Di kamar Risha, tepatnya kamar yang sekarang di tempati oleh Edward dan Sammuel yang sedang dalam masa penyembuhan itu terdapat suasana bersitegang antara Sammuel dan Risha. Yang membuat suasana agak sedikit ramai dan lebih hidup menurut dari pandangan Edward, ia menyaksikan pertengkaran adiknya dengan sang penolongnya dengan senyum tipisnya. Karena menurut Edward baru kali ini untuk pertama kalinya Adik kesayangan satu-satunya itu menunjukkan emosi yang normal untuk seukuran Sammuel yang terkenal dingin dan killer, bahkan lawan Sammuel kali ini adalah seorang perempuan. Bukankah suatu kemajuan?
Sangat berbanding terbalik dengan sifat Sammuel yang selalu bertindak langsung tanpa ampun, bahkan dari sudut pandang Edward wanita yang sekarang berada di hadapannya mempunyai sifat dan sikap yang menarik serta unik.
"Trus apa maksudnya dengan itu hah!" Pekik Sammuel sambil menunjuk kantong plastik yang isinya sudah berhamburan dilantai yang sengaja Sammuel buang tadi.
"Menurutmu apa, hah!" pekik Risha sambil melihat kearah tujuan telunjuk Sammuel dan masih tak mengerti apa yang dimaksud dengan perkataan laki-laki yang arogan di depannya ini.
"Lihat ini!" pekik Sammuel sambil menunjukkan kantong plastik yang ia pungut, yang mana disana tertulis tulisan sebuah klinik hewan dan seketika Risha tau maksud dari perkataan Sammuel yang sedang emosi di depannya itu.
"Heh!" desis sindiran tawa lirih Risha dengan memutar bola matanya, "kamu sendiri yang bilang tadi malam jangan lapor polisi, trus bagaimana aku bisa mendapatkan obat-obatan yang tak dijual bebas ini di apotek, hah! Mikir, pakai otak! Aku bukan orang bodoh yang berbuat seenaknya sendiri, apa kamu mau aku dengan terang-terangan membeli obat-obatan yang tak dijual bebas itu, yang mana dapat menimbulkan kecurigaan orang untuk lapor polisi hah! Mikir!" jelas Risha sambil memunguti obat-obatan yang berserakan di lantai dan memasukkannya kembali kedalam kantong, kemudian menaruhnya diatas nakas sambil melirik ke arah Edward yang tidur di ranjang yang sama-sama juga memandang gerak-gerik Risha.
"Tenang, obatnya memang untuk manusia hanya saja alatnya saja aku peroleh dari klinik pengobatan hewan. Gak akan mengancam nyawa jika digunakan, aku juga masih waras yang bisa membedakan mana yang untuk manusia, mana yang untuk binatang!" ketus Risha selesai menaruh kantong obat diatas nakas dan hendak melangkah pergi meninggalkan kedua manusia bar-bar yang menurutnya berbeda tabiat di depannya ini. Yang satu kayak patung yang satu mirip binatang hutan, aneh!
"Kamu pergi semalaman, apa aku harus percaya kalau kamu tak melapor pada siapa-siapa, hah!" ketus Sammuel sambil mengambil pistol di dalam laci nakas sambil mengokangnya kemudian mengarahkan ke arah Risha yang akan beranjak pergi dari kamar itu.
Risha yang mendengar teriakan Sammuel dan suara kuncian senjata seketika menghentikan langkahnya sambil memejamkan mata kemudian mengahirup nafas dalam-dalam.
"Cih!" decih Risha sambil menoleh sambil memiringkan tubuhnya kemudian melirik tajam ke arah Sammuel.
"Apa kau lupa apa yang telah kalian perbuat di restoran, hah! Apa aku harus diam saja, jika nanti orang lain tau bahwa di restoran pernah ada orang terluka dan darahnya berada dimana-mana? Jangan jadi penjahat jika terlalu bodoh dalam mencerna masalah, yang ada malah bikin repot orang saja!" ketus Risha yang berjalan mengambil dua bungkusan makanan yang tadi ia bawa kemudian meletakkannya di atas meja.
"Makanlah! Karena marah juga butuh tenaga," ketus Risha sambil melirik Sammuel kemudian berlalu pergi meninggalkan kamarnya setelah meletakkan makanan diatas meja.
Edward yang melihat cara dan sikap Risha melengkungkan senyum tipisnya dengan penuh makna.
"Ayo kita makan," ucap Edward sambil berusaha duduk bersandarkan dasboard ranjang yang dibantu Sammuel menata makanan untuk kakaknya.
"Apa dia akan baik baik saja?" tanya Edward di sela-sela ia mengunyah makanannya."Maksudnya?" jawab Sammuel penuh tanya dan tertegun seketika dengan pertanyaan sang Kakak yang aneh dan ambigu.
"Bukankah pisaumu sudah kau lumuri dengan racun? Apakah tak berbahaya baginya? Sepertinya pisau itu sudah menggores lehernya agak dalam," ucap Edward sambil memandang Sammuel yang duduk di samping ranjangnya sambil menikmati makanannya.
"Entahlah," jawab Sammuel dengan menghembuskan nafas kasar dan melihat kearah Edward. Tadi dia juga melihat plaster luka yang menempel di leher Risha tepat di tempat ia menodongkan pisau lipatnya tempo hari.
"Sudah aku bersihkan ketika berada di pelabuhan tapi masih belum aku sterilkan," jawab santai Sammuel sambil menghabiskan makanannya. Walaupun di dalam hatinya masih ada keraguan yang mana dapat di lihat dan diartikan dari pandangan Edward.
"Jangan terlalu kasar padanya, ia sudah menyelamatkan nyawa kita," sela Edward sambil melirik Sammuel yang mana langsung diangguki oleh Sammuel.
Jangan Lupa Vote, Like dan komen yaaa...
Trim's
~ Ryukirara ~
Awalnya Risha sudah lelah dan jenuh meladeni dua manusia yang telah ia tolong selama beberapa hari ini. Tapi dia hanya bisa pasrah dan masih memberikan segala keperluan dua manusia yang sekarang tinggal di kamarnya. Risha orang yang menjunjung tinggi prinsipnya. Jika ia sudah menolong seseorang ia akan membantu sebisanya dan semampu mungkin dengan tanpa pamrih, serta dia juga tipe orang yang pantang menyerah. Apapun yang dia lalui dan dia mulai maka sekuat tenaga dia akan berusaha menyelesaikannya, itu prinsip yang di pegang teguh Risha selama ini. Seperti saat ini, dia bisa saja meninggalkan dua manusia bar-bar dan arogan yang sekarang tinggal di penginapan yang ia jaga serta mengusir mereka seketika, tetapi nyatanya tak pernah ia lakukan. Tapi sebetulnya dia masih bertanya-tanya siapa kedua orang itu? Dilihat dari luka mereka kemarin itu bukan luka akibat perampokan atau tindak kejahatan t
Setelah beberapa lama berkeliling mencari informasi dan melihat situasi yang mereka hadapi hingga tak terasa hari sudah beranjak petang. Mereka kembali ke penginapan yang mana mendapati penginapan masih dalam keadaan gelap gulita serta lampu jalan dan lampu teras masih tak menyala lampunya. Seketika mereka merasa was-was dan waspada. "Kak, kenapa masih gelap?" tanya Sammuel kemudian mengambil pistol berperedam yang terselip di pinggangnya dengan pandangan awas. Edward yang mendapati sepatu Risha masih dalam posisi semula dan tak berubah sama sekali di depan kamar pojok menatap curiga. Edward berjalan mendekat di arah pintu masuk kamar pojok sambil menyalakan saklar lampu jalan di sebelah tiang bangunan utama yang mana ia ketahui ketika mengamati keseharian Risha dalam empat hari ini dari balik jendela di kamarnya. Seketika lampu penginapan menyala kemudian Edward berjalan menuju kamar pojok yang membuat
Di Rumah Sakit Sammuel bersikeras melarang Edward agar tidak mengisi formulir persyaratan rawat inap Risha. Namun ternyata usahanya sia-sia, Edward tetap bersikeras membantah larangan adiknya dan mencoba menenangkan Sammuel yang terlihat cemas dan khawatir akan keselamatan mereka berdua. Sedangkan disisi lain Sammuel tampak gelisah sambil terus waspada mengamati sekitar Ruang Lobi Rumah Sakit dengan sedikit was-was penuh kejelian. "Permisi, silahkan lengkapi formulir ini Pak dan Membayar biaya administrasi awal terlebih dahulu. Apa bapak membawa kartu identitas pasien guna melengkapi data kami?" tanya perawat tadi sambil menyodorkan beberapa lembar kertas dan pena. Edward hanya mengangguk dan menyerahkan kartu identitas Risha yang dia ambil dari dompet Risha. "Dari mana kakak dapat itu?" tanya heran Sammuel yang terkejut mendapati dompet Risha sudah berada di tangan Edward.&
Sudah dua hari Risha di rawat di Rumah Sakit dan yang merawat serta yang mendampingin Risha adalah Sisil.Dan Risha baru sadar setelah berhasil melewati masa kritisnya setelah dua hari. "Kenapa kamu gak bilang klo kamu sakit? Berarti kemaren lusa pas kamu pucat itu sudah sakit kamunya, tapi kamu gak percaya," celoteh Sisil sambil mengupas Apel di sebelah brankar Risha. "Maaf," lirih Risha dengan mata sayu memandang Sisil yang berada di sampingnya. "Untung saja di penginapan ada orang, kalau nggak ada, sudah gentayangan kamu disana," sambung Sisil yang masih bernada emosi sambil menyodorkan sepiring buah apel yang sudah dikupasnya. "hmm, nanti kalau aku sudah gentayangan kamu dulu yang aku hampiri," jawab santai Risha sambil mengunyah apel pemberian Sisil. "Hust ngawur aja, bikin parno gua aja lu," bentak Sisil dengan cemas dan sedikit emosi.
Setelah Risha keluar dari Rumah Sakit, kehidupan Risha kembali normal tapi masih menyisahkan misteri bahwa sampai detik ini Risha masih belum mengetahui siapa nama kedua laki laki yang ia tolong bahkan ketika mereka pergipun tak sempat untuk berpamitan ataupun sekedar menyapa. Sedangkan yang Risha kejutkan dia mendapatkan Fee atau tip yang begitu banyak yang di titip kan ke Pak Dandi selaku pemilik penginapan tempatnya bekerja. Kehidupan Risha berjalan dengan normal kembali dan berjalan seperti sediakala. Enam bulan kemudian. "Risha,beneran kamu mau pulang kampung?" tanya Pak Dandi pemilik Restoran dan penginapan tempat Risha bekerja. "Iya Pak, sudah 2 tahun saya tidak pulang kampung. Kasian ibu sama bapak di kampung sudah kangen katanya," jawab Risha pasti. "Tapi pasti balik kesini lagi kan?" Tanya Dandi penuh harap. "Kalau itu sa
Sejak meninggalkan negara yang Risha tempati, Edward menyuruh beberapa anak buahnya untuk mengawasi dan memantau kondisi Risha dari jauh serta melaporkan kepadanya hampir setiap hari. Edward bahkan menempatkan mata-mata bayangan di tempat Risha bekerja dan di Lingkungan dimana Risha tinggal. Berkat laporan setiap hari yang Edward terima baik berupa foto maupun video, Edward lama-lama mempunyai perasaan yang lebih terhadap Risha walaupun yang bersangkutan tak mengetahui bila mempunyai penggemar rahasia. Bahkan laporan mengenai Risha merupakan hiburan tersendiri bagi Edward untuk melepas kepenatan dan kejenuhan yang ia hadapi di tempat kerja. Senyum bulan sabit tercipta dengan mata penuh cahaya bahagia kala memandang foto Risha yang sudah memenuhi galeri di handphone nya, "tunggu aku disana malaikat kecilku," lirih Edward sambil mengusap lembut benda pipih yang berada di tangannya yang mana ada gambar Ris
Sejak kejadian kecelakaan tenggelamnya kapal feri yang Risha tumpangi tenggelam, yang mana menyebabkan banyak korban jiwa dan salah Satunya Risha yang saat ini sedang terbaring dalam kondisi koma sejak kejadian yang menimpanya. Edward selalu berada di samping Risha menunggu dan menjaga selama berhari-hari. Sehari setelah kejadian nahas itu, Sammuel langsung menyusul sang kakak dan mememani Edward selalu. Seminggu kemudian. "Maaf dok, kondisi pasien tenggelam di ICU semakin lemah," ucap salah satu perawat yang datang menghampiri dokter jaga yang sedang berjaga diruangan di sebelah ICU. "Cepat lakukan tindakan," jawab dokter tersebut sambil berlari menuju kedalam ruang ICU. Tetapi di tengah jalan dia di cegah oleh Edward. "Apa yang terjadi!" pekik Edward yang mengetahui Ruangan ICU tempat Risha dirawat menjadi ricuh. "Apapun yang terjadi selamatkan dia, jika
Semenjak kedatangan Orang Tua Risha di California tepatnya di los Angeles. Edward dan Sammuel lebih merasakan hari-harinya penuh warna dengan kehangatan dan perhatian yang di berikan oleh Orang Tua Risha. Apa lagi bagi Sammuel, kehadiran Orang Tua Risha membawa warna baru di kehidupan Sammuel. Dia bisa merasakan hangatnya rasa mempunyai keluarga dimana yang tak pernah ia rasakan selama ini. Seminggu kemudian Pak Danu dan Bu Marni pulang ke kampung halaman. Pada awalnya baik Edward maupun Sammuel tak rela jika Orang Tua Risha pulang ke kampung halamannya, tetapi apa boleh dikata, rela ataupun tak rela mereka harus merelakan Orang Tua Risha kembali. Sedangkan Risha masih dalam keadaan koma dan dirawat Rumah Sakit ternama di Los Angeles dengan pengawasan penuh. Bahkan Edward menempatkan beberapa Dokter dan Perawat khusus untuk memantau keadaan Risha setiap saat tanpa terlewat sedeti