Raksa Bumi, padepokan olah Kanuragan yang berdiri kokoh di daerah perbatasan. Tidak megah, tetapi cukup luas dan begitu rapi. Hari ini mereka kedatangan tamu tak di undang yang mengaku utusan dari seorang sepuh dunia persilatan.“Seluruh wilayah sedang bergolak, lalu tiba-tiba Kisanak datang dan mengaku utusan dari sesepuh aliran putih yang kami hormati. Sebagaimana kami ketahui, sejak lebih dari sepuluh tahun lalu beliau menghilang tanpa jejak. Lalu, bagaimana mungkin kami percaya begitu saja, terlebih yang mengabarkan hal itu Kisanak yang masih begitu muda,” ujar Adhinata. Lelaki setengah baya yang menjabat sebagai pimpinan padepokan Raksa Bumi.“Menurut, Ki Adhinata apa yang harus saya buktikan, sedangkan saya kesini tidak membawa bukti apa pun,” jawab Ajiseka.“Lakukan sesuatu yang dapat membuat diriku yakin, tidak mungkin Ki Ageng Pamungkas begitu saja mempercayai seseorang, suuah...” ujar pimpinan padepokan Raksa Bumi sembari melesat ke arah Ajiseka.Ia menghendaki pembuktian da
Brak!Barang dagangan yang tersusun rapi di atas meja dagang berhamburan manakala gerombolan itu tidak mendapatkan keinginannya. Tidak hanya menghancurkan barang dagangan, kelompok itu juga memukul pria tua yang sedang memungut barang-barang dagangannya. Bahkan, tanpa belas kasihan salah satu anggota menarik paksa si pria tua dan memeriksa kantong pakaiannya.Aksi tarik-menarik terjadi, tetapi akhirnya pria tua itu hanya bisa pasrah manakala pelipisnya terkena hantaman bogem mentah dari beberapa orang yang memorak-porandakan dagangannya. Langkahnya gontai, memungut kembali sisa dagangan yang sekiranya masih bisa di jual. Pasalnya hanya itu barang yang ia miliki setelah semua harta yang ia bawa habis terkuras oleh kelompok yang memeras dirinya.Melihat penindasan itu Ajiseka dan galuh tidak melakukan apa-apa, pasalnya ia ingin tau seberapa kejam kelompok itu dan yang paling penting adalah asal dari kelompok itu sendiri. Bahkan, kedua murid padepokan Kahuripan itu menghampiri si pria tu
Slash...Seberkas sinar terang mengarah tepat di tubuh Ajiseka, beruntung dirinya menghindar tepat waktu. Sehingga sinar terang itu hanya mengenai pohon besar di belakangnya. Hal itu membuat Galuh turut memasang kewaspadaannya.“Hati-hati, Mbakyu!” teriak Ajiseka mengingatkan Galuh.Galuh mengangguk, dirinya juga merasakan aura yang datang begitu kuat dan jahat. Bahkan, ia belum pernah merasakan tekanan yang berbeda. Dia menduga asalnya bukanlah dari jenis lelembut biasa, tetapi setelah di telisik, rupanya aura itu berasal dari seorang manusia.Beruntung malam ini sinar rembulan begitu terang, sehingga tidak menyulitkan pandangan mata biasa. Walau pun kedua murid padepokan lelembut itu sudah terbiasa dengan mata batin, tetapi alangkah baiknya jika tidak menggunakannya. Setidaknya mereka bisa menghemat energi batin yang terus-menerus mengalir.“Aji, apakah kau mengenalnya?”“Ya, rupanya dia masih hidup, aku tidak menyangka jika aura iblis itu berasal dari tubuhnya,”“Artinya dia memili
Dewi Wengi, pimpinan padepokan Kembang Kenongo itu menghajar Ajiseka tanpa ampun. Bahkan, dirinya juga menyusul arah terhempasnya tubuh buronan yang ia cari. Tepat setelah Galuh menyusul Ajiseka, wanita itu datang dan berdiri angkuh tidak jauh dari dua murid padepokan Kahuripan.Sedangkan ajiseka sendiri malah tersenyum saat pimpinan padepokan itu menyusul dirinya.“Aki tidak apa-apa, Mbakyu? Tenang saja, aku yakin digdaya wanita itu tidak jauh berbeda dengan wakilnya,” ujar Ajiseka kepada Galuh yang memegangi lengannya.“Apakah lelaki itu wakilnya?” tanya Galuh sembari memasang kewaspadaan terhadap wanita yang masih berdiri angkuh tak jauh darinya.Ajiseka mengangguk, lalu ia mengisyaratkan agar Galuh segera menyingkir. Tentu Ajiseka harus lebih waspada dari sebelumnya, pasalnya yang ia hadapi saat ini adalah dua petinggi padepokan. Sedangkan dirinya dan Galuh masih berstatus sebagai murid.Benar saja, belum lama Galuh menyingkir, dua anergi dari arah yang berbeda melesat ke arahnya.
Hutan bergemuruh sepanjang malam, rupanya pertarungan belum berakhir hingga pagi hari. Bahkan, burung yang biasanya berkicau dengan tenang harus terbang menyelamatkan diri. Pasalnya aksi kejar-kejaran terjadi di sepanjang jalur sungai besar menuju selatan.Artinya mereka melewati wilayah padepokan Kembang Kenongo dan tujuan awal Ajiseka. Tanpa mereka sadari, seorang lelaki empat puluh tahunan menyadari keributan yang terjadi. Bahkan, ia juga mengikuti arah lesatan yang mengakibatkan gemuruh di pepohonan pinggir desanya.Haryo Wicaksono, lelaki itulah yang menyadari adanya pertarungan. Ia menguntit tanpa mengajak muridnya, tetapi rupanya sosok lain juga mengikuti langkahnya. Salindri, gadis yang malam tadi melakukan meditasi juga menyadari adanya keributan dan kebetulan melihat sang ayah pergi ke arah yang sama.Sementara itu, aksi kejar-kejaran berhenti di sebuah desa yang begitu suram. Sepi dan seperti di tinggalkan oleh penduduknya. Di tempat itulah Ajiseka dan Galuh menghentikan pe
“Romo, apa yang terjadi? Mengapa se-pagi ini ada pertarungan?” Tanya Salindri yang baru saja menyusul ayahnya.Mendengar ucapan itu Haryo Wicaksono pun tersentak kaget. Ia tidak menduga kalau putrinya juga mengikuti pertarungan yang terjadi. Namun, dirinya tidak berani melihat lebih dekat, ia tidak ingin terkena imbas perkelahian yang menurutnya berbahaya itu.“Sebaiknya kamu pulang saja, Nduk? Lihatlah, mereka bukan orang sembarangan,” ujar Haryo Wicaksono sembari mengusap lengan putrinya.“Tidak mengapa, Romo? Bukankah itu pemuda yang dulu itu?” jawab Salindri sembari mengamati pertarungan.“Benar, Romo merasa sebentar lagi akan terjadi sesuatu yang besar di wilayah Selatan ini. Kemunculannya tentu tidak sekedar mengembara,”“Jika seperti itu, kita harus bersiap membantunya. Terlebih mereka hanya berdua saja menghadapi pimpinan Kembang Kenongo, saya khawatir mereka akan kewalahan, Romo?”“Jangan gegabah, Salindri... Lihatlah gadis yang membantu Nak Ajiseka, dia bertarung dengan makh
Semudah itu seorang yang memiliki ilmu Kanuragan tingkat tinggi meregang nyawa, hanya karena pengaruh iblis yang merasuki dirinya dan meyakini dapat mengalahkan lawannya. Padahal, jika Brojolewo benar-benar menggunakan kekuatan aura alamnya kemungkinan besar akan membuat Ajiseka kewalahan. Hal itu terbukti dari kekhawatiran Kumbolo yang notabene kekuatan intinya adalah air, setidaknya Kumbolo ingin menghindari kekuatan yang sama-sama berasal dari alam.Beruntung iblis mendahului Brojolewo, dan meminjam raganya. Dan saat ini, wakil pimpinan Padepokan Kembang Kenongo itu benar-benar tewas. Bahkan, pedang Nogoweling masih menancap di dadanya. Seperti yang di inginkan oleh Kumbolo, energi panas dengan cepat menyebar dari pedang dan bau daging terbakar mulai menguat. Artinya, raga Brojolewo benar-benar akan terbakar. Perlahan tetapi pasti, aroma sangit pun semakin tajam menusuk Indera penciuman, pada akhirnya tubuh Brojolewo menghitam dan terbakar hingga menyisakan abu.Tinggalkan Kumbolo
Haryo Wicaksono dan Salindri membawa Galuh ke kediamannya, pasalnya kondisi gadis itu semakin melemah setelah mendapat serangan mematikan dari Dewi Wengi. Oleh sebab itu Haryo Wicaksono memutuskan menyelamatkan Galuh terlebih dahulu, ia yakin ada sesuatu yang menyebabkan merosotnya kekuatan tubuh Galuh. Bahkan, saat sampai di kediamannya bibir gadis itu sudah mulai membiru.“Romo, sepertinya gadis ini terkena racun dari Nyai Dewi Wengi, tetapi aku tidak melihat adanya luka di tubuhnya,” ujar Salindri kepada Ayahnya.“Bawa ke bilikmu, Nduk? Buka pakaiannya dan periksa semua, Romo yakin ada sesuatu yang melukainya.”Beberapa saat setelah memeriksa tubuhnya, Salindri menemukan kejanggalan di punggung galuh. Sebuah jarum perak menancap disana, melihat itu Salindri tidak langsung mencabutnya. Ia tidak mau mengambil resiko jika sembarangan melakukannya, melihat bagian yang tertancap membiru saja sudah menandakan jika jarum itu beracun.“Romo!” panggilnya kemudian.“Ada jarum yang menancap,