"Dari kapan bunda disini? Tanya Bayu penasaran dengan wajah yang terlihat pucat pasi.
Inara heran dengan kelakuan suaminya, dia semakin merasa yakin kalau ada yang lagi. disembunyikan oleh suaminya. "Baru saja mas, ucap Inara yang langsung pamit ke dapur mau memotong buah semangka. Inara beranjak kedapur yang disusul oleh Bayu. "Semangka Bun, ucapnya dengan satu tangan mengambil potongan semangka yang telah tertata rapi di piring." "Iya mas, sengaja bunda belikan untuk Syafira biar demamnya cepat turun, mungkin dia kecapekan karena terus-menerus belajar tidak berhenti, ujar Inara. Bayu hanya mengangguk. "Hmmm, mas teringat nya kok tumben siang-siang seperti ini dirumah? Tanya Inara. "uhuk,uhuk,uhuk" Bayu sedikit kelabakan, dia memutar otak mencari alasan agar Inara, istrinya tidak curiga dengan apa yang telah terjadi diantara mereka berdua. "Pelan-pelan mas makannya, apa yang di buru-buru, ucap Inara dengan lembut sambil memberikan segala air putih kepada suaminya. Bayu langsung meminum air putih yang disuguhkan Inara, setelah merasa enakkan sambil memeluk Inara dari belakang di menjawab pertanyaan Inara tadi. "Tadi ada panggilan alam bunda, air dibengkel gak hidup." Inara menatap lekat kearah Bayu, ada ketidak jujuran dimata Bayu. "Yakin mas? Mas lagi tidak aneh-aneh kan? Mas masih seperti Bayu yang duku, gak ada yang berubah dari kamu kan mas, kamu masih suamiku yang dulu kan, yang berjanji akan selalu menjaga hati dan perasaanku?" Dengan pertanyaan yang berderet dan beruntun seperti itu Bayu merasa jengkel. "Maksud kamu apa Bun, maksud kamu aku aneh-aneh dengan Syafira, gitu? Jawab Bayu dengan sedikit ketus. "haaa?? Syafira, apa hubungannya dengan dia, monolog Inara dalam hatinya. Jleeb, dada Inara bergemuruh, tangan dan kakinya gemetar, keringat bercucuran membasahi tubuhnya. "Mas, aku tidak pernah perpikir kesana, aku tidak pernah ada pikiran kamu aneh-aneh dengan Syafira, atau kamu? Bayu salah tingkah, dia sadar kalau dia telah salah menjawab pertanyaan Inara. "Mas? Kamu tidak lagi bermain api kan? Kamu lagi tidak ada niatan mau berkhianat kan, ingat mas bagaimana suka-duka nya kita membangun rumah tangga ini. "Kamu apa-apa sih, buat orang tidak nyaman saja." "Mas kamu kok aneh bangat? Kenapa kamu marah hanya dengan pertanyaan sesedarhana itu?" "Aahhhh, sudahlah kamu tuh yang aneh, bertanya yang bukan-bukan, gak boleh rupanya aku siang kesini, salah kalau aku mau istirahat di rumah ku sendiri. *Astagfirullah, kok sampai segitunya kamu mas?" Inara makin curiga dengan gelagat Bayu yang tidak seperti biasanya, Inara semakin yakin kalau ada yang disembunyikan oleh suaminya. "Mas, salah aku bertanya seperti itu, kan biasanya kalau pun air dibengkel mati kamu selalu numpang kekamar mandi sebelah bengkel kamu, kenapa tiba-tiba harus pulang karena panggilan alam seperti yang kamu bilang tadi, ucap Inara yang segera pergi meninggalkan Bayu tanpa mendengarkan jawaban dari suaminya. Bayu mengacak rambutnya, ada rasa khawatir menyelinap ke lubuk hatinya. Dia mengumpat i dirinya kenapa sangat ceroboh dan sangat bodoh menjawab pertanyaan menjebak istrinya. "Ahhhhh, sial, ucapnya sambil pergi ke kamar ingin melanjutkan tidurnya. Inara mempercepat langkahnya dia ingin segera tiba di kediaman mertuanya, dia sudah tidak bisa menahan beban yang ada didadanya, dia percaya kalau ada sesuatu yang lagi disembunyikan oleh suaminya. "Assalamualaikum, ucapnya yang langsung duduk di terasa rumah mertuanya. Mendengar suara Inara, bu Khadijah tersenyum karena sudah familiar dengan suara tersebut. Bu khadijah segera keluar membukakan pintu untuk menantu dan cucunya, melihat Inara yang duduk bersandar diteras dia pun juga ikut duduk disebelah Inara dan mengambil Adnan cucunya memindahkan ke pangkuannya. Inara gadis pilihan anaknya yang sekarang menjadi menantunya, menantu yang dianggapnya seperti anak kandungnya sendiri. Meski Inara bukan gadis yang berpendidikan, bukan juga gadis dari keluarga orang yang berada, Inara hanya gadis yang terlahir dari desa dan gadis anak yatim piatu, tetapi bu Khadijah sangat menyayanginya, terlebih dengan hadirnya Adnan cucunya makin menambah rasa sayangnya kepada Inara. Apalagi setelah melihat dia selama menjadi istri anaknya, Inara merupakan istri yang sangat baik, istri yang sangat patuh, dia selalu menemani Bayu dengan kondisi apapun. Dan menjadi seorang menantu, Inara juga sangat pandai menempatkan dirinya di kehidupan keluarga mertuanya, sikap Inara itulah yang semakin membuatnya semakin yakin dan semakin sayang kepada Inara. Dia selalu bersikap adil kepada Bayu dan Inara, dia tidak pernah memihak kepada siapapun meskipun yang notabennya Bayu adalah anak kandungnya."Kok cepat sekali Adnan diantarkan Inara, ucap Bu Khadijah.Inara hanya bengong, tatapannya kosong yang membuat Bu Khadijah yakin kalau menantunya lagi menyimpan beban."Nara, panggil Bu Khadijah dengan lembut.Melihat tidak ada reaksi dari Inara, Bu Khadijah membuang nafas panjang dan menggenggam tangan Inara yang sontak mengagetkan Inara."Kamu kenapa nak?"Inara menghela nafas sambil menggelengkan kepalanya pertanda kalau dia baik-baik saja.Seperti biasanya, Bu khadijah tau betul sikap dan perilaku menantunya.Bu Khadijah makin mempererat genggaman tangannya.Inara diam, dia tidak tau harus mengawali darimana menceritakan masalah yang lagi dipendamnya.Inara menimbang-nimbang dalam hati, perlu kah dia cerita kepada mertuanya, bagaimana kalau apa yang dicurigainya ternyata salah, bagaimana kalau dugaannya hanya sekadar dugaan belaka yang tidak jelas pastinya."Ujian hidup orang itu berbeda-beda, tergantung bagaimana kita menyikapinya, ibu tau kamu lagi banyak pikiran, ibu tau kamu
Inara mengambil pisau, dengan gemetar dan airmata yang terus mengalir dari pipinya membuat dia seperti ingin mengakhiri hidupnya. Inara putus asa, dia tidak menyangka kalau jalan hidupnya harus seperti ini.Tanpa sengaja dia memandang foto anaknya yang yang tergantung rapi di dinding, dan seketika itu dia tersadar dan membuang pisau itu.Inara menangis semakin kencang, dia tidak kuasa lagi menahan sebak didadanya, dia terus beristigfar guna menenangkan hati dan pikirannya.Hampir 2 jam dia didalam kamar, dan 2 jam juga Bayu terus memgedor pintu dan mengucapkan kata permintaan maaf."Bun, bunda maafin mas, mas benar-benar silap, mas salah Bun, mas benar-benar salah, keluar lah sayang, kita perlu bicara, kita perlu menyelesaikan masalah ini, jangan seperti ini Bun, please.."Bayu terus merayu dan membujuk i Inara tanpa capek dan bosan.Melihat pemandangan yang sepertinya Bayu takut kehilangan Inara, membuat Syafira dongkol dan semakin membuat rasa bencinya terhadap Inara lebih besar lag
Jatuh cinta merupakan anugerah dari yang kuasa yang perlu kita syukuri, dan kalaupun kita jatuh cinta kepada orang yang tidak tepat seperti suami orang juga merupakan suatu anugerah cinta, tergantung bagaimana kita menyikapi cinta itu, dipendam sendiri demi tidak ada yang sakit hati atau terus melanjutkan mengejar cinta itu tanpa perduli dengan pasti ada hati yang akan terluka nantinya. Syafira adalah salah satunya, gadis yang dianugerahi cinta oleh sang Illahi yang tidak bisa memposisikan letak cintanya. Dia jatuh cinta kepada suami dari kakanya sendiri yang telah merawat dan membesarkannya meski tidak ada ikatan darah diantara mereka. Tanpa berpikir panjang, tanpa memikirkan perasaan Inara yang merupakan kakanya, dia terus memamerkan dan menggoda sang Abang ipar. Dimana saja pun tempatnya dia selalu mencuri-curi pandang dan juga mencari-cari perhatian Bayu, Abang iparnya. Sering bahkan selalu dia memamerkan lekuk tubuhnya kepada Bayu jika Inara lagi tidak dirumah. Banyak trik d
Waktu terus berjalan, hari berganti hari, Minggu berganti Minggu, Bayu merindukan aksi yang tidak sengaja mereka lakukan, dia benar-benar tersiksa dengan rinndunya yang terlarang. Pondok usang itu seperti kenangan dan bayangan indah yang selalu ingin diulanginya kembali. Gelisah dan risau setiap hari dirasakannya setelah memutuskan untuk menjauhi dan menjaga jarak dari Syafira yang telah menjadi candunya. Semakin dia menjauhi Syafira semakin besar rasa rindu dihatinya. Dia hanya bisa menyibukkan dirinya sampai larut malam, bekerja tidak mengenal rasa lelah hanya untuk menghindari Syafira. Semakin dia menghindar dan semakin besar rasa rindu kepada Syafira. Rindu yang semakin besar tidak kuasa ditahannya lagi, Bayu tidak perduli dengan apapun yang akan terjadi nantinya, yang di inginkan nya sekarang hanya ingin bertemu melepas rasa rindu yang hampir saja meledak "booomm" meletus. Sore itu Bayu memutuskan untuk menjemput Syafira tanpa memberi kabar. Rasa rindu didadanya telah
Bukan diam seperti itu yang Inara harapkan dari suaminya, bukan membisu tanpa memberi kejelasan apapun yang di inginkannya, tetapi untuk memaksa Bayu Inara sama sekali tidak mau. Dia pun ikut diam, diam seperti suaminya, mereka sama-sama mendiamkan masalah tanpa ingin mencari solusinya bersama-sama. 3 hari kepergian Bu khadijah dan Syafira, 3 hari itu juga mereka berdua saling diam tanpa interaksi apapun. Inara bosan menunggu Bayu untuk memulai obrolan antara mereka berdua, dia jenuh dan akhirnya membiarkan permasalahan itu seperti itu saja. Inara menyibukkan dirinya mengurus Adnan dan bekerja. Selama mereka diam-diaman, selama itu juga Inara tidak melakukan apapun pekerjaan rumah, dia membiarkan baju kotor Bayu menumpuk, dia juga tidak mengurus makan minum Bayu, dia hanya mengurus dirinya dan juga anaknya. Dan Bayu, diperlakukan seperti itu dia tidak bisa mengeluh, dia hanya diam, menikmati hari-hari seperti duda memiliki istri. Bayu meradang, dia sangat mencintai Inara tetapi
Bu khadijah dan Ardi langsung membopong tubuh Inara kedalam rumah meski mereka juga dalam suasana panik dan bertanya-tanya kenapa dengan Inara. Bu Khadijah tau betul bagaimana kuatnya seorang Inara, bisa dipastikan kalau beban yang dipikulnya saat ini benar-benar sudah berat sekali sampai dia terkulai lemah pingsan tak sadarkan diri. Bu Khadijah merasa sangat cemas melihat kondisi Inara ditambah lagi dengan Bayu yang tidak ada kabar meskipun sudah berulangkali di telepon oleh Ardi. Dia mondar-mandir seperti gosokan tidak sabar menunggu Inara membuka matanya dan bertanya dengan apa yang sebenarnya terjadi. "Adnan, suara Inara mengejutkab Bu Khadijah dan Ardi yang dari tadi menungguinya. Bu Khadijah langsung mendekat dan memeluk Inara, menantunya. Pecah sudah tangis Inara dipelukan ibu mertuanya, dia terus-menerus menangis mengeluarkan sebak yang ada dihatinya. Setelah sedikit reda, dia melepaskan pelukannya, ditatapnya Bu Khadijah dan Ardi saling bergantian. Dengan suara serak
Percayalah, setiap pengorbanan pasti akan ada balasan indah nantinya, kalau tidak sekarang, mungkin besok atau besoknya atau besoknya lagi yang pasti balasannya akan ada. Akan ada hikmah di setiap kejadian yang terjadi. Begitulah yang dirasakan Inara, dengan semua yang dialaminya, rasa sakit yang ditorehkan oleh orang-orang yang disayanginya dia yakin suatu saat akan mendapatkan dan memetik hikmah dari kejadian itu. Pasrah? Tidak! Rela? Juga tidak! Ikhlas? Harus, dan memang itu yang harus dilakukannya, dengan mengikhlaskan semua yang terjadi mungkin rasa sakit dan sebak dihati lama-kelamaan berangsur-angsur akan hilang dengan sendirinya. Dengan sedikit sempoyongan dia melangkahkan kakinya keluar, dia mendapati Adnan yang lagi sibuk bermain dengan Nia, adik iparnya. Melihat Inara keluar Nia segera berdiri dan membantu Inara untuk duduk didekat Adnan. Nia yang tidak tau apa yang telah terjadi tetap diam tidak berani bertanya dak ikut campur terlalu jauh. Ardi melajukan mot
Inara membisu, dia tidak paham maksud semua tuduhan Bayu, suaminya. Dia hanya bisa menatap sendu kearah Bayu dengan menggeleng-gelengkan kepalanya tanda heran. "Kamu selau tidak puas dengan semua yang kuberikan kepadamu di ranjang, kamu selau merendahkan aku, kamu kejam Inara, kamu tidak sama dengan Syafira, Syafira berbeda, Iyah, dia berbeda dari kamu, ka-kamu hiperseks, ka- PLAAAKKKK Inara sudah tidak sanggup mendengarkan semua tuduhan Bayu, dia sudah tidak kuat menahan emosinya dia semakin emosi karena Bayu membawa-bawa nama Syafira. "Berani kamu menampar aku? ujar Bayu dengan suara memekik. Bu Khadijah dan Ardi tetap diam tidak melakukan tindakan apapun, mereka membiarkan Bayu dan Inara mengeluarkan dan meluapkan emosi yang mungkin selama ini mereka pendam. "Karena kamu sudah melampaui batas Bayu, kamu sudah mengatakan yang bukan-bukan yang tidak pernah aku buat." Bayu semakin emosi dengan ucapan Inara. "Jadi kamu menyangkal semua yang aku ucapkan, kamu tidak menga