“Silakan lewat sini, Nona,” pandu Mark, mengantarkan Clara ke kursi Julian.
Kaki Clara menginjakkan diri ke lantai marmer kafe elit yang terkenal di bandara Los Angeles. Cahaya remang lampu kristal berpadu dengan alunan musik jazz lembut menciptakan atmosfer romantis yang kontras dengan badai emosi di dalam diri Clara. Di sudut ruangan, duduk sosok pria tampan yang selama ini Clara puja—Julian Kingston—pengusaha muda sukses yang dikagumi banyak orang. Ketampanan Julian yang memikat dibalut setelan jas mahal tak mampu menyembunyikan aura arogan dan dingin yang menyelimuti dirinya.
Clara melangkah dengan anggun, setiap langkahnya diiringi rasa penasaran. Ada angin apa Julian tiba-tiba berinisiatif menjemputnya? Selama ini, Julian selalu mengacuhkan Clara, bahkan ketika Clara mengejar-ngejar pria itu. Padahal perjodohan antara dua keluarga sudah ditentukan, tapi Julian seolah tak peduli dengan hal itu dan tetap mengabaikan Clara.
“Lama sekali,” ucap Julian dengan nada datar, tanpa senyum.
Clara tersenyum anggun, sambil duduk di hadapan Julian. “Senang sekali merasa dibutuhkan olehmu. Ada apa kau mencariku, Tuan Kingston.”
“Aku tidak suka basa-basi. Tujuanku meminta asistenku menjemputmu, karena aku ingin membicarakan sesuatu yang penting denganmu. Tentu saja, aku harus meluangkan waktu,” jawab Julian dingin, dengan raut wajah datar.
‘Apa yang ingin dibicarakan Julian? Apakah dia akhirnya akan mengakui perasaannya padaku?’ batin Clara, dengan jantung berdebar lebih kencang dari biasanya.
“Katakan, apa yang ingin kau bicarakan padaku?” tanya Clara penasaran.
“Seperti yang kau tahu, aku sedang mengerjakan mega proyek kota digital,” ungkap Julian, suaranya tegas dan penuh tekad. “Untuk mewujudkannya, aku membutuhkan dukungan dari Mouren Inc.”
Clara mengerutkan dahi. “Apa maksudmu? Jangan bilang kau ingin menikahiku hanya untuk mendapatkan dukungan dari Mouren Inc?”
Julian menatap Clara dengan tatapan dingin. “Tepat sekali. Aku ingin menikahimu karena itu, Clara.”
Clara ternganga terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Julian. Hatinya hancur berkeping-keping, merasakan sangat sakit dan terluka. Jadi selama ini, Julian hanya ingin memanfaatkannya? Namun kenapa pria itu harus terang-terangan seperti ini? Apa pria itu sama sekali tidak memikirkan perasaannya?
“Kau tidak mencintaiku, Julian!” teriak Clara dramatis, air mata mulai mengalir di pipinya. “Harusnya kau tetap diam. Berpura-pura saja kau mencintaiku, itu lebih baik daripada berterus terang dan menghancurkan mimpi indahku!”
“Bangunlah, Clara.” Julian tetap tenang, tatapannya tidak menunjukkan rasa bersalah. “Cinta adalah kemewahan yang tidak bisa kita beli. Aku membutuhkan Mouren Inc, dan kau adalah kuncinya.”
Clara terdiam, hatinya diliputi rasa sakit dan dilema. Di satu sisi, dia terluka karena dimanfaatkan. Di sisi lain, dia sangat mencintai Julian. Sejal awal, dia begitu menginginkan Julian.
“Aku tidak mau,” tolak Clara dengan suara serak, menahan sesak.
Julian mengangguk, melipat tangan di depan dada sambil berkata santai, “Well, kalau begitu akan kucari wanita lain yang bisa kunikahi untuk mendukung bisnisku.”
“Kau berengsek, Julian,” kata Clara, suaranya bergetar.
“Pilihan ada di tanganmu.” Julian tersenyum miring. “Jadi, mau atau tidak?”
Clara terdiam dengan air mata yang masih berlinang jatuh membasahi pipinya. Hatinya merasakan sakit luar biasa. Impian yang dia bangun telah dihancurkan oleh Julian. Dia tidak mengira Julian akan tega padanya.
Perusahaan Julian bukan Perusahaan kecil. Pun Julian selama ini terkenal begitu fokus membesarkan perusahaannya. Project yang sekarang Julian tangani bukan project kecil, dan selain itu perusahaannya juga bisa mendapatkan nama lebih baik karena telah memberikan dukungan di perusahaan Julian.
Clara menyeka air matanya sambil berkata, menahan sesak di dada, “Baiklah. Aku setuju. Kau bisa memanfaatkan aku sepuasmu, asalkan jangan pernah dekat dengan wanita lain!”
“Good girl.” Julian sedikit menyeringai, lalu menyesap kopinya. “Kalau begitu, mari bahas soal pertunangan.”
“Haruskah secepat ini? Aku bahkan belum bertemu orang tuaku setelah aku kembali dari Texas.” Clara melebarkan mata, ekspresi bingungnya.
“Justru itu, aku akan memberikan daftar hal-hal yang harus kau bicarakan pada ayahmu. Pertunangan kita dilaksanakan lusa, tidak banyak waktu tersisa. Gunakan otak kecilmu untuk menghafal semua dengan baik, Clara,” jawab Julian tenang, tanpa sama sekali beban.
“Kau—” Protes Clara dengan cepat dipotong oleh Julian.
“Mark akan membantumu.” Pria tampan itu pergi setelah menyelesaikan kalimat terakhirnya. Menyisakan Clara dengan rahang yang nyaris jatuh ke lantai, dan Mark yang harus menyiapkan mental untuk menghadapi Clara.
***
Sebelum menemukan Victor dan Violet di area playground bandara, Amber sempat melihat dengan panik sosok pria yang tak asing di matanya duduk sambil menelepon seseorang dan memegang dokumen di sebuah kafe dengan dinding kaca. Masih jelas di ingatannya Amber, tentang kegilaannya salah masuk kamar, hingga mengakibatkan dirinya one night stand dengan pria asing yang sama sekali tak dia kenali.
Amber merasa lega karena dia bisa menghindar dari pria itu. Jantungnya nyaris berhenti berdetak di kala melihatnya. Pun beruntung dia berhasil menemukan anak kembarnya. Jika tidak, dia pasti akan seperti orang gila.
Jessie mendekati Amber sambil membawakan potongan apel yang telah dia kupas, dan dua cangkir teh. “Si kembar sudah tidur, mereka mungkin kelelahan.”
Amber terpaku pada wajah mungil Victor dan Violet, anak kembarnya yang tertidur lelap di atas kasur. Kelelahan perjalanan panjang dari Dallas ke Los Angeles. Hari ini, mereka baru saja tiba di apartemen Jessie, sahabat Amber yang akan menampung mereka selama berada di Los Angeles.
Jessie duduk di kursi dekat jendela, mengamati kembar yang tertidur dengan damai. “Violet cantik sekali, Amber, dan Victor juga sangat tampan. Anehnya, mereka sama sekali tidak mirip denganmu. Apakah mereka mirip ayahnya?" tanya Jessie, suaranya berbisik agar tidak mengganggu tidur si kembar.
“Kurasa juga begitu,” jawab Amber datar. Dia tidak akan menyangkal gen ayah biologis anak kembarnya mendominasi wajah anak-anaknya, meskipun begitu sulit untuk Amber menerima bahwa Tuhan tetap saja tidak adil padanya. Mengapa dia yang bersusah payah hamil dan melahirkan, tapi justru pria itu yang mendapatkan lebih banyak kemiripan dengan Victor dan Violet?
“Wow, sepertinya dia pria yang luar biasa.” Jessie jadi menerka-nerka, seperti apa wajah pria yang menitipkan spermanya pada Amber, hingga gen terbaik bisa didapatkan Victor dan Violet.
Amber memasang muka jengkel. “Jadi, apakah aku bukan wanita yang luar biasa, Nona Swan?”
Jessie terkekeh. “Kau ibu yang luar biasa. Tentu saja.”
Amber tersenyum, tapi matanya tiba-tiba berkaca-kaca. “Terima kasih, Jessie. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan tanpa kau dan ibumu.”
Jessie meraih tangan Amber dan menggenggamnya erat. “Aku selalu di sini untukmu, Amber. Kau dan si kembar adalah keluargaku juga. Maafkan aku dulu sempat memintamu menggugurkan mereka. Pilihanmu sangat hebat. Kau lebih memilih mempertahankan Victor dan Violet.”
Amber hanya tersenyum merespon ucapan Jessie.
“Amber,” panggil Jessie lembut.
“Ya?” Amber menatap Jessie.
“Kenapa kau tidak mau mencari ayah si kembar?” tanya Jessie pelan.
Amber terdiam, ekspresinya berubah menjadi dingin. “Aku mampu membesarkan Victor dan Violet sendiri. Aku tidak butuh bantuannya.”
Jessie menghela napas. Dia tahu Amber masih terluka oleh masa lalunya. “Aku mengerti, tapi, Victor dan Violet berhak mengetahui siapa ayah kandung mereka. Mungkin sekarang mereka belum mengerti, tapi kelak mereka akan mengerti, dan mempertanyakan ayah mereka.”
Amber menggelengkan kepalanya tegas. “Jessie, aku takut ayah dari anak-anakku malah mengambil asuh mereka. Aku ingin membesarkan sendiri Victor dan Violet. Kau tidak usah khawatir. Aku akan selalu memberikan kasih sayang yang besar untuk kedua anakku. Mereka tidak akan kekurangan kasih sayang.”
Jessie tidak bisa memaksakan Amber. Dia tahu Amber adalah wanita yang kuat dan mandiri. Dia yakin Amber akan mengambil keputusan terbaik untuk dirinya dan si kembar. “Baiklah. Aku mendukung semua keputusanmu, Amber. Tapi, jika kau berubah pikiran, aku selalu siap membantumu.”
Amber tersenyum merespon ucapan Jessie. Dia bersyukur memiliki sahabat yang selalu mendukungnya dalam kondisi apa pun. Bahkan di titik terendahnya Jessie dan keluarga mau membantunya.
Mouren Inc selalu sibuk. Sama seperti Amber yang sedang berusaha menyesuaikan diri dengan kesibukan Mouren Inc di meja kerjanya. Ini adalah hari pertama Amber di kantor. Jadi, dia berusaha menyelesaikan tugas-tugasnya dengan tekun. Namun, keheningan kantor seiring berjalannya waktu mulai membuatnya merasa tidak nyaman.Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, dan Amber pikir, dia bisa segera pulang untuk menjemput Victor dan Viiolet di daycare. Akan tetapi, Tuan Parker, atasan Amber, tiba-tiba saja datang dan duduk di meja dekatnya dengan senyum genit.“Amber, bisakah kau menyelesaikan laporan ini sebelum pulang?” tanya Alan Parker, atas Amber, dengan senyuman di wajahnya, dan tatapan yang tak lepas menatap wanita itu.“Tuan Parker, tapi—”“Laporan ini akan digunakan untuk meeting besok pagi. Kau tahu kan, Nona Mouren, putri pemilik perusahaan yang baru kembali ke sini, akan memeriksanya pukul enam pagi,” ujar Alan sambil tersenyum, dan tampak menjijikan di mata Amber.Amber menghela na
Amber duduk di depan meja rias di kamarnya, memandang dirinya sendiri di cermin dengan gaun malam yang elegan. Rambutnya dikepang indah, dan make up dipoles di wajah cantiknya. Entah kenapa di dalam hatinya merasa gelisah. Padahal seharusnya dia menampilkan wajah semeringah bahagia.Hari ini adalah hari di mana dirinya menghadiri pesta pernikahan dari bos besarnya. Amber yang merupakan karyawan dari Mouren Inc, mendapatkan undangan dari bos besarnya pemilik Mouren Inc, bertunangan dengan pemilik Kingston Corporation.“Jessie, aku rasa aku tidak bisa pergi,” kata Amber dengan cemas seraya menatap sahabatnya itu.“Amber, ini kesempatan bagus untukmu bersosialisasi di perusahaan baru. Biarkan si kembar aku yang jaga,” ucap Jessie sambil menyentuh tangan Amber. Amber menggigit bibirnya, merasa bersalah karena harus merepotkan Jessie lagi. “Tapi aku tidak ingin merepotkanmu terus menerus, Jessie.”Jessie menarik napas panjang. “Tenang saja, Amber. Aku bisa menjaga si kembar. Kau tahu sen
Tubuh Julian membeku melihat sosok wanita cantik berambut pirang yang selama ini dia cari. Aura wajahnya memancarkan jelas keterkejutan nyata. Berkali-kali dia meyakinkan apa yang dia lihat ini salah, tapi apa yang dia lihat ini benar. Tidak salah sama sekali.‘Wanita itu?’ batin Julian dengan wajah penuh terkejut. Detik itu juga, dia berjalan pergi meninggalkan Clara yang sibuk menyapa tamu undangan. Yang dilakukannya adalah menemui sang asisten.“Mark!” panggil Julian cepat.“Iya, Tuan?” jawab Mark seraya menatap Julian.“Mark, lihat wanita itu. Dia—” Julian menunjuk wanita yang dia maksud, tapi sayangnya wanita itu sudah langsung pergi begitu saja.“Kenapa, Tuan?” Kening Mark mengerut dalam, menatap bingung Julian. “Shit! Dia pergi!” Julian mengumpat kesal, dan berlari mencoba mengejar wanita yang selama ini dia cari, tapi sialnya wanita itu bagaikan angin yang begitu cepat pergi.Mark menyusul Julian. “Tuan, ada apa?”Julian terus meloloskan umpatan kesal. “Mark, wanita itu suda
Amber dan Jessie membaringkan tubuh si kembar ke ranjang. Beruntung Victor dan Violet sudah tertidur pulas. Bocah kembar itu tak lagi ingin makan burger. Mereka sepertinya kelelahan karena hari ini terlalu banyak berlari ke sana kemari. Hal tersebut yang membuat Jessie sempat kewalahan dalam menjaga si kembar, di kala Amber berada di pesta.Amber dan Jessie keluar kamar, tak ingin mengganggu si kembar yang sudah tertidur pulas. Tepat di kala mereka sudah keluar, Jessie langsung menarik tangan Amber—membawa teman baiknya itu duduk di sofa.“Amber, kau berhutang penjelasan padaku. Apa yang terjadi tadi?” tanya Jessie dengan nada penasaran. “Kenapa kau terlihat begitu gelisah? Apakah semuanya baik-baik saja? Benarkah kau melihat ayah si kembar?”“Satu-satu, Jessie.” Amber menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sebelum mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. “Iya, tadi di pesta ... aku bertemu dengan ayah si kembar.”Jessie menatap Amber dengan tatapan terkejut. “Ayah s
Di sebuah restoran mewah bintang lima di tengah kota, Julian dan Clara duduk bersama Gracey—ibu Julian—untuk makan siang bersama. Suasana restoran tenang dan elegan, dengan pemandangan kota yang terhampar di luar jendela tinggi. Mereka di kelilingi oleh aura kemewahan yang memancar dari setiap sudut ruangan.Gracey tersenyum lembut sambil menatap anak dan calon menantunya bergantian. “Jadi, bagaimana kabar kalian berdua? Bagaimana persiapan pernikahan? Semua baik-baik saja, kan?”Clara dengan senyuman manisnya menjawab, “Kami sangat bahagia, Bibi. Persiapan pernikahan berjalan lancar, dan kami berdua sangat menantikan hari spesial itu.”Julian bergeser di kursinya, menatap ibunya dengan penuh perhatian. Tampak dia malas mendengar pertanyaan ibunya yang membahas pernikahan, tapi dia tidak memiliki pilihan lain, dia tak ingin melukai hati ibunya.“Bagaimana keadaanmu, Mom? Kau baik-baik saja, kan?” balas Julian hangat.Gracey tersenyum tipis. “Mommy baik-baik saja, Sayang. Hanya saja be
“Amber Hayes.” Suara Julian begitu tegas di kala tiba di depan cubicle Amber. Sontak wanita itu terkejut. Mata Amber memancarkan jelas keterkejutan dan ketakutan nyata di kala melihat Julian.“I-iya, Tuan Kingston?” jawab Amber gugup. Sialnya sekarang dia menjadi pusat perhatian banyak karyawan. Sebab, Julian adalah tunangan Clara. Sangat wajar jika dirinya menjadi pusat perhatian.“Ikutlah denganku. Ada hal penting yang ingin aku bicarakan padamu,” balas Julian dingin, dengan raut wajah menunjukkan ketegasannya.Amber menelan ludah, merasa tegang mendengar ucapan Julian. “H-hal apa yang ingin A-anda sampaikan, Tuan?”“Ikut saja. Aku sangat yakin kau tidak suka kita berbicara di sini,” jawab Julian dengan tatapan dingin pada Amber.Seluruh karyawan terus menatap Amber yang diajak bicara dengan Julian. Mereka menerka-nerka pembicaraan yang ingin Julian sampaikan pada Amber. Ada yang terlihat penasaran, tapi ada juga yang memaklumi mungkin memang ada kesalahan Amber. Tak terlalu banyak
Suasana di kantor Clara terasa tegang pagi ini. Semalaman dia tidak bisa tidur, dan seharian kemarin dia terus uring-uringan memikirkan kedekatan Julian dan Amber. Dia duduk di balik meja kerjanya, mata menatap layar MacBook-nya dengan intensitas yang mengkhawatirkan. Di lubuk hatinya, perasaan cemburu dan ketakutan terus menggerogoti.Clara merasa ada yang aneh. Percakapan Julian dan karyawannya yang bernama Amber Hayes terus terngiang di dalam benaknya. Seakan banyak jutaan tanda tanya dalam pikirannya itu.“Nona,” sapa sang sekretaris melangkah menghampiri Clara.Clara menatap sang sekretaris dengan tatapan dingin. Sebelumnya, dia memang memanggil sekretarisnya untuk datang. “Aku ingin kau panggilkan karyawan yang bernama Amber Hayes!”“Sekarang, Nona?” tanya sang sekretaris penuh hati-hati. Mata Clara mendelik tajam. “Kau masih tanya? Aku memanggilmu sekarang artinya kau panggil Amber sekarang, Bodoh!”Sang sekretaris menelan salivanya susah payah mendapatkan bentakan dari Clara
Suasana di kantor semakin tegang seiring berjalannya waktu. Julian duduk di kursi kebesarannya, memikirkan Amber dan Clara. Dia merasa sulit untuk mendekati Amber, tetapi juga memahami bahwa Amber sulit dijangkau karena tekanan yang diberikan Clara padanya.Julian memikirkan situasinya dengan hati-hati. Dia tidak bisa langsung menegur Clara, karena itu akan terlihat aneh. Lagi pula, dia khawatir pada Clara akan mengadu ke ayahnya, dan berdampak membatalkan persetujuan proyek yang sedang berjalan. Julian masih membutuhkan Clara, meskipun dia mengakui bahwa dia tidak bisa lepas dari bayang-bayang Amber.Julian menghela napas. “Apa yang seharusnya aku lakukan?”“Bagaimana kalau Anda menemui si kembar saja, Tuan?” usul Mark sambil menunjukkan foto si kembar yang Amber antarkan ke tempat penitipan anak.“Good. Ide bagus, Mark.” Akhirnya, Julian memutuskan untuk menghentikan kunjungannya ke kantor Clara dan mengikuti saran Mark. Dia sadar bahwa keberadaannya di sana hanya akan menimbulkan k