Bab 40Damar menaruh nampan, mengambil bantal yang bercercer, membenahi selimut. "Nasib-nasib punya istri dua ngambek semua, ya Allah tolong ya Allah. Lembutkan hati istri-istriku," ucap Damar. Tetapi ucapan Damar semakin menyulut emosi Nisa. "Lagian maruk sih, pake punya istri dua," ucap Nisa dengan raut jengkel. "Stok perempuan banyak, Nis. jadi mas hanya menyelamatkan mereka dari ke jomblo-an," ucap Damar, berusaha mencairkan ketegangan."Alasan padahal maruk, satu aja gak abis, ini punya dua, ntar pengen tiga," cerocos Nisa. "Insha Allah dua aja, Nis. Cape juga Mas Damar. Rasanya pengen guling-guling juga, pulang ke sini, yang di sana ngambek, pulang ke sana yang di sini ngambek." Damar duduk di deket Nisa memasang wajah lelah. Memang Nisa akui, wajah Damar belakangan ini terlihat sangat lelah. "Lelah, iya, lelah. karna Mas Damar harus juga memuaskan dua orang wanita. Monolog Nisa. Netra Nisa
Bab 41Lelaki atletis ini menarik diri dari tubuh wanita di bawahnya, terburu memakai kain penutup tubuh, menyelimuti raga polos wanita yang kini tak berdaya, nafas masih sedikit memburu, mata terlihat sayu karna hasrat yang belum tuntas. "Mas keluar sebentar." Dengan cepat Damar menuju pintu membuka dan terdengar suara Fatta menangis keras. "Maaf Den, Non Fatta nangis sejak tadi, gak mau saya gendong," ujar Marni sedikit ada rasa tak enak. "Gak apa-apa," suara Damar terdengar berat, keringat di kening pun terlihat belum diseka. "Ayo sama Ayah," Damar menggendong Fatta membawa masuk ke dalam kamar membaringkan di dekat Nisa yang masih tergolek.Tak ada kata atau ucapan apapun dari wanita muda ini, dia menghadapkan badan pada Fatta tubuh masih di dalam selimut karna belum berpakaian. Tangan Nisa menepuk-nepuk paha Fatta, tak ada raut kesal atau benci.Hingga Fatta kembali tertidur, Damar
Lelaki ini membuka lagi pakaian yang sudah dia kenakan. Terjun ke dalam kolam, mengarungi isi kolam renang hingga gejolak amarah di dada sirna. Kirana duduk termenung di teras, memangku Fatta, karna Rudi tak mau membukakan pagar walau Kirana memaksa. "Maaf, Bu, tolong mengerti keadaan saya, jika saya buka pintu ini, taruhannya pekerjaan saya, kalau saya gak kerja, anak istri saya makan apa?" ucap Rudi, membuat Kirana terdiam. Nisa duduk di sofa, mukanya di tekuk masam,tangan melipat di dada, memandang Damar yang tak kunjung lelah. Setelah kejadian ini, ntah apa yang kedua wanita ini akhirnya pikirkan.Tak lagi ada suara atau gerak dari ketiga orang yang sedang berseteru Maslah hati ini. Hingga lelaki atletis ini naik dari dalam kolam mengistirahatkan tubuh di kursi santai, pinggir kolam renang. Dadanya terlihat turun naik, sepertinya begitu lelah, hingga nafasnya terlihat teratur. "Mbak makan dulu aja. Ajak Fatta m
Bab 43Damar mempertahankan pernikahannya, bukan hanya soal cinta, ambisi, apalagi selangkangan. Ini soal tanggung jawab dan janji. Janji kepada Tuhan yang utama, selebihnya janji kepada kedua orang tua wanita yang dia nikahi lalu janji pada si wanita.Lelaki berhidung tinggi ini, mendudukkan kedua wanita bersebelahan, Kirana Dan Nisa menolak tapi Damar mendorong paksa kedua wanita untuk duduk. Lelaki ini meraih Fatta membawa masuk memberikan pada Mbok Darmi. "Mbok, Marni sudah bereskan kamar?" tanya Damar. "Sedang di bereskan, Den." "Nanti kalo sudah, suruh momong Fatta main di taman belakang," Damar menyerahkan Fatta, Darmi membawa Fatta ke belakang.Damar kembali menghampiri kedua wanitanya yang sudah duduk terpisah kembali. Hanya gelengan kepala yang Damar lakukan. "Sini," Damar membopong Nisa duduk dekat Kirana. Kirana membelalakkan mata melihat kelakuan Damar, secara tiba-tiba Damar me
Bab 44Damar menelpon bagian kebersihan Apartemen untuk membersihkan hunian. Lalu mengajak Kirana berbelanja pakaian terlebih dahulu."Mas gak usah belanja terlalu banyak, akan menjadi hisab," ujar Kirana. "Pakaianku di rumah juga masih banyak yang layak," ujarnya lagi. "Ambil beberapa setel, besok aku suruh Roni mengemas pakaian kamu," Damar memberi perintah pada Kirana. "Fatta mau beli baju juga?" tanya Damar yang di angguki Putri kecilnya. Dari jauh ada seorang wanita yang sedang memperhatikan mereka, wanita dengan pakaian seksi bergincu merah ini, tersungging penuh intrik. "Ternyata, tak sepolos dugaan, Damar, lelaki kok sukanya perempuan ninja," ujar Finna, bibir merona menyungging senyum penuh manipulasi. Beberapa foto dia ambil ketika Damar memilihkan pakaian untuk Kirana, setelah dirasa cukup wanita berbaju kerah pendek ini mendekati Damar dan Kirana. "Damar sayang, kita ketemu di sini." ujar Fina, tangan reflek menggelendot pada lengan Damar. Dengan cepat Damar mene
Bab 45."Assalamualaikum, Lan." Bik Nira menghapiri Nisa. "Waalaikumsalam, Non lama gak dateng. Masuk Non," Nira menyuruh Nisa duduk. "Lana ada, Bik," tanya Nisa. "Ada Non." Nira melirik ke arah atas kamar Lana. "Baru masuk kamar, mungkin mau istirahat.""Tumben, aku langsung naik aja, Bik." Nisa mengangkat badan melangkah tetapi lengannya di cekal oleh Nira. "Non, Non Lana sama pacarnya barusan masuk, kamar." Aduan Nira membuat mata Nisa terbelalak. "Sering mereka masuk kamar?" tanya Nisa."Baru kali ini, Non," Nira menjawab. Nisa berlari menaiki anak tangga, Nira pun mengejar. "Non, jangan Non.""Nggak bisa di biarkan Bik, namanya zinah, dosa, Nisa langsung membuka pintu kamar Lana yang tak terkunci. "Lana!!" Nisa berteriak melihat adegan dewasa di hadapan. Lana langsung menutupi tubuh bagian atas yang sudah terbuka. "Ya ampun Nisa!! Bikin kaget ...." Lana berbicara tanpa ada rasa bersalah. Memang dia tak bersalah, mereka melakukan sama-sama suka, pram singel dan Lana singe
Bab 46Kirana memasuki hunian apartemen milik suaminya sudah dalam keadaan bersih, dia membongkar semua belanjaan yang tadi Damar belikan. Fatta masih tertidur. Memasukkan satu persatu pakaian yang tadi dibeli ke dalam lemari tanpa dia cuci. Tempat dia belanja tadi begitu mewah, bersih bahkan lantainya bisa di gunakan untuk bercermin. "Biarlah tak usah di cuci," monolog Kirana. Wanita lembut ini mengedarkan pandangan pada hunian kini dia berada. Hunian mewah, karir cemerlang, bahkan hingga di beri kekuasaan tertinggi oleh si pemilik perusahaan, itu karna dedikasi, kerja keras dan tanggung jawab diterapkan dalam pribadi Damar. Kini lelaki ini di hadapkan pada keadaan sulit, untuk mempertanggung jawabkan apa yang sudah dia ikrarkan. Kirana sebagai wanita tak ada hak meminta cerai ketika suami mampu berpoligami, mampu melakukan syariat islam dengan baik, bahkan Damar berusaha untuk berbuat adi seadil-adilnya pada dua wanitanya. Kirana memandang Fatta, sebersit ingatan muncul, "Bunda
Bab 47Damar masuk ke dalam rumah sudah dalam keadaan gelap. Tanpa menyalakan lampu lagi lelaki ini langsung menaiki anak tangga masuk kedalam kamar. Tetapi tak ada Nisa di atas ranjang, Damar langsung menghubungi orang yang biasa mengawasi Nisa."Nggak Liat?" tanya Damar terkesiap. Tapi mobil Nisa ada di parkiran kemana ini bocah pikir Damar, tadi udah mau pulang pake tergoda sama Kirana, pikir Damar lagi. Lelaki ini menuruni anak tangga kembali keluar bertanya pada Security, Satpam tak lihat juga Nisa keluar. "Sejak tadi saya di sini gak liat Non Nisa keluar Den," ujar Rudi gelagapan, pasalnya dia tertidur tadi. Apakah Nisa memindik keluar tanpa sepengetahuannya. Damar kembali masuk ke dalam rumah dengan tergesa, menuju kamar Darmi, melewati ruang televisi, tetapi Damar khawatir mengganggu wanita tua itu. Dia urungkan dan duduk di sofa, netranya mendapati Nisa yang sedang tertidur di karpet terhalang sofa."Ya Allah istriku, dicariin ada di sini." Damar mengangkat tubuh Nisa."M