Kejadian itu membuat Rhea membeku di tempat.Di hadapannya, Naren dipeluk wanita lain, dan … Naren membalas pelukan itu.'Mantannya? Atau saudara?' Hati Rhea terasa bergemuruh.Tidak biasanya Naren bersikap seperti ini. Selama ini Rhea sudah bertemu dengan banyak mantan Naren dan tidak ada satu pun yang diperlakukan Naren seperti itu. Umumnya bahkan Naren tidak ingat siapa nama mantannya.Tidak hanya Rhea yang menatap kejadian itu dengan bingung. Beberapa pasang mata juga ikut menatap Naren kemudian beralih menatap Rhea.Amee yang sedang ada di balik mesin kopi akhirnya membanting portafilter (bagian dari mesin kopi yang berfungsi jadi wadah bubuk kopi yang akan diekstraksi) untuk menyadarkan Naren tentang kelakuannya.Naren yang kaget langsung mengedarkan pandangan. Jantungnya mencelos saat melihat Rhea tengah memandangnya dengan tatapan tajam. Seketika Naren melepas pelukannya. "Kamu mau ke toilet?""Iya, tadinya. Cuma mau beresin rambut aja sih. Tapi karena ketemu Kak Naren, nggak
"Sayang, aku boleh nganterin Zanna pulang?" tanya Naren pada Rhea yang sedang istirahat makan siang bersama Amee di salah satu meja.Rhea menatap Naren kemudian melirik Zanna yang kelihatannya sedang bersiap-siap."Makan siang dulu. Aku udah beliin loh tadi, buat Zanna juga. Mending makan bareng dulu.""Iya deh," jawab Naren.Rhea beranjak untuk mengambil box makanan yang ia simpan di kabinet dapur, sementara Naren menghampiri Zanna untuk menjelaskan."Tapi aku nggak makan fast food, Kak," rengek Zanna."Sorry, aku nggak tau kalo kamu nggak makan fast food," balas Rhea ramah. "Mau pesen yang lain?"Zanna menggeleng lemah."Ya udah, aku makan punyaku dulu. Kamu tunggu dulu ya." Naren menarik Rhea untuk duduk di sampingnya selagi ia mulai membuka kotak makanan."Lama dong, Kak. Aku mesti minum obatku, dan aku lupa bawa, jadi mesti cepetan pulang," ucap Zanna kemudian sambil mengerucutkan bibir."Lima menit, paling lama sepuluh menit. Mas makannya cepet kok." Rhea menatap Zanna seakan be
-Whatsapp group Diet Mulai Besok-Amee: Ngumpul yuk!Leny: Sabtu? Amigos?Rheajingga: Jahat kalianRheajingga: Gue setiap hari udah di Amigos, harus ya kita ngumpul di situ juga?Amee: Daripada kita buang-buang uang di cafe orang, mending dibuang ke cafe kita sendiriRheajingga: Ok, fine, gue siap-siap ngelamar kerja jadi akuntan atau auditor lagiLeny: Duileh, sensi amat Buk, lagi PMS ya?Leny: Ya udah kita window shopping aja yuk ah, sekalian nyari lipstik, lipstik gue abis. Amigos biar dijaga Yoga aja.Amee: Kasihan Yoga, apa gue temenin dia aja?Rheajingga: Jangan di chat ini doang lo berani gitu @Amee pas ada orangnya kicep.***Sudah sebulan coffee shop yang dikelola Rhea buka dan dengan kesepakatan bersama serta tambahan masukan dari Brian, mereke mempekerjakan seorang lagi, Yoga, sebagai barista sekaligus wakil manager coffee shop.Karena keberadaan Yoga, di hari sabtu siang itu Rhea bisa jalan-jalan bersama Amee dan Leny."Nggak ngedate sama Kak Naren?" tanya Amee.Rhea mengg
"Mbak, ada yang nyari Mbak di depan," ujar Nuning yang baru saja melongokkan kepala ke sela pintu ruang kerja Rhea."Siapa?" Seingat Rhea ia tidak memiliki janji dengan seseorang."Bapak-bapak, pake jas rapi."Dari jauh, Rhea melihat calon mertuanya duduk sambil membaca (entah apa) di tab-nya."Om?"Adityo mendongak dan mendapati Rhea yang mendekat ke arahnya. "Om nggak ganggu kamu kan?""Nggak kok, Om. Harusnya aku yang nanya, kok Om punya waktu buat ke sini?""Om mulai ketagihan buat kabur-kabur dari kerjaan nih, mungkin udah saatnya Om pensiun.""Belum lah, Om. Masih muda gini. Mungkin butuh liburan aja, Om. Oh iya, mau minum apa, Om? Kopi susu lagi?""Om pengen kopi kekinian dong, suruh pegawaimu aja yang bikinin. Om pengen ngomong sesuatu sama kamu."Rhea memanggil Nuning dan memintanya membuat 2dua ice coffee latte palm sugar untuk menemani mereka berbincang. Setelahnya, baru Rhea bergabung dengan Adityo yang kali ini lagi-lagi memilih duduk di pojok."Rame, Rhe?""Lumayan, Om.
Zanna mendengkus pelan saat melihat Naren datang bersama Rhea. Padahal ia sedang menahan sakit di kakinya, tapi tetap saja keberadaan Rhea membuatnya lebih terusik dibanding rasa sakitnya."Mana yang sakit, Na? Gimana kata dokter?" tanya Naren yang kini berdiri di samping ranjangnya.Karena masih menunggu hasil pemeriksaan, Zanna masih berada di ruang UGD bergabung dengan pasien-pasien lain yang juga sedang menunggu pemeriksaan dokter."Nggak tau, Kak. Masih nunggu hasil tes. Kakiku sakit, kayak kram, kaku, tapi ... nggak ngerti deh, pokoknya sakit banget kalo digerakin.""Udah nelepon mamamu?"Zanna menggeleng.Naren menarik satu kursi plastik yang ada di dekat ranjang dan memaksa Rhea untuk mendudukinya, sementara ia bertahan berdiri dengan kedua tangannya bertumpu pada pundak Rhea.Zanna yang tak tahan melihatnya memilih memejamkan mata. Lagipula rasa sakit di kakinya benar-benar tak tertahankan lagi.Sekitar setengah jam kemudian, barulah seorang dokter menghampiri mereka dan menj
"Ayo, kubantuin." Rhea mengulurkan tangannya kepada Zanna yang sebelumnya sempat berkata ingin ke kamar mandi."Emang kamu kuat?" tanyanya menantang.Rhea menghela napas, mencoba meningkatkan level kesabarannya beberapa kali lebih tinggi daripada biasanya. "Tadi siang kamu dibantu Niar bisa kan. Badanku nggak lebih kurus dari Niar. Ayolah, Na, jangan kayak anak kecil.""Bi Sri ke mana sih?""Lagi ke minimarket kan." Ini bukan pertama kalinya Rhea menjaga orang di rumah sakit, tapi harus diakuinya, Zanna adalah yang paling merepotkan dibanding yang lain, bahkan dibanding Ranu yang masih bocah.Zanna berusaha turun dari ranjangnya, memang kakinya sudah bisa digerakkan dan tidak sesakit hari sebelumnya, tapi dia tetap perlu dibantu untuk berjalan ke kamar mandi."Ayo." Rhea lagi-lagi berniat memegangi, tapi tangannya ditepis Zanna."Ok, silakan jalan sendiri." Pada akhirnya Rhea harus mengakui kalau ia gagal menaikkan batas kesabarannya."Kenapa?" tanya Naren begitu melihat pertengkaran
"Baru pulang, Sayang?" tanya Naren yang melihat Rhea turun dari mobilnya dan membuka pintu pagar. Naren memang sejak tadi menunggu Rhea dari teras depan rumahnya, ada sesuatu yang harus disampaikannya.Sudah seminggu ini Rhea berkutat dengan renovasi ruko milik kakek Naren yang berlokasi di Bintaro. Ia benar-benar berniat mempercepat prosesnya agar cabang Amigos yang pertama segera running, dan tentu saja akan menambah kesibukannya.Sudah seminggu pula, Rhea berusaha menghindari Naren, semata hanya untuk mengurangi frekuensi bertengkar mereka."Iya. Dari Bintaro tadi."Naren kini berdiri di teras rumah Rhea setelah perempuan itu memarkirkan mobilnya di garasi."Kamu udah makan malem?" tanya Rhea sambil membuka pintu rumahnya. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, biasanya Naren sudah makan malam sejak jam tujuh, tapi tidak ada salahnya untuk bertanya."Udah."Rhea tidak perlu bertanya Naren menghabiskan waktu makan malamnya dengan siapa. Ia tidak ingin menambah beban pikirannya
Rhea terbangun karena tenggorokannya yang terasa kering. Jam dinding di kamarnya telah menunjuk angka tiga. Entah sejak kapan ia tertidur, yang jelas ia hanya memejamkan mata, tidak ingin membukanya, dan mencoba mengosongkan pikiran.Derit pintu kamar Rhea yang terbuka membuat Naren terbangun seketika. Ia sebenarnya tidak benar-benar tidur. Karena itu ia masih awas akan segala suara yang ada di sekitarnya."Sayang, kamu kok bangun jam segini?"Rhea sempat terhenyak sesaat melihat Naren berada di ruang tengah rumahnya, sepertinya pria itu tadi tidur di sofa ruang tengah.Mengabaikan teguran Naren, Rhea memilih melanjutkan langkahnya ke dapur untuk mengambil segelas besar air dari dispenser."Haus?"Naren ternyata mengekorinya sampai dapur. Setelah meneguk setengah isi gelasnya dan kembali mengisi gelasnya hingga penuh, tanpa menjawab apa pun, Rhea beranjak menuju kamarnya sambil membawa gelas yang baru diisinya."Sayang." Naren berusaha menahan pintu kamar Rhea yang hendak ditutup. "Ak