Bab 46Kirana memasuki hunian apartemen milik suaminya sudah dalam keadaan bersih, dia membongkar semua belanjaan yang tadi Damar belikan. Fatta masih tertidur. Memasukkan satu persatu pakaian yang tadi dibeli ke dalam lemari tanpa dia cuci. Tempat dia belanja tadi begitu mewah, bersih bahkan lantainya bisa di gunakan untuk bercermin. "Biarlah tak usah di cuci," monolog Kirana. Wanita lembut ini mengedarkan pandangan pada hunian kini dia berada. Hunian mewah, karir cemerlang, bahkan hingga di beri kekuasaan tertinggi oleh si pemilik perusahaan, itu karna dedikasi, kerja keras dan tanggung jawab diterapkan dalam pribadi Damar. Kini lelaki ini di hadapkan pada keadaan sulit, untuk mempertanggung jawabkan apa yang sudah dia ikrarkan. Kirana sebagai wanita tak ada hak meminta cerai ketika suami mampu berpoligami, mampu melakukan syariat islam dengan baik, bahkan Damar berusaha untuk berbuat adi seadil-adilnya pada dua wanitanya. Kirana memandang Fatta, sebersit ingatan muncul, "Bunda
Bab 47Damar masuk ke dalam rumah sudah dalam keadaan gelap. Tanpa menyalakan lampu lagi lelaki ini langsung menaiki anak tangga masuk kedalam kamar. Tetapi tak ada Nisa di atas ranjang, Damar langsung menghubungi orang yang biasa mengawasi Nisa."Nggak Liat?" tanya Damar terkesiap. Tapi mobil Nisa ada di parkiran kemana ini bocah pikir Damar, tadi udah mau pulang pake tergoda sama Kirana, pikir Damar lagi. Lelaki ini menuruni anak tangga kembali keluar bertanya pada Security, Satpam tak lihat juga Nisa keluar. "Sejak tadi saya di sini gak liat Non Nisa keluar Den," ujar Rudi gelagapan, pasalnya dia tertidur tadi. Apakah Nisa memindik keluar tanpa sepengetahuannya. Damar kembali masuk ke dalam rumah dengan tergesa, menuju kamar Darmi, melewati ruang televisi, tetapi Damar khawatir mengganggu wanita tua itu. Dia urungkan dan duduk di sofa, netranya mendapati Nisa yang sedang tertidur di karpet terhalang sofa."Ya Allah istriku, dicariin ada di sini." Damar mengangkat tubuh Nisa."M
Di dalam ruang kantor sebuah gedung tinggi menjulang dengan tulisan Hardiyata group ini, seorang wanita ber style ala abg duduk di sofa, Fina menggunakan kaos putih pas badan di padu jins pensil. Jari tangan menggapit rokok, bibir seksi sesekali memainkan asap membentuk bulatan bulatan kecil, sesekali menghembuskan kasar. "Ayolah sayang, mami tak bisa hidup tanpa uang," Fina memelas pada anak angkat yang dilimpahkan tanggung jawab memberikan materi yang di butuhkan wanita matang ini. "Papah, sudah ada dirumah kamu belum pernah mengunjunginya, dia selalu bertanya di mana kamu," ujar Damar, memandang Fina dengan tatapan antipati. Rokok dalam apitan jari di matikan, wanita yang kini berpenampilan modis ini bangun mendekati Damar. Umur dan penampilan berbanding terbalik, Fina terlihat lebih muda dari usianya. "Tapi kamu selalu bisa membuat alasan kemana aku pergi kan, sayang."Jari-jari lentik dengan cat kuku bagus menambah pesona kecantikan hanya dengan melihat jemari tangan milik Fin
Bab 49.uhuk.... Damar tersedak air yang sedang dia minum. "Mas, hati-hati," Nisa bangun menepuk pundak Damar. Chandra menatap Fina mencari kepastian dari ucapan istrinya. "Pah, jangan liatin mami begitu, mamih cuma menduga, mami 'Kan cemburuan, penuh curiga pada lelaki yang gak kuat di ranjang," ujar Fina pelan. "Kata siapa Mas Damar gak kuat di ranjang," Nisa membela lelaki yang bisa membuatnya terkapar tak berdaya."Nisa, sudah tak usah membongkar urusan ranjang, tabu," ujar Damar menyentuh lengan wanitanya. "Pah, Nisa pamit, Nisa sudah selesai makannya," wanita ngambekan ini langsung pergi menarik tangan Damar. "Ayo Mas." "Mami, kita udah tua, salinglah menghargai, jangan seperti itu terus sama anak-anak," Chandra selalu sabar menasehati istri penghianat. "Iya, Pah." Fina menggelendot di tangan suaminya. "Pah masuk kamar yuk, udah lama Papah di rumah sakit, memang gak rindu sama mami." Fina berbisik di telinga Chandra. Lelaki ini tersenyum cerah. Bagaimanapun, Fina selalu da
Bab 50Adzan subuh berkumandang, tangan lelaki ini memeluk erat pinggang wanita disebelahnya. Rasanya baru saja memejamkan mata, tetapi panggilan untuk bersujud sudah terdengar. Damar beringsut turun dari ranjang, masuk ke dalam kamar mandi, menyetel keran air hangat. Mengisi bathtub. Setelah penuh, lelaki ini membopong tubuh Nisa yang masih enggan untuk bangun. "Mas, aku masih ngantuk," ujar Nisa, menepis tangan Damar, menaikkan lagi selimut hingga bahu. "Tapi udah subuh, nanti kalo udah mandi jadi seger." Damar mengecup ceruk leher gadis manja di hadapan. Mata Nisa mengerjab merasa geli, dia melingkarkan tangan ke leher Damar. Tanpa kata lagi Damar mengangkat masuk ke dalam kamar mandi. Menaruh tubuh mungil di dalam bathtub. Tubuh yang tadinya terasa ngilu dan pegal berangsur rileks. Damar memijit pelan bahu wanita muda ini. "Nis sebelum mandi hadas, kita lanjut dulu ya. Biar cepet kasih papa cucu," Damar menaik turunkan alis. Wajah Nisa tersipu malu, "Ya ampun. Mas... Nisa aj
Bab 1. Tak Percaya. "Lan, itu kaya mobil laki gue, deh!" Nisa menunjuk sebuah mobil yang menyalip mobil yang Lana kendarai. "Emang laki elo doang, yang punya mobil begituan?" canda Lana masih fokus pada jalan raya yang selalu padat merayap. Apalagi ini weekend. Daerah puncak sudah dipastikan sulit bergerak. "Gue yakin itu mobil laki gue. Ada logo perusahaannya di kaca belakang," ujar Nisa masih kekeuh dengan penglihatannya. Alfathunisa Dalilla berusaha melihat plat nomor mobil yang dia yakini milik suaminya yang berada setelah beberapa mobil di depannya. "Katanya, dia mau ke Semarang. Kenapa lewat arah Bandung ya?" gumam Nisa. Mobil-mobil melaju perlahan. " Fix! Itu mobil laki gue!" seru Nisa. " Eehhh kok, dia belok? Mau ke mana dia, Lan?""Meneketehe!" sahut Lana mengendikan bahu. "Ikutin, Lan!" Sesuai perintah, Lana membelokkan mobil mengikuti mobil hitam milik Damar—suami Nisa. "Pelan-pelan aja, Lanaaa ...! Jangan deket-deket. Gak bisa banget jadi mata-mata, ih!" keluh Nis
2. Uring-uringan Tetapi sedetik kemudian dia mengurungkan langkah, Nisa berbalik meninggalkan rumah sederhana ini dengan perasaan campur aduk. Tanda tanya besar bersarang di kepala Nisa. Siapa perempuan itu, ada hubungan apa dengan suaminya, dan mengapa Damar ingin menceraikan dirinya. Nisa melangkah lebar menuju tempat Lana menunggu. Pikirannya diliputi banyak pertanyaan. Blugh! "Baru gue mau turun! Beneran laki loe bukan?" tanya Lana dengan wajah bingung, karna penampakan Nisa yang tiba-tiba murung. "Buruan jalan Lan, jangan sampe ada yang liat kita," ajak Nisa lemah. . . "Nis, makan dulu bagaimana pun suasana hati elo, elo itu tetep harus kuat. Harus punya tenaga, biar bisa ngumpulin bukti perselingkuhan laki elo." Lana menyemangati Nisa. "Tapi masa iya, Mas Damar selingkuh?" pikir Nisa, dia menggelengkan kepala samar. Selama ini perlakuan Damar terhadapnya begitu baik. Damar cinta keduanya setelah ayahnya. Selama ini Damar terlihat begitu menyayanginya. Tidak perna
Bab 3. Kejutan. Seorang wanita bejalan tergesa dengan raut yang tak dapat di artikan. "Nisaaa!!!" Damar tak kalah tersentak mendapati istri kecilnya berada di hadapannya. "Mas, siapa dia!?" dengan suara tersengal, entah karna berjalan terburu atau karna marah mendapati suaminya mencium wanita lain, Nisa bertanya. Nisa menatap wanita yang begitu ayu, dewasa, dan sepertinya lembut. "Siapa dia Mas?" tanya Nisa lagi, dengan pandangan menatap tajam pada Kirana. Kirana hanya diam mematung, mungkin ini memang sudah waktunya Damar mengakuinya sebagai istri pertama. ' batinnya. Nisa beralih memandang putri kecil yang dalam gendongan Kirana. Lalu memandang Damar nyalang. "Nisa ayo kita masuk dulu," ajak Damar menggenggam lengan Nisa. Mencoba menghindari keributan di luar rumah. Dangan keras Nisa menepis genggaman tangan Damar. "Jelasin di rumah!!" Nisa berbalik menuju mobil Lana yang terparkir agak jauh. "Nisa!!" Damar memanggil, tetapi Nisa tetap acuh. "Ini sudah wak