Bab 49.uhuk.... Damar tersedak air yang sedang dia minum. "Mas, hati-hati," Nisa bangun menepuk pundak Damar. Chandra menatap Fina mencari kepastian dari ucapan istrinya. "Pah, jangan liatin mami begitu, mamih cuma menduga, mami 'Kan cemburuan, penuh curiga pada lelaki yang gak kuat di ranjang," ujar Fina pelan. "Kata siapa Mas Damar gak kuat di ranjang," Nisa membela lelaki yang bisa membuatnya terkapar tak berdaya."Nisa, sudah tak usah membongkar urusan ranjang, tabu," ujar Damar menyentuh lengan wanitanya. "Pah, Nisa pamit, Nisa sudah selesai makannya," wanita ngambekan ini langsung pergi menarik tangan Damar. "Ayo Mas." "Mami, kita udah tua, salinglah menghargai, jangan seperti itu terus sama anak-anak," Chandra selalu sabar menasehati istri penghianat. "Iya, Pah." Fina menggelendot di tangan suaminya. "Pah masuk kamar yuk, udah lama Papah di rumah sakit, memang gak rindu sama mami." Fina berbisik di telinga Chandra. Lelaki ini tersenyum cerah. Bagaimanapun, Fina selalu da
Bab 50Adzan subuh berkumandang, tangan lelaki ini memeluk erat pinggang wanita disebelahnya. Rasanya baru saja memejamkan mata, tetapi panggilan untuk bersujud sudah terdengar. Damar beringsut turun dari ranjang, masuk ke dalam kamar mandi, menyetel keran air hangat. Mengisi bathtub. Setelah penuh, lelaki ini membopong tubuh Nisa yang masih enggan untuk bangun. "Mas, aku masih ngantuk," ujar Nisa, menepis tangan Damar, menaikkan lagi selimut hingga bahu. "Tapi udah subuh, nanti kalo udah mandi jadi seger." Damar mengecup ceruk leher gadis manja di hadapan. Mata Nisa mengerjab merasa geli, dia melingkarkan tangan ke leher Damar. Tanpa kata lagi Damar mengangkat masuk ke dalam kamar mandi. Menaruh tubuh mungil di dalam bathtub. Tubuh yang tadinya terasa ngilu dan pegal berangsur rileks. Damar memijit pelan bahu wanita muda ini. "Nis sebelum mandi hadas, kita lanjut dulu ya. Biar cepet kasih papa cucu," Damar menaik turunkan alis. Wajah Nisa tersipu malu, "Ya ampun. Mas... Nisa aj
Bab 1. Tak Percaya. "Lan, itu kaya mobil laki gue, deh!" Nisa menunjuk sebuah mobil yang menyalip mobil yang Lana kendarai. "Emang laki elo doang, yang punya mobil begituan?" canda Lana masih fokus pada jalan raya yang selalu padat merayap. Apalagi ini weekend. Daerah puncak sudah dipastikan sulit bergerak. "Gue yakin itu mobil laki gue. Ada logo perusahaannya di kaca belakang," ujar Nisa masih kekeuh dengan penglihatannya. Alfathunisa Dalilla berusaha melihat plat nomor mobil yang dia yakini milik suaminya yang berada setelah beberapa mobil di depannya. "Katanya, dia mau ke Semarang. Kenapa lewat arah Bandung ya?" gumam Nisa. Mobil-mobil melaju perlahan. " Fix! Itu mobil laki gue!" seru Nisa. " Eehhh kok, dia belok? Mau ke mana dia, Lan?""Meneketehe!" sahut Lana mengendikan bahu. "Ikutin, Lan!" Sesuai perintah, Lana membelokkan mobil mengikuti mobil hitam milik Damar—suami Nisa. "Pelan-pelan aja, Lanaaa ...! Jangan deket-deket. Gak bisa banget jadi mata-mata, ih!" keluh Nis
2. Uring-uringan Tetapi sedetik kemudian dia mengurungkan langkah, Nisa berbalik meninggalkan rumah sederhana ini dengan perasaan campur aduk. Tanda tanya besar bersarang di kepala Nisa. Siapa perempuan itu, ada hubungan apa dengan suaminya, dan mengapa Damar ingin menceraikan dirinya. Nisa melangkah lebar menuju tempat Lana menunggu. Pikirannya diliputi banyak pertanyaan. Blugh! "Baru gue mau turun! Beneran laki loe bukan?" tanya Lana dengan wajah bingung, karna penampakan Nisa yang tiba-tiba murung. "Buruan jalan Lan, jangan sampe ada yang liat kita," ajak Nisa lemah. . . "Nis, makan dulu bagaimana pun suasana hati elo, elo itu tetep harus kuat. Harus punya tenaga, biar bisa ngumpulin bukti perselingkuhan laki elo." Lana menyemangati Nisa. "Tapi masa iya, Mas Damar selingkuh?" pikir Nisa, dia menggelengkan kepala samar. Selama ini perlakuan Damar terhadapnya begitu baik. Damar cinta keduanya setelah ayahnya. Selama ini Damar terlihat begitu menyayanginya. Tidak perna
Bab 3. Kejutan. Seorang wanita bejalan tergesa dengan raut yang tak dapat di artikan. "Nisaaa!!!" Damar tak kalah tersentak mendapati istri kecilnya berada di hadapannya. "Mas, siapa dia!?" dengan suara tersengal, entah karna berjalan terburu atau karna marah mendapati suaminya mencium wanita lain, Nisa bertanya. Nisa menatap wanita yang begitu ayu, dewasa, dan sepertinya lembut. "Siapa dia Mas?" tanya Nisa lagi, dengan pandangan menatap tajam pada Kirana. Kirana hanya diam mematung, mungkin ini memang sudah waktunya Damar mengakuinya sebagai istri pertama. ' batinnya. Nisa beralih memandang putri kecil yang dalam gendongan Kirana. Lalu memandang Damar nyalang. "Nisa ayo kita masuk dulu," ajak Damar menggenggam lengan Nisa. Mencoba menghindari keributan di luar rumah. Dangan keras Nisa menepis genggaman tangan Damar. "Jelasin di rumah!!" Nisa berbalik menuju mobil Lana yang terparkir agak jauh. "Nisa!!" Damar memanggil, tetapi Nisa tetap acuh. "Ini sudah wak
Bab 4 Dilema. Damar memeluk erat Nisa. Sekuat apapun Nisa berontak, tak dapat melepaskan diri dari rengkuhan Damar. " Aku tak akan menceraikan mu, sekuat apapun kamu meminta dan berusaha." Suara pelan Damar membuat bulu kuduk Nisa berdiri. Dia tau persis seperti apa Damar - kakak angkatnya ini. "Aku bilang kamu gak boleh pergi!" Bentak Damar kala itu terlintas di pikiran Nisa, yang kini masih berada dalam dekapan lelaki bertubuh atletis ini. Sekuat apapun Nisa memohon, tak membuahkan hasil. Padahal waktu itu Nisa hanya ingin pergi bersama teman satu gengnya. Alhasil karna Nisa tak mendapatkan izin, membuat mereka semua membatalkan acara. Tubuh wanita muda ini luruh, dengan kokoh Damar masih merengkuh tubuh Nisa. Dengan sekali hentak, di bopong tubuh mungil Nisa. Lalu, Lelaki bertubuh atletis ini menaruh Nisa di pembaringan. Damar meraih dagu wanita yang dulu sangat manja juga menyebalkan ini. Iris mata berwarna hitam pekat ini menatap tajam netra Nisa. "Lihat mata Ma
Bab 5. Wanita Ular. Baru saja Damar duduk di kursi kebesarannya, ponselnya berdenting, dia membaca pesan yang ternyata dari Kirana. Lelaki tampan ini menyugar rambut frustasi. Jari-jari panjangnya menekan tombol panggil tetapi tak di angkat. Lalu kembali menelpon seseorang. "Mbok, Nisa sudah pulang?" tanya Damar, lewat sambungan telpon. "Begitu Aden pergi, Non Nisa ikut pergi, belum pulang sampe sekarang Den." Suara Mbok Darmi terdengar khawatir. Damar mengepalkan tangan, lalu memukulkan pada meja. Dengan cekatan di menekan tombol panggil lagi. "Tugas baru untuk mu, Awasi Nisa, sekarang cari keberadaanya. Barusan dia dari rumah Kirana." Klekkk.... Pintu terbuka muncul sosok wanita berumur yang masih terlihat menggoda. Dengan anggun dia berjalan mendekati meja kerja Damar. Wanita berpakaian minim ini berjalan menuju belakang kursi Damar, meraba pundak lelaki tampan ini, lalu memijat pelan. "Sepertinya kamu sedang ada masalah?" Wanita bergincu merah ini mendekatkan bibir
Bab 6 Kecewa. Brak... Pintu di banting keras. Damar bergegas menaiki anak tangga menyusul Nisa, tetapi pintu kamar di kunci dari dalam. Brak. Brak. Brak.... Damar menggedor pintu kamar keras. "Nisa buka!!!" teriak Damar. "Jangan sampai Mas ambil kunci serep, satu, dua, ti --." Klek... Terdengar kunci diputar. " Apa Mas!? " tanya Nisa dengan tatapan nyalang. Damar mendorong tubuh Nisa ke dalam, lalu mengunci pintu kamar. Ruang kamar yang kedap suara membuat Mbok Darmi was-was terjadi sesuatu di antara mereka. Damar mengunci pintu kamar. Melihat wajah Damar yang begitu muram, membuat Nisa bergidik ngeri. "Apa yang kamu lakukan di rumah Kirana?" tanya Damar. "Memang ngadu apa perempuan murahanmu?" tanya Nisa. Damar terbelalak "Apa perempuan murahan?" tanya Damar wajahnya semakin muram. "Apa namanya? Wanita bersuamikan suami orang?" tanya Nisa menantang. walau hatinya sedikit ciut melihat tatapan ber-netra hitam legam itu "Tapi dia istri Mas. Dia sudah me