Bab 5. Wanita Ular.
Baru saja Damar duduk di kursi kebesarannya, ponselnya berdenting, dia membaca pesan yang ternyata dari Kirana. Lelaki tampan ini menyugar rambut frustasi. Jari-jari panjangnya menekan tombol panggil tetapi tak di angkat. Lalu kembali menelpon seseorang. "Mbok, Nisa sudah pulang?" tanya Damar, lewat sambungan telpon. "Begitu Aden pergi, Non Nisa ikut pergi, belum pulang sampe sekarang Den." Suara Mbok Darmi terdengar khawatir. Damar mengepalkan tangan, lalu memukulkan pada meja. Dengan cekatan di menekan tombol panggil lagi. "Tugas baru untuk mu, Awasi Nisa, sekarang cari keberadaanya. Barusan dia dari rumah Kirana." Klekkk.... Pintu terbuka muncul sosok wanita berumur yang masih terlihat menggoda. Dengan anggun dia berjalan mendekati meja kerja Damar. Wanita berpakaian minim ini berjalan menuju belakang kursi Damar, meraba pundak lelaki tampan ini, lalu memijat pelan. "Sepertinya kamu sedang ada masalah?" Wanita bergincu merah ini mendekatkan bibir pada telinga Damar. Nafas beraroma segar menerpa penciuman Damar. Lelaki tampan ini menutup mata, merasa rileks dengan pijatan yang dilakukan Fina. "Lagi ada masalah apa? Nisa buat masalah lagi?" tanya Fina masih dengan suara lembut mendayu. Damar masih diam menikmati pijatan lembut wanita berpakaian senada dengan warna bibirnya. Fina tersenyum masam, karna tak ada jawaban dari bibir Damar. "Dia hanya anak manja, sampai kapan pun, dia tak akan bisa menjadi istri yang baik untuk mu," ucap Fina lagi, menghentikan pijatan tangan di pundak Damar. Melangkahkan kaki menuju kursi di hadapan Damar. Setelah menjatuhkan bobot tubuhnya di kursi, Fina mengambil sebatang rokok yang ada di hadapannya. Memantik dan menghisap pelan. Damar memperhatikan wanita di depannya dengan netra tajam. "Bagaimana bisa Nisa menjadi istri yang baik jika tak dididik." Damar memandang Fina dengan meremehkan. "Untuk apa aku mendidiknya, dia tak menyukaiku sejak aku masuk ke kehidupan Papanya," ucap Fina, santai. "Kamu tak bisa mengambil hatinya," jawab Damar. "Terserah kamu mau bilang apa." Fina mengetukkan rokok pada asbak, latu yang berada di ujung rokok terjatuh di dalam asbak. "Ada apa kamu di sini? Jangan bilang uang jatah bulananmu kurang," telisik Damar menatap wajah Fina intens. "Aku mau bersenang-senang, kamu tau sendiri pak tua itu sudah tak bisa.... " Fina menghentikan ucapannya, menatap nakal anak angkat suaminya. "Atau kamu mau menggantikannya?" Fina tersenyum nakal, membuat Damar muak. "Berapa? " tak ingin lama-lama bersama wanita ular ini, Damar mengeluarkan dua bundel uang berwarna merah. "Tambahkan, mana cukup segitu. Pacar baruku, butuh banyak uang, dia masih kuliah." Fina menatap uang di atas meja, tak berniat mengambil sebelum bertambah. Damar menuju kotak besi yang berada di balik lukisan, menempelkan ibu jari mendekatkan bola mata, lalu menekan beberapa digit angka. "Sepertinya akan sulit untuk mencuri isi dari kotak itu," sindir Fina. Damar menaruh kasar tiga gepok lagi uang berwarna merah. "Pergilah, jangan terlalu boros, atau aku akan menyingkirkanmu tanpa kamu duga." perintah Damar kesal. "Iya anak Mamy sayang. harusnya dengan kekuasaanmu kamu dapat bersenang-senang. Tapi...." Fina kembali tak melanjutkan kata. Dia bergegas mengambil uang memasukkan ke dalam tas. Fina Melangkah mendekati Damar berusaha mengecup pipi lelaki tampan ini, tetapi Damar memalingkan wajahnya. " Sekali kamu merasakan kenikmatan dari Mamih, kamu akan meminta lagi. " Fina menyeringai, bersuara mendayu, berusaha meningkatkan gairah Damar. Tetapi lelaki yang selalu berwajah sinis di hadapan Fina ini selalu acuh. Tak peduli bahkan selalu bersikap waspada pada Fina. Sepeninggalan Fina, Damar menyemprot ruangannya dengan pengharum ruangan menghilangkan jejak parfum wanita ular, menurut Damar. Setelah dua hari di semarang Damar kembali ke Jakarta. Dengan tergesa dia masuk ke dalam rumah. " Nisa!? " Damar berteriak. Baru kali ini Damar berteriak memanggil Nisa membuat dada Mbok Darmi yang sudah berumur, berdegub kaget, tubuh wanita tua ini terjingkat. "Den, ada apa lagi? Pulang-pulang teriak-teriak?" tanya Mbok Darmi pelan, mengahampiri Damar yang sudah sampai di undakan tangga. "Nisa ada di kamar Mbok?" tanya Damar. "Non Nisa tadi pergi sama Non Lana," jelas Mbok Darmi. "Mau Mbok bikinkan minum Den? " tanya Mbok Darmi lembut, wanita yang sudah bekerja dengan Chandra sebelum Damar ikut bersamanya. "Iya boleh Bi." Damar menaruh kasar bobot tubuhnya di sofa depan televisi. "Nisa bikin masalah?" tanya Damar. "Nggak Den. Jangan terlalu keras sama Non Nisa, Den. Jantung si mbok mau copot." Mbok Darmi terkekeh berusaha mencairkan suasana hati majikan mudanya. Damar menerima jus alpukat yang diberikan Mbok Darmi, tak ada tanggapan yang keluar dari mulut lelaki tampan ini. Menyesap jus pelahan, setelah itu menyandarkan kepala pada sandaran sofa, tak berapa lama mata terpejam dan tertidur. Sayup-sayup pendengaran lelaki tampan ini menangkap langkah kaki pelan menaiki anak tangga. "Nisa dari mana kamu?" tanya Damar. Membuat Nisa terjengkit kaget. Padahal wanita muda ini sudah meminimalisir pergerakan agar tak terdengar Damar. "Bukan urusanmu," Nisa melangkah kasar menaiki anak tangga. "Nisa, Mas tanya, jangan kebiasaan bantah melulu. Jangan sampai Mas hilang sabar Nisa!!" Damar berteriak, lantang.Bab 6 Kecewa. Brak... Pintu di banting keras. Damar bergegas menaiki anak tangga menyusul Nisa, tetapi pintu kamar di kunci dari dalam. Brak. Brak. Brak.... Damar menggedor pintu kamar keras. "Nisa buka!!!" teriak Damar. "Jangan sampai Mas ambil kunci serep, satu, dua, ti --." Klek... Terdengar kunci diputar. " Apa Mas!? " tanya Nisa dengan tatapan nyalang. Damar mendorong tubuh Nisa ke dalam, lalu mengunci pintu kamar. Ruang kamar yang kedap suara membuat Mbok Darmi was-was terjadi sesuatu di antara mereka. Damar mengunci pintu kamar. Melihat wajah Damar yang begitu muram, membuat Nisa bergidik ngeri. "Apa yang kamu lakukan di rumah Kirana?" tanya Damar. "Memang ngadu apa perempuan murahanmu?" tanya Nisa. Damar terbelalak "Apa perempuan murahan?" tanya Damar wajahnya semakin muram. "Apa namanya? Wanita bersuamikan suami orang?" tanya Nisa menantang. walau hatinya sedikit ciut melihat tatapan ber-netra hitam legam itu "Tapi dia istri Mas. Dia sudah me
Bab 7 Mulai Bikin Masalah. Ranjang bergoyang, Damar duduk di sebelah Nisa, sudah berpakaian lengkap. "Solat jamaah, yuk," ajak Damar, Nisa hanya melirik sinis, tak menanggapi ucapan Damar. Tak mendapat respon dari Nisa, Damar bangun dan menggelar sajadah. Melakukan kewajiban pada Tuhannya. Damar lelaki taat, Kirana wanita pujaannya, selalu mengingatkan pentingnya Tuhan dalam kehidupan kita. Seperti apapun liku kehidupan kita, asal ada Tuhan di setiap gerak kita, Insha Allah, Allah akan selalu memberikan jalan yang terbaik. Ketukan pintu, menghentikan kegiatan Damar, bermunajat kepada sang pencipta. Kakinya dilangkahkan pada daun pintu. Ternyata Mbok Darmi, "Den, makan malam sudah siap," ucapnya, ketika Damar membuka pintu kamar. Netranya mencari keberadaan majikan perempuan yang sudah seperti anak. "Iya, Mbok nanti saya turun," jawab Damar. "Nisa ada di kasur itu, Mbok," ucap Damar, karna melihat gelagat mata Mbok Darmi. "Oohh... Ya sudah, Mbok turun. Makanan su
Bab 8 Bikin masalah.Damar langsung meraih gawai yang tadi dia lempar. "Awasi saja terus. Langsung kabari kalau dia pergi ke tempat buruk," ujar Damar. "Tenang aja, Mbok. Ada orang-orangku yang mengawasi," ucap Damar menenangkan Darmi yang terlihat khawatir. Wanita tua ini paham betul seperti apa sifat dan kebiasaan Nisa jika sudah ngambek. "Den, Mbok cuma mau pesen, jangan sia-siakan, Non Nisa, ya. Non Nisa sudah Mbok anggap anak sendiri. Mbok sakit kalo Non Nisa terluka," ucap Darmi memandang sendu pada Damar. Berharap banyak pada Damar, agar bisa menjaga dan membahagiakan Nisa. "Insha Allah, Mbok. Untuk masalah itu, aku sudah berjanji untuk menjaga Nisa. Sampai kapan pun aku akan selalu menjaga sesuai kemampuanku," jawab Damar. "Sekarang Mbok tidur, udah malem, gak usah khawatirin, Nisa," suruh Damar lagi, menyentuh lembut lengan keriput Darmi yang sudah mengeriput. Memberikan ketenangan pada wnaita tua ini. ***Damar, lelaki tampan yang mampu menjadikan perusahaan Chand
Bab 9 Ladies Night. Tin. Tin. Tin....Suara klakson menginterupsi percakapan dua sahabat ini. "Gue pergi dulu Lan. By ... lo bukan fren kali ini." Nisa berlalu dari hadapn Lana, dengan raut kecewa. Lana mengikuti dari belakang, hanya senyum masam terlihat di bibirnya. "Lan, elo gak ikut?!!" teriak gadis-gadis cantik yang berada di dalam mobil. "Biarin, gak fren dia, yuk cabut!!" seru Nisa masuk ke dalam mobil. Lana hanya tersenyum masam. " Jagain Nisa ya, dia punya laki yang kalo marah serem, gue gak ikut-ikutan," jawab Lana, menggelengkan kepala. Hanya tawa menggema yang keluar dari bibir gadis-gadis cantik, ini. "By Lana...." Mobil melaju cepat membelah malam kota Jakarta. Hanya celoteh-celoteh receh yang terdengar dari mulut gadis-gadis cantik seumuran Nisa ini. Musik berdentum keras di dalam mobil. Tawa memenuhi isi mobil yang di penuhi lima gadis cantik berpenampilan seronok dan glamour. "Nis, emng bener laki elo galak?" tanya salah satu gadis. "Nggaakk ...," jawab
Bab 10. Urakan.Tetapi Nisa tetap menolak, mendapat penolakan membuat si lelaki meraih dagu Nisa, tangan satunya meraih gelas berisi minuman. Tak ada yang memperhatikan mereka kecuali seoarang lelaki yang sudah berjalan menghampiri tempat Nisa duduk. Damar menepuk pundak lelaki yang akan menghampiri Nisa, memberi kode untuk mundur. Dengan tangkas Damar meraih gelas di tangan lelaki yang memaksa Nisa. Membanting gelas lalu menyeret lelaki ke depan meja, Damar memukuli si lelaki dengan membabi buta. Lelaki yang sejak tadi mengawasi Nisa, menyadarkan Damar. Netra hitam milik Damar menyorot pada Nisa yang terlihat ketakutan. Tubuhnya bergetar mendapati tatapan mematikan dari Damar. Damar mendekati Nisa, menutupi tubuh Nisa dengan sarung yang dia bawa lalu membopong seperti, mengangkat karung beras, Nisa meronta di pundak Damar. Tanpa menghiraukan tatapan orang Damar terus berjalan melewati pintu keluar.
Bab 11"Mbok, udah tidur belum? telpon Mas Damar!! Nisa masuk ke dalam kamar Darmi, wanita tua ini sudah berbaring. Darmi membangkitkan kembali tubuh tuanya. "Memangnya gak bisa di telpon pake telpon di ruang kerja?" "Nggak bisa Mbok, udah gini hari juga belum pulang, pasti Mas Damar pergi ke rumah perempuan itu, Mbok." Wajah Nisa seketika muram. Gadis ini melangkah mendekati Darmi duduk di sebelah wanita tua itu. "Coba telpon Mas Damar, Mbok...," rengek Nisa pada wanita tua yang sudah merawatnya sejak kecil. Darmi mengelus kepala Nisa, "Non ... beneran Den Damar punya istri lagi?" "Bukan punya istri lagi, Mbok. Tapi udah punya istri sebelum nikah sama aku, aku jadi istri keduanya Mas Damar, dia udah punya anak sekitar umur 5 tahun, Mbok." Nisa mengusap air mata yang meleleh mengingat sakit hatinya. "Yang sabar, Non ... Kok bisa Den Damar berbuat seperti itu?" Darmi menarik
Bab 12."Jangan berteriak Kirana?" ucap Damar, masih dengan suara pelan. Dia tak menyangka Kirana bisa meninggikan suara. "Kenapa? Malu? Aku yang seharusnya malu, seperti perempuan gak laku, yang mau hanya di nikah siri," suara Kirana di tekan. Rahangnya mengatup rapat menahan amarah. "Tapi semua masalah akan segera selesai," Damar membela diri. "Tapi kamu berjanji akan segera menceraikan Nisa. Mana? Bahkan sampai saat ini, ini waktu yang tepat, Nisa sudah mengetahui hubungan kita. Apa lagi yang kamu tunggu?" netra kirana sudah berkaca-kaca. "Ada hal lain, kenapa aku belum bisa menceraikan Nisa, tolong Kirana mengertilah. Di hatiku hanya ada kamu, gak usah cemburu." "Bulsyit ...." suara kirana melengking. "Kalian dua orang dewasa dan sudah menikah, tinggal satu atap, tak mungkin akan selamanya tak tergoda melakukan hal itu!!" Netra Kirana membola menatap tajam pada Damar. D
Bab 13.Mendengar Nisa lagi-lagi berteriak, Damar lebih memprofokasi perasaan gadis muda ini. "Dia Istri Mas Damar, sekarang kamu sudah tau, mulai hari ini Mas akan sering mengunjunginya," ucap Damar santai, netra legam hanya melirik sekilas. "Tapi Nisa juga istri kamu! kamu gak adil. Kamu jahat!!" ucap Nisa, nafasnya turun naik tangannya sudah mulai mengepal. "Kamu berbeda Nisa, Mas gak ingin menyentuh kamu, mas menyayangimu." Damar mendekati Nisa, menatap tajam pada gadis yang sudah bersimbah air mata. "Namanya kamu jahat, Mas. Mengikat tapi menelantarkan." Nisa menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Bahunya bergoyang.Memdapati Nisa menangis setelah sekian lama bersama hati Damar terenyuh. Lelaki bertubuh tegap ini mendekap tubuh kecil Nisa. "Maafin Mas Damar, Nis," ucap Damar pelan. "Makanya cerein Nisa, Mas," ujar Nisa. "Biar Nisa cari kebah