Share

Bab 2. Pulang Bareng

Paijo memberikan uang lima ribu. "Tiga ya. Nama kamu siapa?" tanya Paijo lembut dan tenang, sifat playboy-nya kumat lagi. 

Ratu menoleh. "Ratu. Lis, ini pisang gorengnya tiga. Nih kembaliannya," seperti biasa Ratu memang ramah pada semua pelanggan entah cogan atau cecan. 

Lisa mengambilkan tiga pisang goreng. "Salam ke Gerald ya. Pingin minta nomornya, boleh gak? Gue kasih bonus satu pisang goreng deh," Lisa membujuk Paijo dengan siasat negoisasi, karena sifat Gerald yang sebelas duabelas tigabelas sama dengan Andy sangat cuek dan irit bicara. 

Paijo tampak berpikir. "Tapi tambahin dua. Gue juga mau dong pisang goreng. Huh lo tau kan kalau Andy gak akan ngasih satu biji pun ke gue malah di suruh beli sendiri," curhatnya pada Lisa, setidaknya lega daripada diam dan nanges di pendam sendiri. 

Lisa mengangguk. "Iya deh. Cepet nomernya," Lisa langsung siap-siap mengetik nomor Gerald di hp canggihnya dengan apel tergigit setengah. 

Paijo pun mulai menyebutkan nomor Gerald. "Kosong kosong kosong satu kosong satu. Thanks ya, love you," Paijo malah kiss jauh pada Lisa. Cewek itu hanya melirik sadis dengan bibir manyun, dasar buaya daratan. 

Jenny berdecak kesal. "Heh! Ini tuh dagangan punya Ratu. Malah di kasih bonus aja tuh Paijo," ketus Jenny, ada perasaan tidak enak apalagi Ratu itu anak beasiswa.

Ratu hanya tersenyum. "Gak apa-apa. Anggap aja sedekah. Kalian gak makan? Daritadi bantuin aku jualan, makasih ya?" rasanya senang bisa di bantu seperti ini, apalagi sampai habis. Memang Lisa kalau jualan top deh. 

"Sama-sama," jawab Lisan dan Jenny kompak. 

Akhirnya, mereka makan. Tapi Jisoo dan Rose selesai, hanya mengobrol tentang produk baru, Ratu yang mendengar itu saja tak mengerti. 

'Mereka pasti mau beli. Kapan ya aku bisa beli barang-barang itu?' batinnya sedih, ia tau pasti mahal. Jangankan membeli memilikinya saja tidak akan pernah. 

Paijo kembali duduk, akhirnya selesai juga tugas membeli gorengan. 

Wajah Andy sedikit berubah, senang. "Namanya siapa?" tanyanya tak sabaran, ingin tau satu nama siapa tau terukir di hati untuk selamanya. 

Fafa mengernyit. "Namanya siapa? Kamu tanya nama siapa sayang?" pertanyaan Fafa sudah ruwet membingungkan pula. 

"Ratu. Gue dapat bonus dong dari Lisa," Paijo meletakkan pesanan Andy di meja. "Makan sendiri aja ya? Jangan di bagi kesiapa-siapa," matanya melirik Gerald dan Fafa, siapa tau dua orang itu minta. 

"Kenapa gak minta nomornya aja sekalian?" tanya Andy kesal, Paijo setengah-setengah. "Masa tanya namanya doang. Gue kan pingin ngobrol-" ucapannya tersela oleh gebrakan keras dari Fafa, ah pacarnya itu mulai cemburu. 

Brak.

"Jadi kamu mau kenalan sama penjual gorengan itu? Kenapa harus minta nomornya? Sayang, aku ini kan pacarmu," awalnya Fafa marah-marah, tapi ia melunak karena takut Andy juga memarahinya balik. 

"Kenapa? Gitu aja marah. Terserah aku mau kenal sama siapa, itu bukan urusan kamu," Andy menenteng kresek berisi gorengannya, berlalu pergi. Ribut dengan Fafa bisa membuat kepalanya pusing tujuh malam hari. 

"Sayang! Tungguin!" Fafa mengejar langkah Andy. 

Gerald menggeleng heran. "Minta satu dong jo. Masa di makan sendiri, bagi-bagi dong," tangan Gerald siap mengambil satu pisang goreng di tangan Paijo, tapi cowok itu menghindar dan melindungi makanannya. 

"Mwakanywa belwi sendwiri," Paijo fokus memakan gorengannya, Gerald hanya menghela nafasnya memandangi Paijo asyik dan lahap makan, di tahan dulu laparnya. 

Di kelas, Fafa berusaha membujuk Andy yang kini marah dan mecuekinya. 

"Sayang, kamu jangan deket-deket dia. Kamu kan udah punya aku yang cantik dan kaya. Pasti dia cuman anak beasiswa doang, kalau gak mana bisa masuk ke sekolah ini," ujar Fafa meremehkan, seketika Andy menatapnya tajam. Fafa terdiam. 

'Aku harus tau dia siapa. Kalau sampai pacarku di ambil, berarti berususan sama aku Fafa,' batinnya. Karena yang sudah menjadi miliknya tak bisa menjadi milik orang lain. 

Di kelas 11 Ips 1 Lisa mengeluh tentang bahasa Inggris kepada Jenny dan Jisoo. Tapi kedua temannya itu malah cuek dan tak menggubrisnya. Kan bete banget gak di anggap. 

"Ajarin gue dong. Gak bisa nih," Lisa menyodorkan buku tulisnya yang masih kosong. 

Jenny memberikan kamus bahasa Inggrisnya. "Cari aja di kamus kalimat yang gak lo ngerti. Kalau gak ada tanya aja sama bu Beti. Usaha dulu, jangan nyerah gitu aja. Belum dapet apa yang di inginkan aja udah nyerah, cemen banget," sindir Jenny entah pada siapa, mungkin masalah cintanya yang tak mendapat balasan perasaan. 

Lisa mendengus, Jenny malah curhat. Dasar tukang cinta. Beralih ke Jisoo, temannya itu mengerjakannya tanpa melihat kamus. Jisoo memang berasal dari Inggris, ia pindah karena mengikuti neneknya. Jisoo tidak punya siapa-siapa lagi. 

"Gue nyontek dong. Beneran gak faham," pinta Lisa memelas. Jisoo menoleh, memberikan buku tulisnya meskipun baru setengah di kerjakan. "Nih, cepetan salin. Biar gue ngumpulin yang pertama," begitulah Jisoo, selalu mengumpulkan tugas yang pertama bukan terakhir belum tentu akan bersama selamanya. 

Kriingg..kriingg

Bel pulang sekolah, Lisa berdecak kesal percuma saja tulisannya ayam cakar kalau nantinya di buat PR. 

"Silahkan pulang, tugasnya di buat PR aja ya? Di kumpulkan pertemuan selanjutnya, kalau gak bawa siap-siap aja ibu hukum," ujar bu Beti, lalu pergi dan di susul para penghuni 11 Ips 1 berhamburan keluar kelas tak sabar ingin pulang. 

Di parkiran sekolah, Dirga menunggu Ratu dengan sepeda vespa-nya. Tatapan aneh dari beberapa siswa pun tak membuatnya risih. 

"Itu siapa? Kok kesini bawa vespa? Seharusnya motor ninja atau mobil kek. Ini vespa, bikin malu aja."

"Kayaknya sih bokapnya anak baru itu yang jualan pisang goreng."

Fafa yang berjalan menuju parkiran mendengar itu pun terkejut. Ternyata Ratu diantar oleh bokapnya. Terlintas sebuah ide di otaknya. 

Fafa menghampiri Dirga. "Lagi nyari Ratu ya?" tanyanya dengan senyuman yang merekah. 

Dirga menoleh. "Kamu temannya Ratu? Dimana dia? Apa sudah keluar?" 

"Ratu lagi nyari bapak buat ke kelasnya. Lagi nungguin," rasanya Fafa tak sabar menjalankan aksinya. 'Dan Ratu gak akan bisa pulang sama bapaknya,' batinnya, Fafa tersenyum miring. 

"Makasih," Dirga melangkah pergi, ia sangat merindukan Ratu anak satu-satunya. 

Fafa mulai melancarkan aksinya. Ia mengempeskan kedua ban vespa itu. Setelah selesai, ia menuju mobil Andy sebelum ketauan siapa-siapa. 

"Gue pulang duluan ya? Bawa mobil sendiri soalnya," pamit Lisa pada Ratu. "Mau bareng?" tawarnya, sesekali ia ingin tau rumah Ratu. 

"Gak, makasih. Aku di jemput sama bapak. Kalian pulang aja," tolaknya halus, tak ingin merepotkan Lisa. 

"Oh ya udah, bye bye! See you besok! Dadah! Sampai jumpa!" Lisa melambaikan tangannya, Jenny dan Rose menarik tangan Lisa segera pergi daripada semakin miring. 

"Hati-hati," ucap Jisoo sebelum pulang. 

Ratu mengangguk. "Kamu juga," ia menatap kepergian teman barunya itu. Rasanya menyenangkan memiliki teman baru dan mau membantunya berjualan. Mereka baik, tak seperti di sekolahnya dulu. Ah, sudahlah tak perlu di ingat lagi. 

"Ratu? Ayo pulang nak. Kita ambil pisang di kebun," Dirga menghampiri Ratu. "Gimana sekolah kamu?" tanyanya basa-basi, seperti biasanya sejak dulu memperhatikan sekolah Ratu. 

"Seneng pak. Pisang gorengnya laris banget. Dan aku dapat teman baik, bantuin jualan juga," jawab Ratu senang, sambil berjalan ke parkiran yang agak jauh, Dirga menanyakan banyak hal, dari pelajaran, kantin, sampai letak kelas Ratu dan duduknya. 

"Siapa aja teman kamu? Pasti cowok ya?" goda Dirga, seketika Ratu menunduk malu-malu. 

Ratu menggeleng. "Cewek pak. Ada Jenny, Lisa, Jisoo sama Rose. Yang jualannya jago banget itu Lisa, terus Jenny ngasih pisang gorengnya ke pembeli, cekatan banget dia," Ratu takjub dengan dua temannya itu, Lisa yang selalu ceria dan mulutnya tak bisa berhenti bicara sedangkan Jenny cekatan melayani pembeli. 

Setelah sampai di parkiran, Dirga menyalakan vespa kesayangan-nya itu.

"Ayo nak," ajak Dirga setelah vespa-nya menyala. Tapi ia merasa tidak myaman. "Kok gak enak ya?"

Ratu mengernyit. "Kenapa gak enak pak? Apa vespa bapak ada yang salah?" tanya Ratu heran, ia memandangi vespa hitam itu sampai akhirnya menemukan permasalahan-nya, ban kempes. 

"Ban kempes pak. Itu coba bapak liat," Ratu menunjuk kedua ban vespa yang kini kempes. 

Dirga mengangguk. "Ada bengkel gak ya? Deket sini?" tanya Dirga kebingungan. 

Fafa yang melihat itu dari dalam mobil Andy pun tersenyum puas menyaksikan Ratu dan bapak-nya tak bisa pulang. 

"Hahaha, rasain! Makannya gak usah berurusan sama gue," Fafa menyisir rambutnya dengan cermin kecil yang selalu di bawanya agar tampil cantik di depan sang kekasih. 

Andy yang baru selesai rapat dari ruang OSIS menuju parkiran. Tangannya sibuk mengetik pesan kepada Fafa menanyakan gadisnya itu ada dimana. 

"Kamu jalan kaki aja ya nak? Biar bapak nyari bengkel buat benerin ban yang kempes ini," ujar Dirga tak enak hati, wajah Ratu murung. 

"Tapi kan pak, rumah kita jauh banget. Kalau aku jalan kaki yang ada nyampe disana sore," tolak Ratu tak mau tau. Daripada dirinya capek sendiri sampai besok. 

Andy yang mendengar suara Ratu pun menatap lurus, entah apa yang sedang di ributkan. 

"Ada apa?" tanya Andy heran. Dirga menoleh tapi Ratu tidak masih memandangi motor vespa-nya. 

"Ini, ban-nya kempes. Mau cari bengkel deket sini. Kamu tau gak nak?" tanya Dirga, karena ini tempat jauh dan asing. 

Andy mengangguk. "Nanti saya telepon asisten saja biar motor bapak di bawa ke bengkel. Mau pulang naik apa?" matanya melirik Ratu yang sama sekali tak menatapnya, apa cewek itu tidak menyadari kehadirannya?

"Mau naik angkot aja nak. Ayo, eh malah ngelamun. Ratu? Nak?" Dirga menepuk pipi anaknya itu. Ratu tersadar menatapnya kaget. "Ihh bapak, aku kaget tau," gerutunya kesal. 

Melihat wajah cemberut itu entah kenapa hati Andy senang. Ada apa dengan dirinya? Ah, sudahlah mungkin hanya perasaan saja. 

"Bareng sama saya aja pak. Dan Ratu juga. Mari, itu naik mobil. Ratu duduk di depan aja, biar bapak di belakang," ucap Andy dengan senyumannya, baru kali ini ia menunjukkan sisi keramahan pada orang biasanya cuek dan galak. 

"Gak usah, makasih. Kita gak mau ngerepotin kamu," tolak Ratu halus, tangannya menahan Dirga agar tidak mengikuti Andy menuju mobilnya. 'Aku gak pantes naik mobil kamu, aku ini miskin. Mau di katain apa sama siswa disini?' batinnya insecure. 

"Gak merasa di repotin. Ayo, gak ada siapa-siapa kok di mobil," ucapnya yakin, padahal Fafa sudah duduk di depan. 

Dan benar saja saat membuka pintu mobil, Fafa tersenyum manis. Andy menyuruh Fafa agar duduk di belakang, tapi gadis itu menolak. 

"Aku gak mau sayang, biar mereka aja yang duduk di belakang. Lagian juga aku duluan yang duduk disini kok malah diusir," ujar Fafa sengit dan ketus. 'Gue yakin udah kenal sama dia. Dasar cewek kegatelan!' serunya dalam hati. 

"Duduk di belakang, atau kamu pulang sendiri dan keluar dari mobil," tegas Andy sedikit mengancam. Fafa tetap saja keras kepala sejak dulu. 

Fafa menghela nafasnya. 'Ck, masa gue harus ngalah sama orang miskin kayak dia? Ogah banget,' batinnya kesal. Tapi ia pindah menuruti kekasihnya daripada pulang sendiri. 

Fafa duduk di belakang dengan Dirga. Rencananya gagal. Andai saja Andy tidak perlu ikut campur dengan Ratu dan bapak-nya itu. 

"Rumah kamu dimana?" tanya Andy tanpa melirik Ratu, ia tau gadis itu pasti gugup duduk di depan. "Gak apa-apa. Bilang aja, aku anterin kamu sampai rumah."

'Kalau aja gak ada bapak-nya tuh cewek udah gue jambak daritadi,' batin Fafa kesal. Kalau begini caranya, posisinya akan tergeser. Tidak bisa di biarkan, secepatnya ia harus menyingkirkan Ratu daripada pulang bareng menjadi kebiasaan. 

Dirga menoleh menatap Fafa. "Apa kamu juga teman Ratu? Satu kelas ya?" tanya Dirga tersenyum, anak-nya itu memiliki banyak teman perempuan. 

Fafa tersenyum kikuk. "E-bukan kok. Aku gak kenal Ratu. Kami juga gak sekelas," rasanya tidak nyaman duduk bersebelahan dengan Dirga, apalagi ia mencium aroma keringat. 

"Jalan Cempaka nomor lima. Rumahku di sebelah warung pecel lele," jawab Ratu memberikan alamat rumahnya meskipun ragu. 

"Oh," Andy mengangguk faham. "Kalau aku mampir boleh?" entah kenapa pertanyaan itu lolos begitu saja dari bibirnya. Apa ia ingin lebih dekat lagi?

"Sayang! Jangan mampir! Aku pingin pulang juga. Ke rumah aja sayang, kamu bisa ngobrol sama papa," Fafa mencegah Andy agar tidak mampir di rumah Ratu, kalau mampir dirinya kesepian dan menjadi nyamuk. Tidak semudah itu, kenapa kekasihnya itu lebih banyak bicara? Ah! Menyebalkan, lihat saja nanti. Ratu pasti akan pergi dari sekolah itu. 

"Mampir juga boleh kok nak. Sekalian bapak pingin ngobrol sama kamu," sahut Dirga mengiyakan tawaran Andy. 

Ratu terbelalak. Tidak! Kenapa Dirga malah menyetujuinya? 

"Gak usah pak, dia kan harus nganter pacarnya juga," tolak Ratu sedikit panik. Ia hanya tidak ingin mengganggu waktu berdua Andy dengan pacarnya, ah lupa lagi namanya siapa. 

"Itu bagus kalau nyadar," sahut Fafa ketus. 

"Fafa, gak boleh gitu. Lain waktu aja ya pasti saya akan mampir ke rumah bapak," tukas Andy ramah, berarti ada kesempatan di lain hari ke rumah Ratu. 

"Sayang! Kan kamu harus ke kantor juga. Jangan kelayapan gitu dong, kalau papa kamu marah?" tambah Fafa mencari alasan lain, mencegah Andy ke rumah Ratu. Kalau di biarkan, keduanya akan semakin dekat. 

"Gak bakal marah. Aku ambil cuti seminggu aja," jawab Andy dengan beralasan juga. Ia tau Fafa ingin melarangnya, tapi hatinya berkata lain ingin mengobrol lebih jauh lagi dengan Ratu dan bapak-nya. 

"Bapak namanya siapa?" Andy melirik dari kaca spion. Terpampang Fafa dan pria itu, Fafa dengan wajah cemberutnya. 

"Namaku-"

***

Jangan lupa makan buat yang baca. Sedikit perhatian kan gpp? Daripada laper hehe. Semangat buat hari ini. 

16:30 sore. 

See you-,

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status