All Chapters of Between Revenge and Love: Chapter 11 - Chapter 20
67 Chapters
DI MAKAM IBU
  Dialah Melisa Hartanto. Wanita yang memilih untuk menikah di usia yang masih muda, sembilan belas tahun. Setahun setelah pernikahannya dengan Adimas, mereka dikaruniai Andini Putri Hartanto, bayi mungil bermata segaris nan menggemaskan. Siapa saja yang melihat senyumnya, akan mengundang gelak tawa. Bayi mungil itu memberi kebahagiaan penuh pada Melisa dan Adimas. Kebahagiaan keluarga mereka seolah tak membutuhkan apa-apa lagi. Hadirnya Andini, seolah menurunkan surga ke bumi. Karena itu, mereka memutuskan untuk tidak memiliki anak lagi. Tangan Andini mengusap nisan sang Ibu. Tubuhnya bergetar, mata teduhnya menuduk menatap makam. Pikirannya sedang merangkai kata untuk memberikan salam kepada sang ibu setelah delapan tahun menghilang. “Bisa tinggalkan saya sendiri?” pinta Andini. Sungai di matanya hampir meluap. Ia malu jika Liam melihatnya menangis. Kesan kuat yang ditampikannya saat di bandara, tak boleh luntur hari ini. Tanpa jawaban,
Read more
EKSEKUSI
Rubicon hitam yang sempat membawa Adimas, telah tiba di gerbang utama. Dua penjaga yang berada di balik gerbang itu memberikan jalan kepada mereka.“Di mana 3 mobil lainnya?” tanya salah satu penjaga gerbang.“Masih di jalan. Di dalam mobil ini,” pengawal yang duduk di kursi penumpang, mengarahkan jempolnya ke belakang mobil, “ada stok makanan untuk Lintang.”“Apakah ada yang terluka?” si penjaga gerbang mengetahui maksud dari ucapan pengawal itu.“Tenang saja. Kami semua selamat.”“Syukurlah.”Setelah percakapan singkat itu usai, dua pengawal tersebut melanjutkan perjalanan. Setelah melaju sepanjang seratus meter, terdapat pertigaan. Jalan di sebelah kiri adalah rute menuju rumah Adimas yang ditinggali Andini sekarang, Rubicon itu berbelok ke kanan, melaju dua ratus meter dan menjumpai gerbang kedua yang lebih kecil ukurannya.Gerbang kedua itu dijaga oleh dua pe
Read more
SAMUEL
Dengan perasaan khawatir terhadap kondisi Andini, Liam sebisa mungkin menyalip kendaraan yang menghalangi kecepatan mobilnya. Matanya terus awas dan memandang ke depan. Mobil Marcedez yang dikemudikannya berada di kecepatan 100km/jam.Sambil menyetir, matanya bergantian memandang ke depan, lalu ke arah Andini yang masih terbaring. Kedua tangannya terkulai di kedua sisi.Pemilik mata teduh itu tergolek lemas dengan tatapan kosong. Wajahnya masih pucat, namun bibirnya sudah mulai berwarna kemerahan.“Anda yakin tidak ingin ke rumah sakit?” tanya Liam.Andini menatap rahang Liam yang nampak tegas jika dilihat dari samping. Meski badannya kurus, ketegasan itu tetap terlihat.“Tidak perlu. Aku sudah baikan.”Dari kursinya, tangan kiri Liam bergerak dan mengatur posisi kursi Andini. Sandaran jok yang menyangga punggung Andini dilandaikan lagi ke bawah, Ia juga mengatur penyangga kaki agar kemiringannya kurang dari empat puluh lima
Read more
NOSTALGIA
“Bagaimana kabar kamu?” tanya Samuel. Wajahnya tak bisa berbohong. Ia jelas bahagia bertemu dengan Andini. Hal serupa dirasakan juga oleh Andini. Kini mereka sedang berada di kamar Andini.Samuel tak menyangka bahwa Andini akan tumbuh menjadi gadis paling cantik yang pernah ditemuinya. Wajah itu seolah tak menua. Perbedaannya hanya terlihat pada riasan yang menunjukkan dirinya telah dewasa. Bibir Andini yang tipis, matanya yang almond, membuat Samuel makin menyukainya.“Baik. Kamu gimana? Sudah ada pacar? Atau masih mengejarku? Hahaha.”“Ah!” Samuel tersipu, wajahnya merona, pandangan matanya tak fokus dan berusaha mencari pengalihan. “Kuliah selesai?”Mendung di wajah Andini tiba-tiba mencuat. Pertanyaan Samuel sontak mengingatkannya dengan kejadian beberapa hari lalu. Lukman menghinanya karena tak mampu menyelesaikan pendidikan. Dan hinaan tersebut begitu menancap di hatinya yang paling dasar.Seben
Read more
PENYIKSAAN
Lewat makam malam, Adimas dan Lukman menuju pabrik dengan berjalan kaki. Suasana malam cukup hening. Suara jangkrik yang saling bersahut-sahutan melatari perjalanan mereka. Lukman menyalakan senter yang dibawanya. Sementara Adimas, berjalan di belakang sambil menjinjing dua buah kotak makan sekali buang.Tak ada penerang tambahan. Hanya senter Lukman satu-satunya yang menerangi jalan di depan mereka. Sepanjang mata memandang, jalan setapak itu sangat gelap. Sesekali, tangan Adimas menepis gulma yang menyentuh tubuhnya. Hal itu juga dilakukan oleh Lukman.Baik Lukman maupun Adimas, keduanya bisa mendengar suara langkah mereka sendiri. Jalan setapak ini adalah akses cepat untuk tiba di pabrik, kedua sisinya berderet gulma setinggi tubuh manusia.Sesekali kaki mereka menginjak kerikil atau ranting pohon yang telah kering. Suara ranting yang patah atau kerikil yang diinjak, menghalau sunyi berkuasa untuk beberapa saat.“Bang, kenapa kita tidak memakai m
Read more
TAK MENYERAH
Samuel memutuskan untuk menerima niat baik Adimas. Ia memilih tinggal bersama mereka. Dengan berada di rumah yang sama, ia berharap kalau rasa sayang sebagai sahabat yang dirasakan Andini perlahan akan berubah menjadi cinta terhadap lawan jenis.Pilihan Samuel disambut dengan baik oleh Andini. Ia merasa mempunyai teman yang bisa menemaninya kapan pun, dan bisa menghilangkan rasa kesepian yang kerapkali hampir menelannya.Pagi-pagi sekali, sebelum matahari muncul dari Timur, Samuel keluar dari kamarnya yang berada di lantai dasar, lalu meniti anak tangga untuk membangunkan Andini. Raut bangun tidur dengan mata bengkak tak ada di wajah Samuel, ia justru senang karena sebelum dan sesudah terjaga, tak perlu waktu lama untuk menemui pujaan hatinya.Samuel mengetuk pintu kamar Andini. Ia menanti dengan sabar berharap sang pujaan hati mau berolahraga bersama.Setelah mengetuk pintu beberapa kali, akhirnya Andini beranjak dari kasurnya.“Ada apaaa?&r
Read more
NURANI UNTUK ALI
Pukul empat pagi, alarm berbunyi. Liam mengusap layar di ponselnya dan mematikan suara alarm itu. Ia bersiap-siap untuk melakukan olahraga. Untuk memulihkan kesadarannya dan menghilangkan kantuk, ia mencuci mukanya dan menegak dua gelas air. Setelah itu, ia melakukan peregangan selama kurang lebih sepuluh menit. Setelah tubuhnya mulai terasa panas, ia pun memulainya.  Selama hampir satu jam, dengan napas yang tersengal-sengal ia mengkombinasikan intensif training, melakukan push up sebanyak seratus kali, sit up seratus kali, dan squat lima puluh kali. Suara napasnya terdengar memenuhi kamar berluas dua belas meter persegi itu. Keringatnya mengucur baik dari rambut hingga ke ujung kaki. Bajunya basah kuyup serta wajahnya memerah. Setelah melakukan olahraga, ia meminum whey protein isolate agar pembentukan otot pada tubuhnya akan diproses lebih cepat. Ia mengkombinasikan satu scoop protein isolate dengan bubuk creatine. Sepuluh menit kemudi
Read more
KODE RAHASIA
Lukman bersiap pada pasukannya. Pengawal yang dibawanya untuk menyerang Benny berjumlah tiga puluh orang. Masing-masing dari mereka membawa senjata berupa tongkat pemukul, alat setrum dan pedang bermata tumpul. Lukman mempercayakan pasukannya kepada Sardi, sang kepala pengawal.Tiga puluh orang itu berpencar mengelilingi salah satu gedung tua yang sudah tidak terpakai. Di daerah itu, terdapat beberapa gedung tua bekas pabrik yang telah dikosongkan selama kurang lebih sepuluh tahun. Gedung-gedung merupakan bekas pengoperasian dari pabrik sepeda yang pernah jaya di masanya.Rubicon hitam berhenti di satu kilometer dari gedung yang akan diserang mereka. Di sana, lelaki berpakaian serba hitam sedang menunggu di motornya.“Kamu yakin ini tempatnya, Li?” tanya Adimas sekeluarnya ia dari Rubicon itu.“Saya yakin, Pak Adimas.” Sekelebat ingatan di kepala Ali muncul saat ia melihat Rubicon hitam di depannya. Beberapa waktu yang lalu, ia per
Read more
PELABUHAN PAJANG
Daerah pelabuhan ini tidak pernah sepi. Tidak ada aturan. Tidak ada ketakutan. Yang ada hanyalah kesenangan dan kesenangan. Pelabuhan Pajang dikelilingi beberapa lokalisasi dengan bebek-bebek terbaik di kelasnya.Selain itu, kepadatan penduduk di wilayah tersebut membuat kegiatan ekonomi seolah tidak pernah mati. Pedagang makanan berjual hingga pagi karena ramai pembeli.Lukman dan rombongannya tiba di Pajang dini hari tadi. Mereka memutuskan untuk beristirahat di salah satu penginapan sambil menyusun sebuah rencana.“Kita bagi tim menjadi 2 kelompok. Sardi, kamu bisa memilih beberapa pengawal untuk menemanimu bertugas,” kata Lukman.Sardi memilih Liam dan lima pengawal lain untuk menjadi timnya. Pengawal yang berjumlah empat belas orang, terbagi menjadi dua tim. Tim Lukman berjumlah delapan orang termasuk dirinya, tim Sardi berjumlah tujuh orang.“Pertama-tama,” Lukman mulai menjelaskan strateginya. Ia membuat sebuah denah
Read more
MASIH TIDAK PERCAYA
Portal berhasil terbuka setelah perkelahian yang cukup panjang Bertarung sengit di dunia nyata bukanlah seperti film yang memperlihatkan bagaimana tokoh utama berhasil mengalahkan musuhnya yang berjumlah puluhan dalam waktu sekian menit. Ini dunia nyata. Untuk sampai ke titik itu, seseorang mesti ditempa setiap hari bahkan tahunan. Mereka berhasil melarikan diri sebelum musuh yang berada di kapal tunda itu mendarat. “Kamu tidak apa-apa, Liam?” tanya Sardi sambil matanya menatap fokus ke depan. Di wajah Sardi, terdapat beberapa lebam sebagai kenang-kenangan perkelahian tadi. “Tidak apa-apa, Pak.” “Jangan panggil saya Pak. Panggil saja Abang. Usia kita sepertinya tidak terpaut jauh. Saya 35 tahun. Usiamu berapa?” “27 tahun, Pak. Eh, Bang,” Liam meralat ucapannya. “Rencana kita berantakan. Kita pulang tanpa bisa menangkap Bara dan membunuhnya. Di antara kita, pasti ada yang membocorkan rencana ini, atau–– terdapat pengkhianat yang berusah
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status