Bab 3. Kejutan.
Seorang wanita bejalan tergesa dengan raut yang tak dapat di artikan. "Nisaaa!!!" Damar tak kalah tersentak mendapati istri kecilnya berada di hadapannya. "Mas, siapa dia!?" dengan suara tersengal, entah karna berjalan terburu atau karna marah mendapati suaminya mencium wanita lain, Nisa bertanya. Nisa menatap wanita yang begitu ayu, dewasa, dan sepertinya lembut. "Siapa dia Mas?" tanya Nisa lagi, dengan pandangan menatap tajam pada Kirana. Kirana hanya diam mematung, mungkin ini memang sudah waktunya Damar mengakuinya sebagai istri pertama. ' batinnya. Nisa beralih memandang putri kecil yang dalam gendongan Kirana. Lalu memandang Damar nyalang. "Nisa ayo kita masuk dulu," ajak Damar menggenggam lengan Nisa. Mencoba menghindari keributan di luar rumah. Dangan keras Nisa menepis genggaman tangan Damar. "Jelasin di rumah!!" Nisa berbalik menuju mobil Lana yang terparkir agak jauh. "Nisa!!" Damar memanggil, tetapi Nisa tetap acuh. "Ini sudah waktunya kamu menyelesaikan semuanya. Jangan kembali ke sini kalau belum ada titik penyelesaian." kirana berlalu dari hadapan Damar, setelah mengucapkan kata itu. Damar menatap kedua wanitanya yang belalu pergi meninggalkannya di halaman rumah sendiri dengan kebingungan. Lana yang baru saja mendekat, kembali berbalik mengikuti Nisa yang berjalan terburu. "Aduuhhh... Ketinggalan mengikuti drama rumah tangga lagi gue." keluh Lana berjalan cepat mengikuti Nisa. Blugh.... Pintu mobil ditutup keras. Lana yang melihat dari belakang terbelalak "Busyeett, mobil baru gue remuk deh." Lana bergumam, dia langsung masuk dan menjalankan mobil Toyota Yaris keluaran terbaru itu. Nisa mengepalkan tangan, rahangnya terlihat mengerat, giginya bergemelutuk. Lalu menyandarkan kepala pada kaca samping mobil. "Gue harus gimana Lana...." Nisa merengek frustasi. Mereka diam dalam waktu lama, Lana pun tak tau harus berbuat apa? Punya pacar aja belum apa lagi mengatasi masalah seperti ini. "Kalo gue sih, yang utama kesetiaan, Nis. Tapi gue gak mau jadi kompor buat elu. Untuk masalah ini gue gak punya solusi, dan gak tau harus kasih masukan apa?" jawab Lana dengan ekspresi bingung. Setelah tiga jam perjalanan, karna weekend memang macet, akhirnya Nisa sampai di rumah megahnya. "Nis gue anter sampe sini aja, ya? Gak enak sama laki elo nanti." Nisa mengangguk, dia keluar dari mobil berlari kecil ke dalam rumah. Membanting pintu dan berlari naik ke dalam kamarnya. " Non, ada apa? " Mbok Darmi terjingkat kaget mendengar pintu di banting. Tak lama mobil Damar masuk ke halaman, pun sama Damar masuk dengan tergesa. "Den, ada apa? Itu Non Nisa kenapa?" Mbok Darmi yang sudah seperti orang tua mereka, memberondong pertanyaan. "Nanti saya jelaskan, Mbok." setelah mengucapkan kata itu, lelaki berperawakan atletis ini menaiki anak tangga dengan tergesa. Suara bantingan benda terdengar di dalam kamar. "Tok tok tok, Nis...." sebelumnya Damar mengetuk pintu, walau pintu sedikit terbuka, khawatir Nisa melempar benda ke arah pintu. Perlahan Damar membuka pintu. Blugh .... Sebuah bantal mengenai muka Damar. Nisa berdiri di hadapan Damar dengan wajah merah padam, marah. "Siapa dia!?" tanya Nisa lantang, tangannya terkepal. Kamar sudah seperti kapal ancur. Damar tak heran memang kebiasaan Nisa bila marah akan seperti ini, terlalu kanak-kanak, tetapi entah kenapa saat orang tua Nisa menyuruhnya menikahi Nisa, dia mengagguk patuh, padahal bisa saja Damar mengatakan, tidak. Damar mendekat memeluk Nisa sekuat tenaga, Nisa berusaha berontak, dia mencium bau parfum yang tak biasa, dia yakin ini bau parfum wanita itu. Bodohnya Nisa dia tak pernah mengetahui, mungkin karna tak pernah peduli selama ini. "Nis dengerin Mas Damar dulu, tenang dulu, oke." Damar terus mengeratkan pelukan ketika tubuh Nisa hampir berhasil lolos dari dekapannya. Setelah Nisa tenang, dan tak ada perlawanan. Damar membereskan sofa, mengajak Nisa duduk di sana. "Dia juga istri Mas Damar, Nis. Namanya Kirana." Bola mata Nisa membola sempurna, mulutnya ternganga. "Anak dalam gendongannya, anak Mas Damar." Mendengar pengakuan Damar Nisa makin terkejut. Se-gentle ini ternyata Damar, mengakui semuanya, Pikir Nisa. "Ketika Papa meminta Mas menikahi kamu, Mas sudah merencanakan menikah denga Kirana saat itu, Mas ingin mengatakan ingin melamar gadis, tetapi Papa terlebih dahulu mengutarakan niat ag -- " "Kenapa Mas gak nolak?" tanya Nisa memotong ucapan Damar. "Banyak faktor hingga Mas gak bisa nolak. Dan kamu juga begitu berharap aku menerima mu ' kan." Damar mengangkat tubuhnya menuju kaca melihat ke arah luar. Ada tatapan aneh terpancar dari netra Damar. "Ceraikan Nisa, Mas!?" Alfathunisa menatap nyalang pria di hadapnnya. Damar hanya menatap tegas pada wanita yang terlihat begitu terluka. Dari tatapan wanita muda ini, Damar bisa melihat jelas jika Nisa terluka. Begitiu pun Kirana, setiap Damar mengunjunginya ada tatapan terluka di sembunyikan rapi, Damar bisa melihat ketika mereka bertatap lama. "Mas gak bisa, Nis. Mas gak akan menceraikan kamu." Damar menggeleng pelan penuh penekanan. "Kenapa!?" Nisa berteriak!!"Aku gak mau berbagi!! Mas tau kan siapa aku!? " Nisa mengahampiri Damar dan memukuli tubuh lelaki dihadapannya. Dan Damar hanya diam menerima setiap pukulan yang Nisa layangkan.Bab 4 Dilema. Damar memeluk erat Nisa. Sekuat apapun Nisa berontak, tak dapat melepaskan diri dari rengkuhan Damar. " Aku tak akan menceraikan mu, sekuat apapun kamu meminta dan berusaha." Suara pelan Damar membuat bulu kuduk Nisa berdiri. Dia tau persis seperti apa Damar - kakak angkatnya ini. "Aku bilang kamu gak boleh pergi!" Bentak Damar kala itu terlintas di pikiran Nisa, yang kini masih berada dalam dekapan lelaki bertubuh atletis ini. Sekuat apapun Nisa memohon, tak membuahkan hasil. Padahal waktu itu Nisa hanya ingin pergi bersama teman satu gengnya. Alhasil karna Nisa tak mendapatkan izin, membuat mereka semua membatalkan acara. Tubuh wanita muda ini luruh, dengan kokoh Damar masih merengkuh tubuh Nisa. Dengan sekali hentak, di bopong tubuh mungil Nisa. Lalu, Lelaki bertubuh atletis ini menaruh Nisa di pembaringan. Damar meraih dagu wanita yang dulu sangat manja juga menyebalkan ini. Iris mata berwarna hitam pekat ini menatap tajam netra Nisa. "Lihat mata Ma
Bab 5. Wanita Ular. Baru saja Damar duduk di kursi kebesarannya, ponselnya berdenting, dia membaca pesan yang ternyata dari Kirana. Lelaki tampan ini menyugar rambut frustasi. Jari-jari panjangnya menekan tombol panggil tetapi tak di angkat. Lalu kembali menelpon seseorang. "Mbok, Nisa sudah pulang?" tanya Damar, lewat sambungan telpon. "Begitu Aden pergi, Non Nisa ikut pergi, belum pulang sampe sekarang Den." Suara Mbok Darmi terdengar khawatir. Damar mengepalkan tangan, lalu memukulkan pada meja. Dengan cekatan di menekan tombol panggil lagi. "Tugas baru untuk mu, Awasi Nisa, sekarang cari keberadaanya. Barusan dia dari rumah Kirana." Klekkk.... Pintu terbuka muncul sosok wanita berumur yang masih terlihat menggoda. Dengan anggun dia berjalan mendekati meja kerja Damar. Wanita berpakaian minim ini berjalan menuju belakang kursi Damar, meraba pundak lelaki tampan ini, lalu memijat pelan. "Sepertinya kamu sedang ada masalah?" Wanita bergincu merah ini mendekatkan bibir
Bab 6 Kecewa. Brak... Pintu di banting keras. Damar bergegas menaiki anak tangga menyusul Nisa, tetapi pintu kamar di kunci dari dalam. Brak. Brak. Brak.... Damar menggedor pintu kamar keras. "Nisa buka!!!" teriak Damar. "Jangan sampai Mas ambil kunci serep, satu, dua, ti --." Klek... Terdengar kunci diputar. " Apa Mas!? " tanya Nisa dengan tatapan nyalang. Damar mendorong tubuh Nisa ke dalam, lalu mengunci pintu kamar. Ruang kamar yang kedap suara membuat Mbok Darmi was-was terjadi sesuatu di antara mereka. Damar mengunci pintu kamar. Melihat wajah Damar yang begitu muram, membuat Nisa bergidik ngeri. "Apa yang kamu lakukan di rumah Kirana?" tanya Damar. "Memang ngadu apa perempuan murahanmu?" tanya Nisa. Damar terbelalak "Apa perempuan murahan?" tanya Damar wajahnya semakin muram. "Apa namanya? Wanita bersuamikan suami orang?" tanya Nisa menantang. walau hatinya sedikit ciut melihat tatapan ber-netra hitam legam itu "Tapi dia istri Mas. Dia sudah me
Bab 7 Mulai Bikin Masalah. Ranjang bergoyang, Damar duduk di sebelah Nisa, sudah berpakaian lengkap. "Solat jamaah, yuk," ajak Damar, Nisa hanya melirik sinis, tak menanggapi ucapan Damar. Tak mendapat respon dari Nisa, Damar bangun dan menggelar sajadah. Melakukan kewajiban pada Tuhannya. Damar lelaki taat, Kirana wanita pujaannya, selalu mengingatkan pentingnya Tuhan dalam kehidupan kita. Seperti apapun liku kehidupan kita, asal ada Tuhan di setiap gerak kita, Insha Allah, Allah akan selalu memberikan jalan yang terbaik. Ketukan pintu, menghentikan kegiatan Damar, bermunajat kepada sang pencipta. Kakinya dilangkahkan pada daun pintu. Ternyata Mbok Darmi, "Den, makan malam sudah siap," ucapnya, ketika Damar membuka pintu kamar. Netranya mencari keberadaan majikan perempuan yang sudah seperti anak. "Iya, Mbok nanti saya turun," jawab Damar. "Nisa ada di kasur itu, Mbok," ucap Damar, karna melihat gelagat mata Mbok Darmi. "Oohh... Ya sudah, Mbok turun. Makanan su
Bab 8 Bikin masalah.Damar langsung meraih gawai yang tadi dia lempar. "Awasi saja terus. Langsung kabari kalau dia pergi ke tempat buruk," ujar Damar. "Tenang aja, Mbok. Ada orang-orangku yang mengawasi," ucap Damar menenangkan Darmi yang terlihat khawatir. Wanita tua ini paham betul seperti apa sifat dan kebiasaan Nisa jika sudah ngambek. "Den, Mbok cuma mau pesen, jangan sia-siakan, Non Nisa, ya. Non Nisa sudah Mbok anggap anak sendiri. Mbok sakit kalo Non Nisa terluka," ucap Darmi memandang sendu pada Damar. Berharap banyak pada Damar, agar bisa menjaga dan membahagiakan Nisa. "Insha Allah, Mbok. Untuk masalah itu, aku sudah berjanji untuk menjaga Nisa. Sampai kapan pun aku akan selalu menjaga sesuai kemampuanku," jawab Damar. "Sekarang Mbok tidur, udah malem, gak usah khawatirin, Nisa," suruh Damar lagi, menyentuh lembut lengan keriput Darmi yang sudah mengeriput. Memberikan ketenangan pada wnaita tua ini. ***Damar, lelaki tampan yang mampu menjadikan perusahaan Chand
Bab 9 Ladies Night. Tin. Tin. Tin....Suara klakson menginterupsi percakapan dua sahabat ini. "Gue pergi dulu Lan. By ... lo bukan fren kali ini." Nisa berlalu dari hadapn Lana, dengan raut kecewa. Lana mengikuti dari belakang, hanya senyum masam terlihat di bibirnya. "Lan, elo gak ikut?!!" teriak gadis-gadis cantik yang berada di dalam mobil. "Biarin, gak fren dia, yuk cabut!!" seru Nisa masuk ke dalam mobil. Lana hanya tersenyum masam. " Jagain Nisa ya, dia punya laki yang kalo marah serem, gue gak ikut-ikutan," jawab Lana, menggelengkan kepala. Hanya tawa menggema yang keluar dari bibir gadis-gadis cantik, ini. "By Lana...." Mobil melaju cepat membelah malam kota Jakarta. Hanya celoteh-celoteh receh yang terdengar dari mulut gadis-gadis cantik seumuran Nisa ini. Musik berdentum keras di dalam mobil. Tawa memenuhi isi mobil yang di penuhi lima gadis cantik berpenampilan seronok dan glamour. "Nis, emng bener laki elo galak?" tanya salah satu gadis. "Nggaakk ...," jawab
Bab 10. Urakan.Tetapi Nisa tetap menolak, mendapat penolakan membuat si lelaki meraih dagu Nisa, tangan satunya meraih gelas berisi minuman. Tak ada yang memperhatikan mereka kecuali seoarang lelaki yang sudah berjalan menghampiri tempat Nisa duduk. Damar menepuk pundak lelaki yang akan menghampiri Nisa, memberi kode untuk mundur. Dengan tangkas Damar meraih gelas di tangan lelaki yang memaksa Nisa. Membanting gelas lalu menyeret lelaki ke depan meja, Damar memukuli si lelaki dengan membabi buta. Lelaki yang sejak tadi mengawasi Nisa, menyadarkan Damar. Netra hitam milik Damar menyorot pada Nisa yang terlihat ketakutan. Tubuhnya bergetar mendapati tatapan mematikan dari Damar. Damar mendekati Nisa, menutupi tubuh Nisa dengan sarung yang dia bawa lalu membopong seperti, mengangkat karung beras, Nisa meronta di pundak Damar. Tanpa menghiraukan tatapan orang Damar terus berjalan melewati pintu keluar.
Bab 11"Mbok, udah tidur belum? telpon Mas Damar!! Nisa masuk ke dalam kamar Darmi, wanita tua ini sudah berbaring. Darmi membangkitkan kembali tubuh tuanya. "Memangnya gak bisa di telpon pake telpon di ruang kerja?" "Nggak bisa Mbok, udah gini hari juga belum pulang, pasti Mas Damar pergi ke rumah perempuan itu, Mbok." Wajah Nisa seketika muram. Gadis ini melangkah mendekati Darmi duduk di sebelah wanita tua itu. "Coba telpon Mas Damar, Mbok...," rengek Nisa pada wanita tua yang sudah merawatnya sejak kecil. Darmi mengelus kepala Nisa, "Non ... beneran Den Damar punya istri lagi?" "Bukan punya istri lagi, Mbok. Tapi udah punya istri sebelum nikah sama aku, aku jadi istri keduanya Mas Damar, dia udah punya anak sekitar umur 5 tahun, Mbok." Nisa mengusap air mata yang meleleh mengingat sakit hatinya. "Yang sabar, Non ... Kok bisa Den Damar berbuat seperti itu?" Darmi menarik