“Lho? Lia? kok sudah balik kantor? cepat sekali makannya?” tanya Rita yang melihat kemunculan Lia di ruang admin. Padahal Rita, Mita dan Novi bahkan belum menyelesaikan makan siang mereka.Lia memaksakan senyum sambil duduk di kubikelnya, “Aku ingat kerjaanku masih banyak jadi nggak tenang makan,” lalu Lia mulai berkutat dengan berkas-berkas pekerjaannya yang masih menumpuk.Lia bersyukur hari ini pekerjaannya sangat banyak, sehingga dia bisa sejenak melupakan kejadian tak menyenangkan saat makan siang tadi.Tapi benarkah Lia bisa melupakannya begitu saja?Lia menelan salivanya di tengah-tengah kegiatannya, dia berusaha fokus namun tetap tak bisa. Mengingat ucapan Pak Revan benar-benar membuat Lia terpukul.Jadi selama ini, tanpa dia sadari dia telah menyukai suami orang? itu sangat menakutkan! membayangkannya pun Lia tak sanggup.“Kencannya nggak lancar ya?” celetuk Novi sambil mengunyah nasinya.“Ya biasalah, namanya juga lelaki. Maunya itu yang muda, cantik, bohay. Jadi nggak usah
Saat melihat bosnya, jantung Lia berdebar sangat kencang. Tangannya gemetar. Lidah pun kelu, Lia tak bisa mengeluarkan kata-kata. "Kita lagi menyelesaikan dokumen permohonan Rumah Sakit, Pak," jawab Rohman dengan santai. Dia tak merasa apa yang dia lakukan bersama Lia di ruang meeting adalah sebuah masalah, toh sejak dulu mereka sering membuat dokumen bersama di ruang meeting. Yang membuat berbeda adalah perasaan Lia sendiri. “Kenapa sales mau bersusah payah mengerjakan dokumen?” Revan masih tampak sedikit kesal, dia pun duduk persis di depan Lia, untunglah ada monitor komputer yang bisa membantu Lia bersembunyi dari tatapan Revan.“Nggak apa-apa Pak, Saya cuma kasihan sama Mbak Lia. Kerjaannya banyak. Niatnya mau bantuin eh malah sudah selesai,” Rohman mengambil hasil print out dokumen yang dikerjakan Lia, mengumpulkannya dan menatanya dengan rapi. Lalu menyerahkan semuanya kepada Pak Revan, “tolong ditandatangani ya Pak,”Revan mengambil setumpuk dokumen tadi, dan memperhatikan se
Gila! Wajah Lia berubah pucat setelah membaca pesan dari Revan. Dia tak punya pilihan lain selain menurut, dia tak ingin Revan nekat.Akhirnya Lia bangun dari duduknya. Dia hendak menemui atasannya di lapangan badminton sebelum hal yang berbahaya terjadi. "Sibuk amat sih! Dari tadi bolak balik terus. Pusing lihatnya," gerutu Novi. Mungkin dia sedikit terganggu karena Lia duduk persis di sebelahnya. Lia memilih tak ambil pusing, dia enggan menjawab celotehan Novi. Ada yang harus dia kerjakan dan itu lebih penting daripada nyinyiran rekan kerjanya itu. Setelah keluar dari ruang admin, Lia segera berlari ke halaman belakang kantor yang ada lapangan badminton terbuka, namun sudah terbengkalai karena lama tak pernah di pakai. Dan saat sampai di lapangan, Lia bisa melihat atasannya yang sedang menginjak puntung rokok yang sudah habis. Dia menunggu Lia di ujung lapangan. Dengan jantung berdebar kencang, Lia mendekati Revan perlahan. Revan tersenyum saat melihat kedatangan Lia. Walaupu
"Mbak Lia, gimana?” Rohman masuk ke ruang admin dan langsung menemui Lia.“Ini, tagihan Mas Rohman. Dokumen permohonan sudah di bawa?” tanya Lia sambil menyerahkan setumpuk nota tagihan pada Rohman.“Sudah,” jawab Rohman sambil menepuk tas ransel yang tergantung di depan dadanya, lalu Rohman menerima tagihan dari Lia tanpa mengecek isinya, dia sudah sepenuhnya percaya pada kerja Lia. Dengan segera Rohman memasukan tagihan tadi ke dalam tas ranselnya.“Mbak…” Rohman melirik ke arah Novi yang sedang sibuk mengobrol dengan Rita, “gimana masalah ‘itu’?” bisiknya.Lia mengangguk, “Aku akan coba saran mas Rohman kemarin, semoga berhasil ya,” jawab Lia lirih. Dia juga tak mau Novi mendengar pembicaraan mereka berdua.Rohman tersenyum sambil mengacungkan jempolnya, “Aku yakin bakal berhasil Mbak, aku tau banget dia pasti nggak bakal mau.”Lia menganggukkan kepala beberapa kali sambil tersenyum.“Ayo briefing! Rohman! ngapain kamu pagi-pagi sudah di ruang admin! bukannya ke ruang meeting dulu!
Saat memasuki ruang admin, Lia sempat melirik Mita yang tersenyum sambil mengacungkan jempolnya secara diam-diam. Dia secara sembunyi-sembunyi mendukung Lia, mungkin dia segan pada Rita karena Rita adalah sahabat Novi.Mengetahui dia mendapat dukungan dari salah satu rekan kerjanya, Lia merasa lega. Lia hanya tersenyum membalas acungan jempol dari Mita.“Lia!” Lia yang baru saja menempelkan bokongnya di kursi, secara spontan berdiri dan menatap pintu ruang admin.“Ke ruangan Saya! oh iya, sekalian buatkan kopi,” tanpa menunggu jawaban, Revan langsung meninggalkan ruang admin.Lia hanya bisa mendesah dan menuruti perintah bos nya itu. Dia segera menuju pantry dan memasak air. Setelah pesanan Revan siap, barulah Lia menuju ruangan bos nya itu.‘Tok. Tok. Tok.’ Lia mengetuk pintu tiga kali dan menunggu jawaban Revan.“Masuk,” jawab Revan dan dengan segera Lia menurut."Ini kopinya," Ucap Lia sedikit ketus. “Ada apa Pak Revan memanggil Saya?” lanjutnya. Revan tersenyum, bukannya menjawa
"Lia…” Anita menyerbu ruang admin, tempat kerja Lia saat jam di dinding tepat di angka 12. Mereka berdua sudah janjian mau makan siang bersama, dan Anita sangat antusias karena dia benar-benar penasaran dengan kelanjutan kisah percintaan sahabatnya itu.Lia yang mendengar panggilan Anita, dengan segera berbenah. Sebelum pergi makan siang, Lia selalu merapikan meja kerjanya dan menyimpan semua nota penjualannya dalam brankas. Dia memang sangat teliti.“Mau makan apa kita?” tanya Anita sambil memperhatikan Lia yang sedang beranjak sambil mengambil tas kerjanya.“Terserah, aku ikut aja.”Anita menepuk jidatnya, “Biasanya itu jawaban aku kalau di tanya sama Adam. Pantesan aja Adam selalu marah, ternyata jawaban ‘terserah’ itu bikin pusing.”“Apa sih? jangan lebay lah…” Lia terkekeh sambil mendorong pelan bahu Anita. Tanpa di duga, ternyata Anita oleng dan tubuhnya terdorong ke belakang, untunglah ada sepasang tangan kekar menyangga bahunya sehingga Anita tak terjatuh.Anita terkejut saat t
"Ada apa sih yank? Kok tiba-tiba kamu mau comblangin Lia? Bukannya Lia lagi dekat sama… siapa ya namanya?""Revan! Sudah jangan bahas cowok brengsek itu!" Anita mengepalkan tangannya, menggenggam pisau pemotong daging itu dengan erat. Dia bahkan menghentakkannya beberapa kali di atas meja. Anita dan Adam sedang makan malam berdua. Adam pikir mereka berdua akan makan malam romantis, makannya dia mengajak Anita ke restoran steak karena dia tau Anita sangat suka makan daging. Namun ternyata, kekasihnya itu sedang dalam mood yang buruk. Dia tampak marah-marah dari tadi. "Kenapa memangnya dengan si Revan ini?" Tanya Adam hati-hati, takut jika ucapannya nanti menyulut amarah Anita makin besar. "Aku pikir dia cowok baik! Ternyata dia itu sampah!" Anita memukul meja makannya dengan keras hingga membuat beberapa orang yang ada di dalam restoran menatap dirinya penasaran."Kamu tau nggak! Dia itu sudah menikah! Dia itu lelaki beristri! Dan dengan santainya mendekati Lia, kasih perhatian, k
“Hoaaammm…” Lia menguap dengan lebar, susah payah dia berusaha menahan rasa kantuk namun semua itu percuma. Sejak mengetahui kenyataan yang sebenarnya tentang status Revan, Lia menjadi kesulitan untuk tidur setiap malam. Namun saat jam dinding menunjukkan pukul 4 pagi, rasa kantuk mulai menyerang. Semua itu membuat ritme tidur Lia tak normal dan hasilnya dia selalu mengantuk setiap berangkat bekerja.“Habis begadang?”Lia terkejut saat mendengar suara parau dari arah belakang. Suara ini suara yang sangat dia kenal dan sangat dia rindukan.Lia memejamkan matanya dengan rapat dan mengutuk dirinya sendiri karena masih saja menyimpan rasa untuk lelaki yang tak boleh dia miliki.“Kenapa begadang? nonton drakor?” tanya Revan lagi, kali ini dia sudah berdiri di sebelah Lia.Lia tetap cuek dan menempelkan ibu jarinya di mesin absensi. Setelah itu, tanpa menjawab pertanyaan Revan, Lia langsung bergegas pergi meninggalkannya.Lia tak mau berlama-lama di dekat Revan. Magnetnya terlalu besar! bi