All Chapters of Between Revenge and Love: Chapter 61 - Chapter 67
67 Chapters
RIVAL
Tama, Dave, dan Hendri telah bersiap untuk menerima undangan makan malam yang secara tidak langsung diadakan oleh penyalur jasa mereka. Pak Hasan memang memberikan undangan itu bukan sebagai pimpinan, melainkan seorang ayah yang berterima kasih pada rekan-rekan anaknya.“Aku cukup tersanjung dengan undangan yang diberikan Pak Hasan. Ah,” Tama memandang langit yang begitu luas. “kiranya undangan itu lebih daripada sekedar undangan,” katanya lagi.“Maksudmu?” Dave tidak memahami. Tama menggaruk-garuk kepalanya sambil menyeringai. Ia memang berharap lebih seperti pembagian gaji yang lebih menguntungkan pihak pekerja. Bukan lebih besar penyedia jasa yang menyalurkan mereka. “Apa kau tidak merasa kalau kita ini spesial?”“Spesial kenapa?”“Kita adalah teman sekerja Samuel, anak pertama dan calon penerus perusahaan A&B Guard. Aku yakin, pasti Pak Hasan akan meminta bantuan kepada
Read more
PATAH HATI TERHEBAT
Mata Samuel tidak dapat beralih sedetik pun. Begitu anggunnya Andini ketika turun dari kamar. Tangannya dihimpit oleh Bu Laksmi, selaras langkah mereka saat menuruni anak tangga. Kondisi Samuel lebih-lebih daripada orang yang terkena hipnotis. Ya, penampilan Andini saat ini sangat menghipnotis dirinya. Khayalan nakal Samuel mulai bermain-main di kepala. Ia membayangkan kalau tadi pagi mereka resmi menikah dan malam ini adalah malam pertama yang panjang. Tubuh Andini mendarat mulus di ranjang, lalu sampai pagi Samuel memandangi wajah orang yang dikasihinya itu dan menjadi orang pertama yang berada di sisi Andini kala ia membuka mata. Ia sangat berharap khayalannya itu bisa menjadi kenyataan. Lain halnya dengan Liam. Kala melihat penampilan Andini yang begitu memesona, justru hatinya semakin sesak—tercabik-cabik hingga nyaris menangis. Ia menyesal. Sangat menyesal. Penampilan Andini dianggapnya sebagai karma tercepat dan tersakit yang pernah dir
Read more
KIRIMAN
“Apa-apaan ini! Siapa mereka?” Tama panik. Sebab, inilah kali pertama ia merasakan berada dalam situasi nyata tugasnya sebagai pengawal. Satu per satu, orang-orang berpakaian serba hitam yang lengkap dengan penutup wajah—mulai turun dari mobil sambil membawa benda tumpul dan beberapa senjata tajam. Tanpa melihat siapa di balik topeng hitam yang seragam itu, Liam jelas tahu, kalau mereka tidak hanya ingin melukai, tapi menghilangkan nyawa dengan bengisnya. “Jangan keluar dari mobil sampai saya memberikan perintah!” Liam memberikan instruksi pada Samuel. Tak lama, terlihat jelas di matanya—kepala Andini menoleh ke belakang. “An, aku pasti tidak akan membiarkanmu terluka.” Liam berjanji pada dirinya sendiri. Nyawanyalah yang akan menjadi ganti. “Apa yang harus kita lakukan?” tanya Hendri dengan tatapan penuh harap. “Kita harus menyelamatkan Nona Andini b
Read more
EGOISME YANG DIREDAM
Sebuah peluru keluar dari selongsongnya tepat saat beberapa orang hendak memukuli Liam yang lemah terkena tusukan. Suara tembakan menggema di tengah kesunyian jalan itu. Hanya beberapa pengendara yang lewat serta melintas tanpa berani untuk turun tangan. Pengendara mana yang berani melawan para penjahat yang menyerang mereka berlima? Serentak, sepuluh manusia bertopeng yang masih tersisa urung melakukan niat mereka untuk menghabisi Liam. Hendri tidak main-main. Ia siap mengeluarkan seluruh peluru pada pistolnya jika memang itu diperlukan. Dengan terpaksa, sepuluh orang itu mundur perlahan. Dave dan Hendri yang masih sadar sepenuhnya, menghampiri Liam dan membantunya untuk berdiri. Tangan kanan Hendri masih menodongkan pistol ke arah para musuh. Nafas Liam tak beraturan, ia menahan perih dari punggung belakangnya yang terus mengeluarkan darah segar. Sekuat tenaga, dengan sisa tenaga yang ada pada dirinya, ia berupaya untuk berdiri, m
Read more
PECUTAN
Iring-iringan mobil serba hitam milik Adimas menguasai jalan. Pak Ramlan begitu iba saat melihat Andini memeluk Adimas karena trauma atas apa yang terjadi. Isak tangis memenuhi seluruh ruang di mobil. Sementara Adimas, hanya bisa mengelus-elus pundak anak semata wayangnya itu. Dalam hati, dirinya begitu marah. Harga dirinya sebagai seorang ayah begitu disayat-sayat. Ia nyaris gagal melindungi anaknya. Sebetulnya, ia memang senang jika Andini menghampiri dan memeluknya. Akan tetapi, menurutnya—momen menakutkan seperti ini sangat tidak pas untuk diapresiasi. Lima menit saja ia terlambat, mungkin Hendri pun sudah merenggang nyawa. Pistol yang dipegang Hendri berhasil direbut oleh musuh entah bagaimana. Sementara Dave sudah kehabisan tenaga dan tidak kuat lagi untuk melawan. Tubuh keduanya dihiasi luka-luka saat bala bantuan tiba. Samuel, Tama, dan Liam segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. Setelah mengetahui kalau Liam terlu
Read more
TERULANG LAGI
Trauma pasca penyerangan itu membuat Andini jadi takut untuk berkeliaran sendiri. Ingatannya tentang bagaimana Liam ditusuk dan disaksikan dirinya sendiri, mampu menciptakan mimpi buruk baginya.Sebelum mentari terbenam, Michelle tergopoh-gopoh mencapai ruangan di mana Liam dirawat. Pandangan kedua gadis itu bertemu. Dua gadis yang sama-sama mencintai Liam, yang saling tak mau mengalah.“Bagaimana keadaannya?” mata Michelle nanar menatap orang yang dikasihinya tak sadarkan diri. “Apa yang sebenarnya terjadi?”Andini menatap Michelle lekat-lekat. Jelas, tanpa diberi tahu, harusnya ia tahu tanpa perlu bertanya lebih jauh. Ia benci pertanyaan itu. Sangat membencinya. Manusia mana yang ingin dilahirkan sebagai penyebab celakanya orang lain?“Jelaskan padaku apa yang terjadi, An,” desak Michelle serius.“Perlukah aku menjelaskannya?” Andini menatap Michelle sejurus, sepasang matanya menyala tajam.“Itu kewajibanmu.”“Bagaimana jika aku tidak mau?”Keduanya bersitatap. Sama-sama meneguhkan
Read more
PERSIMPANGAN
Apa yang akan kau lakukan jika kejadian yang pernah menghancurkan persahabatan serta masa depan orang lain kembali terulang?Di perjalanan pulang, Michelle menyandarkan kepalanya pada kaca mobil taksi yang mengantarkannya ke rumah. Rasanya, saat ini, ia ingin memuntahkan makanan yang baru saja disantapnya tadi. Ia menyesal. Seharusnya ia mampu mengalahkan rasa penasaran itu dan membiarkan ketidaktahuannya akan perasaan Andini sebagai pecutan untuk meraih hati Liam.Pendar lampu kota tak mampu menyilaukan pandangan matanya. Matanya memang memandang ke luar jendela, namun ia tak mengamati apa pun. Pikirannya berhasil menguasai tubuh. Sepanjang perjalanan, lalu lalang kendaraan tidak mampu menghancurkan konsentrasinya.Ingatan lama itu tiba-tiba kembali berputar dengan runut.Di selasar lantai dua, Michelle remaja tersenyum senang mengamati Andini yang tengah duduk sendirian, termangu menatapi kesedihan mendalam. Kepala Andini menduduk hingga rambut lurusnya
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status