Bab 14
"Nis, beneran lo mau di rumah sendirian?" tanya Lana, gadis manis ini sedang bersiap berangkat kuliah."Iya gue mau tidur aja." Nisa kembali masuk ke dalam bedcover. "Btw nyokap elo kapan balik, tar tau-tau nyokap loe balik," tanya Nisa."Belum tau," jawab Lana, dia menyahut tas. "Gue berangkat ya!!" tanpa menunggu jawaban Nisa Lana keluar kamar.Terdengar suara mobil keluar dari garasi. Nisa bangkit dari tempat tidur. Duduk termenung di pinggiran ranjang. Menatap cermin besar yang memantulkan bayangan dirinya."Mah, aku merindukan mu!!" sudah lama Nisa tak merasakan rindu teramat sangat seperti sekarang ini. Selama ini Damar menemani dan mengisi hari-harinya dengan kebahagiaan. Tapi kini?Hanya Damar kala itu orang yang dapat menggantikan kehangatan Mama-nya. Chandra saat itu sedang menggilai wanita yang kini menjadi mama tirinya.Nisa menelungkupkan tangan paBab 15 "Sin gue istirahat dulu, cape, masih amatir gue, masih butuh jam terbang lebih banyak." kekeh Nisa, dia berlalu menjatuhkan bobot tubuh kasar di sofa empuk. Tangan gadis itu meraih air mineral menenggak cepat, lalu meraih cemilan di atas meja, saat ini bahagia yang dia rasa. Apa lagi melihat teman-teman yang lain juga tertawa lepas, terlihat aura kebahagiaan dari diri meraka lalu menular pada diri Nisa. Setelah mengistirahatkan tubuh sesaat dia kembali ikut berjikrak-jingkrak lagi, lagu yang di putar Dj kesukaan Nisa. "Sin ternyata menyenangakan, kenapa gue gak ketemu elo dari dulu. Nyesel Lana gak ikut." Nisa tertawa riang, tubuhnya ringan, terus bergoyang mengikuti irama. Suasana semakin panas. Beberapa orang sudah mulai lelah. Tapi Sinta masih juga energik. "Lo kuat banget Sin, gak ada capenya," teriak Nisa pada sinta.
Bab 16"Gak perlu tau siapa aku, yang penting sekarang Kita bersenang-senang, sayang," ucap Pram, tersenyum penuh kemenangan. Bisa mengurung gadis incaran.Nisa menggeser tubuh saat pram ingin meraih pinggang rampingnya. "Jangan dekati aku!!" Nisa menjulurkan jari telunjuk, mengarah wajah Pram berada. "Tak usah khawatir baby, jangan takut, aku akan membuatmu, mendapatkan bahagia," ujar Pram. Dengan gesit tangan Pram meraih tubuh Nisa. "Lepas ...." Nisa terus berontak. Pram mendekap kuat, Nisa tak berdaya. Apalagi kini kepalanya terus berdenyut. "Tolong ... Tolong ...." Nisa berusaha mencari pertolongan dengan berteriak."Tak usah menghabiskan energi dengan berteriak, tak ada siapapun di sini." Pram mencium rambut Nisa. Dengan tangkas lelaki berlengan kuat ini membopong Nisa, menaruh kasar tubuh Nisa di ranjang. Pram memandang Nisa dengan kilatan nafsu d
Bab 17Darmi membuka tirai jendela kamar. Sorot terang benderang memenuhi kamar Nisa. Netra lentik Nisa mengerjap, tangan menyentuh kening."Mbok, jam berapa ini?" suara lemah Nisa bertanya. "Jam 7, Non," jawab Darmi. "Masih pagi, Mbok. Tutup lagi tirainya, silau ... aku mau tidur lagi, kepalaku sakit.""Tapi tadi Den Damar pesen, Non Nisa suruh bangun pagi. Ayo Mbok bantu, makan bubur terus minum obat." Darmi membangunkan tubuh Nisa. Awalnya Nisa ingin membantah. "Non, Mbok takut liat muka Den Damar, yang nurut ya," ucap Darmi. Nisa pun tak mampu mengelak, dia juga kasihan jika Mbok Darmi kena marah, suaminya."Mbok ... Nisa, pengen nengok Papa," ucap Nisa di sela-sela suapan. "Nanti Mbok anter ke Rs. Non jangan buat masalah terus kasian Den Damar. Kelihatan lelah. Belum ngurus perusahaan, belum lagi Nyonya Fina merongrong t
Bab 18"Bagaimana gak mikirin, Lan. Dia pasti lagi pulang ketempat perempuan itu." Nisa menelungkupkan wajah di kasur berseprei putih.Lana menatap Nisa pilu. Tangan Lana Mengelus-elus lengan Nisa memberi hawa damai. "Udah Nis, jangan di bawa sedih terus," Lana menguatkan."Nis tapi lo baik-baik aja, gak ada trauma atau apa gitu? Dengan kejadian kemarin?" tanya Lana penasaran, ketika Nisa sudah tak menangis.Pasalnya kemarin Lana dengar Nisa hampir mengalami pelecehan. "Gue mabuk Lan, gue lupa-lupa inget," ucap Nisa santai. "Ada untungnya juga ya, padahal hal buruk," Lana garuk-garuk kepala yang tidak gatal. ***Damar merebahkan tubuh lelah di ranjang dengan seprei bercorak bunga. Lama dia menunggu Kirana menidurkan Fatta tak jua kembali, hingga lelaki ini kembali terjaga tak juga Kirana ada di sampingnya.
Bab 19 "Bagas memandang Darmi kikuk. "Non udah siang udah buruan. Gak apa-apa bau dikit, nanti pas udah nyampe senprot parfum," ujar Darmi. "Pake mobil aja, kunci mobil mana Mbok?" tanya Nisa. "Tapi aku gak bisa bawa mobil!!" seru Bagus. "Ya ampun gini hari gak bisa bawa mobil? Umur doang tua!" hina Nisa. "Non, kunci mobil juga dibawa Den Damar semua. Katanya Non Nisa suruh ikut Mas Bagus." Darmi gelisah, sulit memang membujuk Nisa. Nisa mengambil helm dengan kasar. "Mana bau lagi nih helm, ancur rambut gue. Liat aja Mas Damar, bakal Nisa kerjain kamu, bikin Nisa jengkel terus." Nisa terus menggerundel sepanjang jalan. "Non, udah sampe!" seru Bagus. "Ya ampuunn ... Kenapa lo berhenti di depan kampus pas. Maju buruann!!" Nisa menepuk-nepuk pundak Bagas. Khawatir ada temen yang liat gengsi banget Nisa di anter ojek, 'pikirnya
Bab 20Nisa pun menerima masker pemberian Bagus, saat Nisa sedang memakai masker, tiba-tiba motor yang dikendarai Bagus melaju, membuat tubuh Nisa terhuyung. "Aduhh ... Pelan-pelan dong. Nanti gue jatoh gimana?!" teriak Nisa, kesel. "Maaf Non gak sengaja." Terlihat raut khawatir di wajah Bagus, ceroboh sekali dia, tidak menyadari Nisa sedang menggunakan masker. Setelah itu Bagus menjalankan motor pelan. "Kalo elo naik motor pelan gini mau nyampe kapan?" suara Nisa terdengar dekat ditelinga Bagus. "I-iya, Non. Pegangan ya Non. Saya kencengin," Bagus mulai mempercepat laju motor yang dia kendarai. "Alhamdulillah. Sampe juga." "Bukain susah banget sih ini helm!" Nisa selalu berkata ketus. Entah lah, setelah mengetahui perselingkuhan Damar mood Nisa selalu buruk. Bagus pun kembali membuka pengait helm yang sel
Nisa melempar helm yang dia pakai. Bagus hanya diam menunduk tak berani berkata. "Ada apa Non, Pulang-pulang kaya kesurupan begitu," tanya Darmi bingung melihat keributan di garasi. "Telpon Mas Damar Mbok!! Kemana itu orang gak Pulang-pulang. Nisa butuh ponsel, hidup udah kaya di gunung!!" teriak Nisa frustasi. "Pokoknya besok Nisa gak mau naik motor lagi, gak mau tau Nisa gak mau dijemput pake motor, pusing, bau asep, cape, gak bisa nyender, panas lagi!!" Nisa berteriak histeris. "Ya Udah, Mbok telpon, Non." Darmi tergopoh masuk, tak lama Mbok Darmi keluar. "Sebentar lagi Den Damar pulang, Non. Jangan teriak-teriak lagi." Darmi berkata pelan. Hatinya berdetak lebih kencang belakangan ini karna Nisa terus merajuk. Dengan menghentakkan kaki, gadis cantik ini pergi masuk ke dalam rumah. "Mas, sabar ya," ucap Darmi pada Bagus, Netranya berkaca khawatir Bagus tidak betah
"Antar aku ke Rumah Sakit aja, aku gak kuliah hari ini," ucap Nisa pada Bagus. "Loh kenapa gak kuliah, Non?" tanya Darmi. "Nggak Mbok, aku gak mood, percuma kuliah kalo pelajaran gak masuk di otak," ucap Nisa masih dengan raut kesal. "Non, nanti di rumah sakit hati-hati bicara sama, Tuan." Darmi mengingatkan. "Iya, Mbok, Nisa ngerti." Mengingat kesehatan ayahnya Nisa menjadi semakin tak bergairah. "Mas Bagus, antar Non Nisa ke Rumah Sakit aja, ya," ucap Mbok Darmi pada Bagus, yang sejak tadi berdiri di teras. "Iya, Mbok." Bagus menjawab sopan, menundukkan kepala. Bagus memperhatikan wajah Nisa yang murung lewat kaca sepion, pun saat turun dari motor tak ada lagi marah atau kesal saat gadis ini kesulitan membuka helm. "Mas, tunggu di sini aja, Nisa gak lama kok," ucap Nisa pada Bagus dengan suara lembut, tak ada lagi ketus. Bagus t