,
Baca selengkapnya
ORANG TAK DIHARAPKAN
Hari ini adalah hari pertama Andini berangkat kuliah. Setelah melalui pertengkaran yang hebat dengan Lukman, akhirnya ia bersedia untuk kembali belajar dan memulai semuanya dari nol.Karena kejadian waktu itu, suasana di mobil menjadi hening. Andini tak berniat untuk membuka suaranya. Ia membuang pandangannya ke luar jendela. Hal serupa juga dilakukan oleh Liam. Ia tak peduli jika Andini marah karena keteguhannya.Bagi Liam, perasaan adalah penghalang baginya untuk membalas dendam. Lagipula, di sana ia tidak bisa melakukan apa pun. Tak ada kartu akses ke pabrik sabu yang dipikirnya bisa dicapainya dengan mudah. Ia juga tak bisa sembarang menggunakan jaringan publik karena segala isi di ponselnya bisa diretas kapan saja oleh orang-orang Adimas. Ia butuh jeda untuk berpikir dan melancarkan sebuah rencana.Setibanya mobil mereka terparkir di lapangan, tanpa basa-basi, Andini langsung bergegas keluar dan menutup pintu mobil dengan sedikit bantingan.
Baca selengkapnya
MASA LALU YANG SELESAI
“Andini!” Michelle berhasil menghentikan langkah Andini yang tergesa-gesa meninggalkan kelas. Tiga kali ia menyebut nama itu, hingga akhirnya pemilik nama itu mau menghentikan langkahnya dan diam di tempat untuk beberapa saat.Michelle segera menghampirinya. Perempuan itu berkulit putih, rambutnya lurus sepinggang dengan poni menyamping ke sebelah kiri. Badannya sangat ramping seperti model-model yang sering wara-wiri di televisi.“An.. Bisa kita bicara sebentar?” tanya Michelle lembut.Andini masih diam di tempat. Tubuhnya seketika tak memiliki nyali untuk melakukan tepat seperti apa yang dikatakan Liam sebelumnya. Sebuah genggaman lembut dirasakan Andini saat ia masih gamang untuk menjawab suara Michelle dan menghadapi kenyataan yang ada.“Michelle yang sekarang bukan Michelle yang dulu kamu kenal dan menghancurkan masa sekolahmu, An.” Michelle mengucapkannya dengan suara terpatah-patah. Dari suara itu, Andini harusny
Baca selengkapnya
PANTAI
Andini tak mampu menutupi kegirangan yang nampak pada wajahnya. Berjalan di atas hamparan pasir yang luas dengan bertelanjak kaki, membuat dirinya seolah bebas dan tidak terikat dengan apa pun.Ia berlarian tanpa malu-malu. Pasir-pasir yang menjadi alas kakinya seakan menggelitik dan membuatnya kembali menjadi anak kecil. Anak kecil yang mudah bahagia dan tertawa karena hal sederhana.Setelah puas berlarian, ia memejamkan kedua matanya. Kemudian, kedua tangannya direntangkan dan tubuhnya berputar-putar sambil merasakan hembusan angin yang berbisik di telinga.“Mama, aku seperti kembali ke masa lalu,” katanya dalam hati. Euforia yang ia rasakan saat ini, membuatnya seperti menjadi Andini yang lama. Andini yang begitu hangat dengan rasa antusias dan optimis akan hidup yang tidak pasti.Liam memperhatikan apa yang Andini lakukan. Ia senang karena anak kecil yang telah lama tidur di dalam diri Andini, mulai bangun dan timbul bagai
Baca selengkapnya
KEMBALINYA SANG ANDAL
Seorang pria bertubuh tegap dan berambut gondrong muncul dari basemen parkir A&B Guard, memasuki lift dan menekan tombol nomor 6 pada dinding lift. Sambil menunggu lift tersebut ke lantai yang diinginkannya, kakinya berketak-ketuk membentuk sebuah irama. Kebetulan di dalam lift itu hanya ada ia seorang diri.Selain itu, terdapat bekas sayatan sepanjang lima sentimeter di pipi kirinya. Sehingga makin membuat lelaki itu terkesan menyeramkan.Ketika pintu lift itu terbuka, orang kepercayaan Hasan telah bersiap untuk menyambut kedatangannya. “Pak Hasan sudah menunggu Anda.”“Apa kabar, Herman?” tanya Hasan ketika pria itu masuk ke ruangannya dan mengajaknya untuk berjabat tangan.“Baik, Bang Hasan.”“Bagaimana perjalanan dari Jambi? Apakah anak buahku melayanimu dengan baik sewaktu menjemput di bandara?"“Sangat baik, Bang. Bahkan saya tadi dibelikan sarapan terlebih dahulu sebelum tiba di sini
Baca selengkapnya
MASA LALU YANG SELESAI
“Andini!” Michelle berhasil menghentikan langkah Andini yang tergesa-gesa meninggalkan kelas. Tiga kali ia menyebut nama itu, hingga akhirnya pemilik nama itu mau menghentikan langkahnya dan diam di tempat untuk beberapa saat.Michelle segera menghampirinya. Perempuan itu berkulit putih, rambutnya lurus sepinggang dengan poni menyamping ke sebelah kiri. Badannya sangat ramping seperti model-model yang sering wara-wiri di televisi.“An.. Bisa kita bicara sebentar?” tanya Michelle lembut.Andini masih diam di tempat. Tubuhnya seketika tak memiliki nyali untuk melakukan tepat seperti apa yang dikatakan Liam sebelumnya. Sebuah genggaman lembut dirasakan Andini saat ia masih gamang untuk menjawab suara Michelle dan menghadapi kenyataan yang ada.“Michelle yang sekarang bukan Michelle yang dulu kamu kenal dan menghancurkan masa sekolahmu, An.” Michelle mengucapkannya dengan suara terpatah-patah. Dari suara itu, Andini harusny
Baca selengkapnya
HENDRI
Selama beberapa waktu menghabiskan waktu untuk membuntuti Hendri, Ali akhirnya diperintahkan oleh Adimas untuk membawa Hendri ke pabrik sabu miliknya.Hujan turun rintik-rintik. Sepulangnya dari kerja, Hendri pamit kepada Ibu dan dua adiknya untuk membeli makanan di depan gang kontrakan mereka. Sambil memayungi diri sendiri dengan payung reyot yang tipnya sudah lepas di beberapa strechernya, ia dengan semangat menelusuri gang setapak yang sudah dibasahi air hujan.Langkahnya tegas ketika melihat seseorang berpakaian serba hitam menunggunya tak jauh dari kontrakan. Tangannya mulai menggenggam erat handle payung, otot-otot pada tubuhnya mulai dilemaskan.Pria itu menghampiri dengan langkah seolah ingin menyerang. Hendri dengan sigap langsung memasang kuda-kuda dan menyerang lebih dulu. Ia meletakkan payungnya di sisi gang dan bersiap. Beberapa saat kemudian, ia melepaskan tendangan lurus ke depan dengan mengandalkan telapak kakinya sebagai senjata utama. Pria berp
Baca selengkapnya
SYARAT
Saat Andini turun dari mobil yang dikemudikan Liam, tanpa disadari, Michelle telah menunggu kedatangannya.“Selamat pagi, Andini,” sapa Michelle sambil sesekali mencuri pandang ke dalam mobil. Sepasang matanya berusaha keras untuk menembus gelapnya kaca film yang melapisi Marcedez Bens S-Class itu agar bisa melihat pria yang sedang duduk di kursi sopir.“Selamat pagi, Micelle,” balas Andini sekenanya. Ia berusaha menyimpan tanda tanya besar di kepala akan kedatangan Michelle.Andini mulai berjalan untuk memasuki kelas. Ia sempat berbalik badan dan memandang kaca depan mobil tersebut sambil melambaikan tangan. Tak lama lambaian tangan itu tersampaikan, terdengar klakson tipis dari mobil tersebut.“Kamu ada kelas sampai jam berapa hari ini, An?” tanya Michelle yang berupaya menyamakan langkah.“Sebentar,” jawabnya seraya merogoh ponsel di resleting paling depan tas miliknya. Ia membuka jadwal kuliahnya
Baca selengkapnya
MEMASTIKAN
“Apa yang kamu cari?” tanya Samuel. Ia menarik Michelle ke ruang garasi saat perempuan itu turun ke bawah. Amarah dan ketidaksukaannya terhadap kehadiran Michelle dalam kehidupan Andini benar-benar ditunjukkannya saat mereka berdua.“Aku tidak mencari apa-apa! Bisakah kamu percaya sekali lagi saja padaku tanpa ada rasa curiga yang tersirat?!”“Bagaimana aku tidak mencurigaimu setelah apa yang kamu lakukan kepadanya?!” tangan kanan Samuel terangkat dan mengarah ke pintu hubung garasi tersebut dengan ruang tengah Adimas seolah-seolah menunjuk kepada Andini.“Itu terjadi 8 tahun yang lalu. Kamu tidak tahu betapa aku sangat menyesalinya, Sam! Aku hanya ingin kita kembali seperti dulu lagi. Apa itu salah?”“Salah,” jawabnya lantang, “kaca yang telah retak tidak bisa kembali seperti semula.”Michelle lemas akan kekerasan hati Samuel. Ia kembali mengingat kejadian itu. Sehari setelah
Baca selengkapnya
KETIDAKSENGAJAAN
Michelle tak mampu mengedipkan matanya saat ia melihat Liam yang sedang bertelanjang dada. Ia menelan ludah. Ia menyesal mengapa tak mengikuti saran dari Samuel dan malah berusaha mengikuti Samuel yang masuk ke pintu terhubung menuju garasi.Saat ia masuk melalui pintu penghubung itu, ia tak menemukan seorang pun berada di dalam sana. Semua terjadi begitu cepat. Seseorang tiba-tiba membuka pintu kamar mandi dari dalam dan dialah orangnya. Dialah yang menjadi alasan Michelle ingin menghabiskan waktu bersama Andini. Dialah yang diam-diam disukai Michelle setelah delapan tahun mengosongkan hatinya dari pria mana pun.Sorot mata itu justru yang membuat dadanya berdegub tak karuan. Sorot mata itu yang membuatnya penasaran bnkan main.“Maaf. Aku tidak tahu kalau kamu ada di sini.” Secepat kilat Michelle menundukkan kepala dan memalingkan pandangannya ke bawah.“Maaf untuk?” tanya Liam sambil mengeringkan tubuhnya yang basah dengan handuk
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status