Aku yakin sudah memberikan penolakan yang sangat tegas pada Pak Prana. Aku juga sudah melukai hatinya dengan kata-kataku. Entah dengan maksud apa pria tua itu kembali menemuiku malam ini.
“Aku harusnya sudah tidur sekarang,” kataku padanya.Tidak ada basa-basi dalam kata-kataku. Aku hanya ingin pria ini menyingkir segera dari dalam kamarku.Namun, Pak Prana tidak bergeming berdiri di depan pintu yang tertutup separuh. Kepalanya tertunduk ke bawah. Sesekali ada gerakan sentakan di lehernya, seperti ia telah menemukan kata-kata untuk dikatakannya padaku. Namun sentakan itu tidak membuat kepala milik Pak Rana menegak dengan cepat.“Ada apa, Pak?”Yang kuinginkan hanya tidur saat ini, tidak yang lain.“Aku akan jadi walimu saat menikah nanti!”Pemberitahuannya mengejutkanku. Kantuk yang sejak tadi berusaha aku tahan mendadak lenyap seketika. Aku berdiri dari sisi ranjang yang kududuki sejak awal. Kemudian aku mempeolototi Pak Prana.“Kenapa harusSeluruh tubuh Pak Prana gemetar. Aku bisa melihatnya di sini, dari tempat aku duduk. Tangan pria yang kugenggam itu gemetara. Ia pasti tak mau menikahkan putrinya denganku. Akan tetapi, Pak Prana juga tak bisa memikirkan jalan keluar lain.Aku sudah mengkajinya semalaman suntuk dengan Erlan sebelum memanggil Pak Prana ke ruangan kerja dan menembaknya hingga jatuh bagaikan seekor burung bangau yang tengah terbang.Faktanya, selain pernikahan ini tidak ada cara membuat Ayu berada di dalam jarak pandang pria itu.“Baiklah, Bapak … Nak Gatra, ucapkan ijab dan kabul sesuai yang saya ajarkan tadi!” Penghulu yang memiliki senyum ramah di dunia itu mempersilakan. Dan getaran di tangan Pak Prana yang aku genggam semakin hebat saja.“Saya nikah dan kawinkan Ayudia Parashati binti Prana dengan Gatra Naradipa bin Atmo Binapura dengan mas kawin emas seberat 25 gram dan uang tunai di dalam deposito sebesar 150 juta rupiah tunai!” Pak Prana berhasil mengucapkannya dengan wajah merah dan mata berair.
Aku bukan orang suci. Aku setengah mabuk saat memasuki kamar penganti Alina sekitar lima tahun lalu. Aku bahkan tidak ingat bagaimana caraku memandang Alina saat itu. Tetapi, Alina berkata kalau aku melakukan hal yang hebat saat menidurinya. Lalu malam-malam panas kami selama lima tahun terakhir juga tidak begitu kupedulikan. Aku hanya merasa harus melakukannya dengan Alina, mencumbu wanita yang kunikahi itu. Menyatukan diri sampai mencapai puncak kenikmatan duniawi bersamanya. Sekali lagi, aku sama sekali tidak memperhatikan detail saat datang ke kamar Alina dan menyatukan diri pada titik erotis kami berdua. Aku sangat sadar saat memasuki kamar Ayu. Dan seketika aku takut. Seorang Gatra yang telah mengalami petualangan cinta dengan istri pertamaku mendadak merasa takut pada fakta harus tidur dengan istri kedua. Aku bisa saja menyibak selimut yang tidak sempurna menutupi tubuh Ayu. Aku bisa melihat jenis gaun yang jelas-jelas transparan yang dipilihkan Minu. Pasti Muni, pelayan
Sakit! Hal pertama yang kupikirkan saat Gatra menyetubuhiku adalah hal itu. Walau pun pria itu terus-terus saja membisakan kalau tidak akan ada hal buruk yang terjadi, aku tidak bisa menahan rasa sakit ini.Aku berkali-kali berusaha mendorong Gatra. Namun, tidak berhasil. Setiap kali aku mendorongnya, Gatra seperti menangkapku dan mendorong dirinya lebih keras dibandingkan sebelumnya. Ciuman-ciumannya bersarang di berbagai tempat di tubuhku, rasanya seperti bongkahan bara. Hanya saja tidak menyakitkan dan hanya membuatku berdebar tidak karuan.Lalu pelan-pelan aku menyukai tekanan yang diberikan Gatra. Seluruh tubuhku terasa bergelenyar. Aku mengerang dan takut kalau Gatra tidak menyukainya. Namun, dorongannya padaku sama sekali tidak berkurang, malah semakin cepat saja.Aku tidak ingat, tetapi aku memeluk Gatra dan begitu sebaliknya. Napas kami sama cepat dan seluruh tubuh Gatra menegang. Aku tidak mengerti dengan yang terjadi, rasa sakit yang mendadak berubah menjadi kenikmatan. Ha
“Sudah belah duren?” Erlan bertanya padaku melalui pesan WA.Sialan bangsat satu ini. Kenapa aku harus memberitahunya? Yang benar saja! Aku berdiri dari tempat tidur dan menyadari kalau tidak memakai apapun. Kulirik wanita yang tidur dengan nyenyaknya di tengah ranjang. Libido-ku kembali memuncak.Sepertinya aku harus segera keluar dari tempat ini sebelum mebangunkan wanitaku yang baru pertama kali melewatkan malam panas. Wanitaku yang terasa manis dan mengairahkan.Dengan jubah mandi aku keluar kamar, tidak ada siapapun. Jelas saja. Tidak akan ada yang mau melewatkan malam di depan kamar pengantin. Hari masih terlalu pagi, di luar walau pun sudah sedikit terang, tetapi tidak ada kegiatan apapun. Aku naik ke lantai dua melalui tangga samping. Sama seperti lantai bawah, bagian ini juga sepi.Kamarku dan Alina, istri pertamaku terletak di bagian timur. Pintunya setengah terbuka. Dasar Alina, bagaimana kalau ada pekerja yang masuk begitu saja karena menyangka kalau ia tidak ada di dalam
Dokter berjalan menuju aula dari lorong tempat kamar Ayu berada. Oma yang memanggil dokter tua itu sebab sudah sebulan sejak aku menikah dengan Ayu. Setelah cukup dekat Dokter tua itu mengeleng pelan. Apa arti geleng itu? Aku menoleh pada Oma. Tapi tampaknya wanita tua yang mengurusku setelah kedua orang tuaku meninggal itu sama sekali tidak berniat memberitahu apapun sendiri. Jadi kau putuskan untuk menunggu dokter yang berjalan dengan lemah ke mulai menuju tempat kami. “Ada apa sebenarnya ini?” tanyaku. Oma memalingkan wajahnya sebentar, menoleh kepada para pelayan yang datang dari luar masuk ke dalam aula. Beliau menunggu sampai para pelayan itu cukup jauh. "Aku mendengar dari Muni kalau Ayu telat datang bulan. Jadi kupikir sebaiknya memeriksa apakah wanita itu telah hamil!"Aku membuang nafas kesal mendengarnya. Sepertinya wanita tua ini menganggap membuat anak seperti membuat adonan kue. "Jadi?" Aku bertanya dengan singkat sama sekali tidak ingin memprovokasi. Oma tidak menj
Aku bukan cuma menghindar, tetapi melarikan diri dengan sekuat tenaga untuk tidak harus bertemu dengan Pak Prana. Aku tahu kalau dia yang benar-benar merupakan ayah kandungku tersebut berusaha menemuiku. Tapi bayangkan apa yang aku rasakan? Ia yang tidak pernah datang di dalam kehidupanku tiba-tiba saja mengakui kalau aku adalah putrinya. Ia yang bahkan tidak pernah aku kenal mengatakan itu dengan lantang. Bagaimana seharusnya aku bersikap?"Nyonya, Pak Prana bertanya apakah mau makan sesuatu?" Aku melirik Muni yang menatapku dengan tetapan prihatin. Semua orang di rumah ini tahu soal hubunganku dengan Pak Prana. "Tidak selera!" jawabku. Ini hanya alasan Pak Prana saja. Pria tua itu yang mengaku-ngaku sebagai ayah kandungku hanya ingin merecokiku saja. Aku sudah pernah menemuinya setelah hari pernikahanku dulu. Ia hanya berkata kalau ibuku merindukanku. Ibu merindukanku? Apa tidak salah? Jelas-jelas saat hari Ibu menikam Ayah, Ibu menatapku dengan penuh kebencian hari itu. Andai
Ada banyak suara di sekitarku. Aku tidak kenal beberapa tetapi yakin menggenal Gatra dan Pak Prana. Awalnya hanya berupa bisi-bisik saja sebelum kemudian menjadi lebih jelas saat ini.Padanganku yang awalnya gelap juga mendadak menjadi cerah. Hingga akhirnya hal pertama yang aku lihat adalah langit-langit. Suara-suara yang awalnya berdegung disekitarku bagaikan lebah lenyap seketika.“Kamu baik-baik saja sekarang?”Aku menoleh dan melihat tatapan khawatir yang berasal dari Pak Prana. Aku sempat berpikir kalau kemungkinan ibuku ada di dalam kamar juga, tetapi tidak sama sekali. Untung hanya pria yang mengaku sebagai ayah kandungku saja.Aku mendorong tubuhku dengan kedua tangan supaya bisa berdiri, tetapi tidak berhasil. Aku sama sekali tidak memiliki tenaga saat ini. Rasanya seluruh tubuhku menjadi ngilu seketika.“Tetaplah berbaring! Tidak ada yang perlu kamu kerjakan selain itu.” Gatra menekan bahuku dengan lembut sekali.Pada akhirnya aku pasrah saja saat ini. “Kok aku tiba-tiba l
Anehnya perasaan senang karena mengetahui Ayu hamil bertahan lebih lama dibandingkan yang aku bayangkan. Bahkan setelah hari pengumuman kepada semua pekerja di rumah. Bahkan setelah malam terlewati, aku masih saja ingin memeluk siapapun yang aku temui dan berkata kalau istriku sedang hamil.Apakah memang seperti itu euforia menjadi seorang ayah? Candu yang tidak bisa dikendalikan oleh perintah otak saja.Seberapa keras pun aku berpikir, aku tidak menemukan alasan untuk menghilangkan perasaan senang yang muncul setelah mendengar kehamilan tersebut segera. Memang apa salahnya dengan hal itu?Aku mengatakan kata-kata yang tidak pernah kukatakan sebelumnya. Kalimat-kalimat yang menenangkan itu terasa begitu aneh di lidah. Seperti sedang mengulung permen yang baru pertama kali kumiliki. Namun, aku sama sekali tidak membencinya.Ketika aku menyentuh puncak kepala Ayu, menyuruhnya untuk memejamkan mata, rangsangan aneh lainnya yang entah berasal dari mana muncul. Rangsangan itu mendikteku un