Share

Bab 4 Dilema

Bab 4 Dilema.

Damar memeluk erat Nisa. Sekuat apapun Nisa berontak, tak dapat melepaskan diri dari rengkuhan Damar. " Aku tak akan menceraikan mu, sekuat apapun kamu meminta dan berusaha."

Suara pelan Damar membuat bulu kuduk Nisa berdiri. Dia tau persis seperti apa Damar - kakak angkatnya ini.

"Aku bilang kamu gak boleh pergi!" Bentak Damar kala itu terlintas di pikiran Nisa, yang kini masih berada dalam dekapan lelaki bertubuh atletis ini.

Sekuat apapun Nisa memohon, tak membuahkan hasil. Padahal waktu itu Nisa hanya ingin pergi bersama teman satu gengnya. Alhasil karna Nisa tak mendapatkan izin, membuat mereka semua membatalkan acara.

Tubuh wanita muda ini luruh, dengan kokoh Damar masih merengkuh tubuh Nisa.

Dengan sekali hentak, di bopong tubuh mungil Nisa. Lalu, Lelaki bertubuh atletis ini menaruh Nisa di pembaringan. Damar meraih dagu wanita yang dulu sangat manja juga menyebalkan ini. Iris mata berwarna hitam pekat ini menatap tajam netra Nisa.

"Lihat mata Mas Damar, Nisa." Damar mencengkeram dagu Nisa.

"Mas... Sa-kit," Nisa berucap terbata. Netranya mengarah pada iris hitam di hadapannya.

"Sekarang kamu milik, Mas. Kamu yang menyerahkan diri pada, Mas. Jadi jangan pernah berucap meminta cerai dari, Mas. Mengerti kamu?" tanya Damar, penuh penekanan.

Nisa mengangguk paham, perlahan Damar mengendurkan cengkraman, "Adik pintar, Mas makin cinta sama kamu," ucap Damar menyeringai.

Setelah berkata Damar ingin mengecup bibir Nisa, tetapi dengan cepat Nisa memalingkan mukanya. Lagi damar mencengkeram dagu Nisa dan mencium paksa wanita muda di hadapannya.

"Jadilah adik dan istri penurut, agar semua fasilitas yang sekarang kamu nikmati, tetap bisa kamu dapatkan." Damar tersenyum menyeringai penuh ancaman.

Dengan gagah dia berdiri, mengibaskan jas mahal yang kini di gunakan. "Aku ke Semarang, kerjaanku terbengkalai di sana." Damar bergegas meninggalkan Nisa, yang menjerit histeris.

Kaki jenjang Damar menuruni tangga dengan cepat. "Bi urus Nisa, awasi jangan sampe berbuat nekat atau macam-macam." Tanpa kata lagi Damar berlalu dari hadapan Mbok Darmi.

Mbok Darmi hanya mengelus dada, "Den Damar dari dulu, suka keras banget ke, Non Nisa, " Mbok Darmi berucap masih terus melihat punggung Damar yang sudah menghilang.

"Non." Mbok Darmi membuka pintu kamar Nisa. Netranya terbelalak mendapati kamar yang sudah tak berupa kamar.

Melihat kondisi Nisa yang mengenaskan Mbok Darmi bergegas mendekati Nisa, "Mbookkk...." Nisa langsung memeluk wanita tua ini.

"Sabar ya, Non. Den Damar kan memang keras. Kalo Non nurut, Den Damar juga sayang banget ke Non Nisa." Mbok Darmi menyemangati.

Nisa hanya mengangguk, kembali ingatan masa lalu terlintas di pikirannya. "Mas aku laper," Damar yang sudah terlelap memesan 'kan makanan yang di mau Nisa.

"Mas, aus banget, Mbok Darmi lupa isi gelasku." Damar turun ke bawah, mengambilkan Nisa minum. Dan masih banyak lagi, sikap manja Nisa pada Damar.

Dan lelaki bertubuh atletis ini dengan sabar menuruti apa yang di butuhkan Nisa. Tetapi semua kebaikan Damar di gantikan dengan torehan luka yang begitu dalam.

"Mbok, Mas Damar mendua," Nisa berucap sendu. "Aku harus bagaimana Mbok...?" rengek Nisa, pada wanita tua, yang sudah merawatnya sejak kecil.

Mbok Darmi menganga tak percaya. "Mas Damar, mendua?" tanya Mbok Darmi, yang di angguki Nisa, setelah itu air mata Nisa luruh tak dapat di bendung.

Saat ini yang bisa dilakukan Mbok Darmi hanya mengusap-usap punggung Nisa. Memberikan kekutan untuk bersabar. Karna semua yang dilakukan Damar pasti ada alasannya.

****

Damar mengurut keningnya perlahan. Tak menyangka secepat ini Nisa mengetahui apa yang dia sembunyikan selama ini. Dia berfikir dengan seksama, bagaimana caranya menekan Nisa agar tak meminta cerai sampai semua urusannya beres.

"Sial." Damar mengerat buku-buku jari tangannya keras.

Nisa yang manja dan terkesan lugu dapat meluluhkan hati Damar. Apapun yang Nisa inginkan selagi bisa Lelaki ini lakukan, Damar akan sanggupi.

Sifat manja Nisa terlihat, sejak dari Damar dibawa ke rumah megah milik Chandra Hardiyata. Saat itu Damar berusia lima belas tahun dan Nisa berusia enam tahun.

Pertama melihat Nisa Damar sudah menyukainya, apa lagi Nisa sangat penurut kala itu. "Mas Damar gendong Nisa." Suara manja Nisa tak bisa untuk Damar berkata tidak.

Apalagi Pak Chandra berperan penting dalam kelangsungan hidup Damar. Membuat hati kecilnya berkata mengabdilah padanya Damar. Hutang budi di bawa mati.

Tanpa pertolongan Chandra mungkin kini Damar hanya akan menjadi anak jalanan yang entah nasibnya akan seperti apa? Entah dia bisa bertemu dengan kirana atau tidak? Sudah di pastikan tidak mungkin. Karna mereka bertemu di fakultas yang sama. Jika bukan karna Chandra tak mungkin Damar bisa mengenyam bangku kuliah dan sukses seperti sekarang ini.

Damar mengusap-usap janggut tanpa bulu, karna habis di cukur tadi pagi saat mandi bersama Kirana." Pak, sudah sampai, " suara Roni mengagetkan Damar yang sedari tadi sedang bermain dengan pikirannya.

Lelaki tampan ini melirik jam dipergalangan tangannya. Cepet banget Ron! " ucap Damar, Roni hanya tersenyum. Bapak bengong aja di belakang, jadi cepet sampai, monolog Roni.

Untuk pengecekan perusahaan di Semarang seringnya memang Damar lakukan ketika weeked. Waktu itu di manfaatkannya untuk menemui Kirana cinta pertama bagi Damar.

" Damar, kamu baru sampi? " Suara wanita menyapa pendengaran Damar.

" Kamu!! di sini? " tanya Damar kaget.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Vyvel Laras
sumpah g suka sifat nisa, udah tau Suami g bener dengan Gob**knya masih mau...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status