"Jadi kamu nggak mau makan siang dengan Saya hari ini karena sudah janji makan siang dengan pacarmu?”
Revan berdiri sambil menyandarkan bokongnya diujung meja kerjanya, sedangkan Lia duduk di kursi tepat di depan Revan.
Lia merasa heran, tampak dari tatapan matanya saat melihat Revan.
“Kok Pak Revan marah?”
“Saya nggak marah, memangnya Saya terlihat marah? Saya hanya nggak suka di bohongi!”
“Saya mau makan siang dengan siapa itu kan urusan Saya. Privasi Saya! kenapa Saya harus mengatakan semuanya kepada Bapak?”
Revan menatap Lia sambil menyilangkan tangannya di dada. Setelah menarik n
Seharian ini Lia merasa kesal, bahkan terus terbawa perasaan itu hingga pulang kerja. Alhasil, Lia jadi malas untuk melakukan apa-apa di rumah. Dia hanya tiduran di atas ranjang milik almarhumah Ibu nya.“Ternyata, sepi sekali hidup sendirian di rumah ini. Rumah terasa terlalu besar dan kosong… apa lebih baik aku kos saja ya? biar punya teman kos dan nggak merasa sepi seperti ini…” gumam Lia.Sejak kepergian Ibu, baru kali ini Lia merasa kesepian. Biasanya selalu ada Pak Revan yang mengirimi pesan atau mengajak makan.“Sadarlah Lia, dia bukan siapa-siapa. Kenapa dia harus bertanggung jawab untuk perasaanmu,” gumamnya lagi sambil memejamkan mata.Kriing..Dengan
‘Klik. Klik.’Lia mengambil ponselnya karena ada notifikasi pesan masuk.“Pasti Mas Rohman,” gumamnya. Dari pagi Rohman memang sudah wanti-wanti agar Lia segera membuat dokumen permohonan order untuk Rumah sakit XX. Dia terlihat sangat khawatir Lia akan dimarahi lagi oleh Pak Revan sehingga dia terus mengingatkan Lia. Dia bahkan mengajukan diri untuk membantu dan berniat untuk pulang ke kantor lebih awal agar bisa membantu Lia menyelesaikan dokumennya.Rohman memang sangat baik pada Lia, dari dulu.‘Nanti siang kita makan bareng, Saya tunggu kamu di Obonk.’Lia terdiam sambil menatap pesan masuk itu dengan teliti. Benar ini Pak Revan yang kirim? bukankah dari kemarin dia masih marah-marah nggak jelas? tadi pagi pun saat bertemu di ruang absensi dia masih terlihat tak bersahabat. Kenapa tiba-tiba, nggak ada angin, nggak ada hujan dia mengirimi pesan dan mengajak makan siang?Lia mengusap matanya, takut kalau ini hanyalah halusinasinya saja.Atau mungkin Pak Revan salah kirim? mungkin
“Lho? Lia? kok sudah balik kantor? cepat sekali makannya?” tanya Rita yang melihat kemunculan Lia di ruang admin. Padahal Rita, Mita dan Novi bahkan belum menyelesaikan makan siang mereka.Lia memaksakan senyum sambil duduk di kubikelnya, “Aku ingat kerjaanku masih banyak jadi nggak tenang makan,” lalu Lia mulai berkutat dengan berkas-berkas pekerjaannya yang masih menumpuk.Lia bersyukur hari ini pekerjaannya sangat banyak, sehingga dia bisa sejenak melupakan kejadian tak menyenangkan saat makan siang tadi.Tapi benarkah Lia bisa melupakannya begitu saja?Lia menelan salivanya di tengah-tengah kegiatannya, dia berusaha fokus namun tetap tak bisa. Mengingat ucapan Pak Revan benar-benar membuat Lia terpukul.Jadi selama ini, tanpa dia sadari dia telah menyukai suami orang? itu sangat menakutkan! membayangkannya pun Lia tak sanggup.“Kencannya nggak lancar ya?” celetuk Novi sambil mengunyah nasinya.“Ya biasalah, namanya juga lelaki. Maunya itu yang muda, cantik, bohay. Jadi nggak usah
Saat melihat bosnya, jantung Lia berdebar sangat kencang. Tangannya gemetar. Lidah pun kelu, Lia tak bisa mengeluarkan kata-kata. "Kita lagi menyelesaikan dokumen permohonan Rumah Sakit, Pak," jawab Rohman dengan santai. Dia tak merasa apa yang dia lakukan bersama Lia di ruang meeting adalah sebuah masalah, toh sejak dulu mereka sering membuat dokumen bersama di ruang meeting. Yang membuat berbeda adalah perasaan Lia sendiri. “Kenapa sales mau bersusah payah mengerjakan dokumen?” Revan masih tampak sedikit kesal, dia pun duduk persis di depan Lia, untunglah ada monitor komputer yang bisa membantu Lia bersembunyi dari tatapan Revan.“Nggak apa-apa Pak, Saya cuma kasihan sama Mbak Lia. Kerjaannya banyak. Niatnya mau bantuin eh malah sudah selesai,” Rohman mengambil hasil print out dokumen yang dikerjakan Lia, mengumpulkannya dan menatanya dengan rapi. Lalu menyerahkan semuanya kepada Pak Revan, “tolong ditandatangani ya Pak,”Revan mengambil setumpuk dokumen tadi, dan memperhatikan se
Gila! Wajah Lia berubah pucat setelah membaca pesan dari Revan. Dia tak punya pilihan lain selain menurut, dia tak ingin Revan nekat.Akhirnya Lia bangun dari duduknya. Dia hendak menemui atasannya di lapangan badminton sebelum hal yang berbahaya terjadi. "Sibuk amat sih! Dari tadi bolak balik terus. Pusing lihatnya," gerutu Novi. Mungkin dia sedikit terganggu karena Lia duduk persis di sebelahnya. Lia memilih tak ambil pusing, dia enggan menjawab celotehan Novi. Ada yang harus dia kerjakan dan itu lebih penting daripada nyinyiran rekan kerjanya itu. Setelah keluar dari ruang admin, Lia segera berlari ke halaman belakang kantor yang ada lapangan badminton terbuka, namun sudah terbengkalai karena lama tak pernah di pakai. Dan saat sampai di lapangan, Lia bisa melihat atasannya yang sedang menginjak puntung rokok yang sudah habis. Dia menunggu Lia di ujung lapangan. Dengan jantung berdebar kencang, Lia mendekati Revan perlahan. Revan tersenyum saat melihat kedatangan Lia. Walaupu
"Mbak Lia, gimana?” Rohman masuk ke ruang admin dan langsung menemui Lia.“Ini, tagihan Mas Rohman. Dokumen permohonan sudah di bawa?” tanya Lia sambil menyerahkan setumpuk nota tagihan pada Rohman.“Sudah,” jawab Rohman sambil menepuk tas ransel yang tergantung di depan dadanya, lalu Rohman menerima tagihan dari Lia tanpa mengecek isinya, dia sudah sepenuhnya percaya pada kerja Lia. Dengan segera Rohman memasukan tagihan tadi ke dalam tas ranselnya.“Mbak…” Rohman melirik ke arah Novi yang sedang sibuk mengobrol dengan Rita, “gimana masalah ‘itu’?” bisiknya.Lia mengangguk, “Aku akan coba saran mas Rohman kemarin, semoga berhasil ya,” jawab Lia lirih. Dia juga tak mau Novi mendengar pembicaraan mereka berdua.Rohman tersenyum sambil mengacungkan jempolnya, “Aku yakin bakal berhasil Mbak, aku tau banget dia pasti nggak bakal mau.”Lia menganggukkan kepala beberapa kali sambil tersenyum.“Ayo briefing! Rohman! ngapain kamu pagi-pagi sudah di ruang admin! bukannya ke ruang meeting dulu!
Saat memasuki ruang admin, Lia sempat melirik Mita yang tersenyum sambil mengacungkan jempolnya secara diam-diam. Dia secara sembunyi-sembunyi mendukung Lia, mungkin dia segan pada Rita karena Rita adalah sahabat Novi.Mengetahui dia mendapat dukungan dari salah satu rekan kerjanya, Lia merasa lega. Lia hanya tersenyum membalas acungan jempol dari Mita.“Lia!” Lia yang baru saja menempelkan bokongnya di kursi, secara spontan berdiri dan menatap pintu ruang admin.“Ke ruangan Saya! oh iya, sekalian buatkan kopi,” tanpa menunggu jawaban, Revan langsung meninggalkan ruang admin.Lia hanya bisa mendesah dan menuruti perintah bos nya itu. Dia segera menuju pantry dan memasak air. Setelah pesanan Revan siap, barulah Lia menuju ruangan bos nya itu.‘Tok. Tok. Tok.’ Lia mengetuk pintu tiga kali dan menunggu jawaban Revan.“Masuk,” jawab Revan dan dengan segera Lia menurut."Ini kopinya," Ucap Lia sedikit ketus. “Ada apa Pak Revan memanggil Saya?” lanjutnya. Revan tersenyum, bukannya menjawa
"Lia…” Anita menyerbu ruang admin, tempat kerja Lia saat jam di dinding tepat di angka 12. Mereka berdua sudah janjian mau makan siang bersama, dan Anita sangat antusias karena dia benar-benar penasaran dengan kelanjutan kisah percintaan sahabatnya itu.Lia yang mendengar panggilan Anita, dengan segera berbenah. Sebelum pergi makan siang, Lia selalu merapikan meja kerjanya dan menyimpan semua nota penjualannya dalam brankas. Dia memang sangat teliti.“Mau makan apa kita?” tanya Anita sambil memperhatikan Lia yang sedang beranjak sambil mengambil tas kerjanya.“Terserah, aku ikut aja.”Anita menepuk jidatnya, “Biasanya itu jawaban aku kalau di tanya sama Adam. Pantesan aja Adam selalu marah, ternyata jawaban ‘terserah’ itu bikin pusing.”“Apa sih? jangan lebay lah…” Lia terkekeh sambil mendorong pelan bahu Anita. Tanpa di duga, ternyata Anita oleng dan tubuhnya terdorong ke belakang, untunglah ada sepasang tangan kekar menyangga bahunya sehingga Anita tak terjatuh.Anita terkejut saat t