"Nay, maaf ya. Aku tadi gak sadar bawa motornya terlalu ngebut," ujar Mas Sony sambil memegang tanganku lembut. Posisi kami saat ini masih duduk di atas motor. Tak lama, ia mencium punggung tanganku. Ada raut wajah sesal di wajah Mas Sony. Sebenarnya, aku mau marah. Apalagi mengingat kondisiku yang sedang hamil saat ini. Seolah-olah, Mas Sony abai pada keselamatan diriku. Tapi melihat raut wajah sesalnya, aku jadi tak tega juga."Iya, Mas, aku gak papa. Tapi jangan diulangi lagi ya, Mas? Aku takut, apalagi sekarang aku lagi hamil," kataku."Iya, Nay, aku janji gak akan gitu lagi. Tadi aku cuma syok aja. Malas ketemu orang itu," jelas Mas Sony. Orang itu yang dimaksud Mas Sony, siapa lagi kalau bukan Anggun. Jangankan Mas Sony, aku sendiri saja sangat terkejut tadi."Aku juga tadi sempat kaget, Mas. Gak nyangka kita bisa ketemu dia di jalan tadi," kataku."Entahlah, Nay. Tadi itu seperti sebuah kebetulan, yang tak diharapkan," kata Mas Sony sedikit terkekeh."Namanya juga takdir, Mas.
"Tuh bener kan? Kedatangan kalian kesini bikin Naya jadi mau makan nasi. Kamu pengen lauk apa, Nay? Biar aku bilang sama Mbak di dapur buat masakin," tanya Mas Sony padaku. Wajah Mas Sony terlihat senang dan antusias. Seolah sangat senang melihat istrinya ini akhirnya mau makan nasi."Hmm ... aku pengen banget makan pakai lauk ayam bakar sama sambel terasi mentah, Mas. Tapi ..." kataku tertahan. Mau bilang kok rasanya gak enak."Tapi apa?" tanya Mas Sony menaikan sebelah alisnya."Aku maunya kamu yang masak, Mas," ucapku pelan."Hah!" Mas Sony membelalakkan matanya lebar, seolah tak percaya dengan apa yang aku ucapkan barusan."Aku mana bisa masak, Nay?" ucap Mas Sony dengan wajah di buat memelas.Mendengar ucapan Mas Sony, seketika bibir ini melengkung ke bawah. Kesal rasanya, jika keinginan ini tak mau ia turuti. Saat Mas Sony menatapku, aku langsung memalingkan wajah. Entahlah, semenjak hamil, aku merasa sangat sensitif. Sebentar-sebentar rasanya ingin marah. Meskipun aku sudah ber
POV Anggun🍁"A ... Anggun, aku ... aku benar-benar gak tahu kalau saat itu kamu sedang hamil anakku. Kenapa kamu gak bilang padaku, kenapa?" tanya Mas Jody meninggikan suaranya. Tiba-tiba, air mata jatuh dari sudut matanya.Ada kesedihan yang terlihat jelas di wajah Mas Jody. Seandainya dulu ia tahu bahwa aku sedang mengandung anaknya, apakah ia akan tetap pergi meninggalkan aku?"Kalau kamu tahu, terus kamu mau apa, Mas? Bukankah niatmu mendekati aku hanya untuk mendapatkan harta aku? Hah!" teriakku.Enak sekali Mas Jody berbicara begitu. Seolah-olah ia masih peduli pada anaknya yang hingga kini tak pernah sekalipun ia temui."Enggak, aku gak sejahat itu. Aku akui, aku memang salah. Tapi, aku gak mungkin ninggalin kamu gitu aja, kalau aku tahu kamu hamil," lirih Mas Jody."Bullshitt ... bualan macam apa itu? Kamu sama Rista itu sama, Mas, sama-sama pengkhianat!" teriakku.Kesal, marah, kecewa dan juga sakit. Itu adalah gambaran kondisi hatiku saat ini. Aku tahu, aku pun tak sempurn
"Anggun!" Mas Jody menarik sebelah tanganku. Aku pikir ia tak mengejarku, ternyata salah."Lepas, Mas!" teriakku berontak."Anggun, izinkan aku untuk menemui anak aku. Aku mohon, kasih aku kesempatan sekali aja," kata Mas Jody dengan wajah memelas.Aku tak tahu ia jujur atau bersandiwara. Karena dulu ia yang aku anggap tulus pun, ternyata hanya buaya."Gak! Kamu gak ada hak buat nemuin anak aku. Kamu pikir, kamu siapa, Mas? Selama inipun kamu gak pernah peduli kan?""Itu karena aku gak tau. Kalau aku tahu dari awal kamu mengandung, aku gak akan ninggalin kamu," kata Mas Jody seolah meyakinkan aku.Mas Jody masih memegang sebelah tanganku dengan erat. Semakin aku berusaha untuk melepaskan tangannya, tapi semakin kuat ia mencengkram tanganku. Saat ini, kami sudah berada di depan gerbang kost-kostan.Untung saja, suasana kost-kostan ini lumayan sepi. Kalau tidak, pastilah saat ini kami sudah menjadi pusat perhatian. Tak lama, Rista muncul dari balik pintu kostan, ia berjalan seperti ingi
Aku masih berdiri mematung, meskipun Mas Sony dan juga Naya sudah tak terlihat lagi dari pandangan mataku. Ada rasa sesal yang begitu dalam di hatiku. Andai saja, aku tak melakukan kesalahan fatal, pastilah aku yang saat ini masih bersama Mas Sony, bukan Naya. Betapa beruntungnya Naya, bisa mendapatkan hati mantan suamiku itu.Setiap orang yang lewat di jalan memperhatikan diriku yang terlihat sangat kacau ini. Mereka memandangku dengan tatapan iba. Karena memang saat ini, aku pantas dikasihani.Aku merasa hidup ini terlalu kejam untukku. Meskipun memang ini semua karena kesalahan ku. Tapi, tak adakah sedikit kebahagiaan untukku? Andai saja, Mas Sony bisa memaafkan aku. Pastilah hidupku tak akan berantakan seperti ini.Tapi, semua sudah terlambat. Jika diibaratkan, nasi sudah menjadi bubur, tak mungkin bisa lagi untuk mengulang semuanya. Apalagi melihat kilat mata Mas Sony yang terlihat begitu benci padaku, pastilah tak akan ada kesempatan kedua untukku. Jangankan kesempatan kedua, di
"Udah, gak usah bahas yang begituan. Kita makan yuk. Mama laper dari tadi nungguin kamu pulang. Chaca sama Clara dari tadi nungguin kamu loh, mereka gak mau makan katanya kalau gak bareng kamu," kata Mama yang sukses membuat hatiku terenyuh.Aku baru sadar, kedua anakku memang masih sangat butuh perhatian dariku. Sebagai seorang Ibu, aku terlalu egois karena hanya memikirkan perasaan ku sendiri. Aku membayangkan, bagaimana sedihnya hidup mereka tanpa adanya seorang Ibu yang menyayangi mereka.Sudahlah ayah mereka tak ada, bagaimana kalau aku tiba-tiba mati meninggalkan mereka? Aku tak bisa membayangkan itu terjadi. Tapi, bagaimana dengan penyakit yang aku derita? Apalagi kalau sampai aku mati."Mama ..." Chaca dan Clara langsung berhambur memeluk tubuhku dengan erat setelah keluar dari kamar. Sepertinya, mereka berdua baru selesai mandi. Terlihat dari rambut mereka berdua yang basah.Aku membalas pelukan kedua anakku dengan penuh sayang. Andai saja, Zahra ada disini, pastilah aku aka
POV Naya🌹"Wah, ini beneran kalian berdua yang masak?" tanyaku pada Mas Sony dan juga Aska.Mataku mengitari isi meja makan. Ada Ayam goreng, sambel terasi mentah, dan juga berbagai jenis lalapan sesuai dengan keinginanku. Semua terhidang dengan aroma yang menggugah selera. Perut ini pun semakin terasa lapar."Ya beneran lah, Mbak. Masa' bohongan," jawab Aska yang kini sudah duduk di salah satu kursi makan. Disusul Siska yang ikut duduk di samping suaminya itu."Maaf ya, Nay. Ini semua yang masak Aska, aku cuma bantu-bantu nyiapin bumbunya aja. Tapi kamu tenang aja, aku udah belajar tadi sama Aska. Seandainya kamu tiba-tiba pengen dimasakin lagi, aku udah tahu resep dan caranya kok," kata Mas Sony."Iya, Mas, gak papa kok. Yang penting kamu udah usaha, itu udah cukup buat aku," kataku tersenyum. Aku sangat menghargai usaha Mas Sony untuk menyenangkan hatiku. Ia mau berusaha saja, sudah cukup membuatku senang.Bagaimana tidak, Mas Sony yang seorang CEO mau berusaha memasak meskipun i
Aku ingin menjadi mimpi indah dalam tidurmu ...Aku ingin menjadi sesuatu yang mungkin bisa kau rindu ...Karena langkah merapuh tanpa dirimuKarena hati telah letih ...Aku ingin menjadi sesuatu yang selalu bisa kau sentuh ...Aku ingin kau tahu bahwa ku selalu memujamu ...Tanpamu sepinya waktu merantai hati Oh ...Bayangmu seakan-akan ...🌹Mas Sony memainkan gitar sambil menyanyikan sebuah lagu milik Once yang berjudul Dealova. Ternyata benar yang dikatakan oleh Siska, suara Mas Sony sangat mirip dengan Once. Yang lebih membuatku terpukau, Mas Sony ternyata sangat pandai memainkan gitar.Aku tak menyangka, dibalik wajah dingin Mas Sony, ternyata ada sisi positif dari Mas Sony. Aku merasa sangat beruntung memiliki suami seperti Mas Sony.Hari ini, kami semua merasa bahagia. Kami semua saling bersenda gurau, dan tertawa bersama. Kedatangan Siska dan Aska membuat suasana rumah menjadi ceria.🌻"Mas, Minggu depan ulang tahun Zahra loh," kataku pada Mas Sony.Mas Sony yang sedang mem