Share

bab. 4

"Kok cepat sekali Adnan diantarkan Inara, ucap Bu Khadijah.

Inara hanya bengong, tatapannya kosong yang membuat Bu Khadijah yakin kalau menantunya lagi menyimpan beban.

"Nara, panggil Bu Khadijah dengan lembut.

Melihat tidak ada reaksi dari Inara, Bu Khadijah membuang nafas panjang dan menggenggam tangan Inara yang sontak mengagetkan Inara.

"Kamu kenapa nak?"

Inara menghela nafas sambil menggelengkan kepalanya pertanda kalau dia baik-baik saja.

Seperti biasanya, Bu khadijah tau betul sikap dan perilaku menantunya.

Bu Khadijah makin mempererat genggaman tangannya.

Inara diam, dia tidak tau harus mengawali darimana menceritakan masalah yang lagi dipendamnya.

Inara menimbang-nimbang dalam hati, perlu kah dia cerita kepada mertuanya, bagaimana kalau apa yang dicurigainya ternyata salah, bagaimana kalau dugaannya hanya sekadar dugaan belaka yang tidak jelas pastinya.

"Ujian hidup orang itu berbeda-beda, tergantung bagaimana kita menyikapinya, ibu tau kamu lagi banyak pikiran, ibu tau kamu lagi banyak masalah, tetapi kamu harus ingat Nara, banyak diluar sana yang jauh lebih banyak masalahnya dari kamu nak, sambung Bu Khadijah yang terus memberi motivasi dan kekuatan kepada Inara.

Mata Inara berkaca-kaca mendengar ucapan mertuanya. Dia semakin tenang dan berharap kalau dugaannya tidak pernah terjadi sama sekali.

Bu khadijah melanjutkan ucapannya sambil memandang semakin lekat ke arah Inara.

"Kapan kamu siap, ceritalah sama ibu, selama apapun sepanjang apapun cerita mu, ibu siap jadi pendengar yang baik dan Budiman. Sudah, sudah, jangan manyun lagi, sayang muka manisnya ditekuk, jelek tau, ucap Bu Khadijah menghibur menantunya."

Inara sedikit terkekeh, hanya sejenak Inara berada di rumah mertuanya, dia sudah merasakan kenyamanan dan juga rasa damai yang mwbuat dia lupa dengan masalah yang dia tidak tau itu apa.

Sementara Bayu yang bingung tidak tau mau berbuat apa memutuskan kembali kekamar dan melanjutkan istirahatnya yang terganggu dengan kedatangan Inara.

"Paling kerumah tetangga, menenangkan pikiran, ujarnya dalam hati.

Bayu segera menutup pintu. Sebelum melanjutkan tidurnya dia berencana sebentar mengecek keadaan Syafira.

Dia merasa lega karena melihat Syafira yang masih tertidur pulas dibalik selimut.

"Fira tidur? Ucap Bayu yang langsung mencium pipi Syafira."

Syafira langsung bergelut manja tanpa menjawab pertanyaan Bayu, dia menarik tubuh Bayu kedalam pelukannya.

Bayu tersenyum.

Tingkah-tingkah manja dan genit seperti itulah yang tidak pernah didapatkan nya dari Inara, Bayu merasa ada hal baru jika bersama Syafira.

Bayu yang dipancing seperti itu tidak kuasa menahan nafsunya. Tanpa berlama-lama mereka berdua masuk ke dalam lubang kenikmatan, dan lagi-lagi tanpa ada rasa takut dan tanpa ada rasa bersalah.

Syafira memeluk dada bidang Bayu, dia sangat bahagia dengan apa yang seharusnya bukan miliknya.

"Sampai kapan kita seperti ini? Tanya Syafira sambil memainkan burung gagak miliknya Bayu.

"Ahhhh"

Bayu meringis, dia terus menerus diberi kenikmatan oleh Syafira, Bayu benar-benar dibuat mabuk kepayang dan tida terkendali lagi.

"Kamu maunya bagaimana, jawab Bayu dengan suara parau dengan mata yang merem melek.

"Aku ingin kamu menikahi ku, ucapnya sambil mendorong tubuh Bayu keranjangnya dan segera menimpanya.

Bayu terperangah dan juga kaget.

Tanpa aba-aba Syafira langsung memainkan sumur bornya ke arah tombak keperkasaan Bayu.

"Aahhhhhh, Bayu mengerang nikmat.

Memiliki istri polos seperti Inara yang selalu pasif tidak pernah aktif seperti yang dirasakannya saat bersama Syafira membuat dia akan benar-benar akan menikahi Syafira meski tanpa persetujuan oleh Inara.

Selesai mereka melakukannya, Bayu memeluk Syafira, dia berjanji dalam waktu dekat ini dia akan jujur kepada Inara tentang hubungan mereka. Dia juga mempertegas kalau dia tidak akan mempermasalahkan jika Inara tidak setuju, yang jelas dia akan menikahi Syafira, dan berjanji akan selalu membahagiakannya.

Seperti gadis-gadis cabe-cabean alias anak ABG (anak baru gede) lainnya, diberikan janji-janji manis seperti itu membuatnya melayang tinggi ke udara. Syafira merasa dia lah perempuan terbahagia saat ini.

Tidak terasa hari sudah menjelang malam, meskipun Inara enggan pulang kerumah dia tetap memaksakan diri agar mertuanya tidak semakin curiga kalau dia lagi memendam masalah.

Setelah berpamitan pulang Inara segera pulang dengan semangat yang entah tinggal berapa persen lagi.

Berjalan sendiri karena memang Adnan anaknya sengaja ditinggalkan membuat jalannya begitu cepat.

Hanya butuh waktu 20 menit dia sudah sampai di rumah dikediaman yang menyimpan berjuta kenangan asam, pahit dan manis dalam berumah tangga dengan suaminya.

Inara mengerutkan keningnya, merasa heran dengan suasana rumah yang seperti tidak berpenghuni, gelap tidak ada cahaya seperti kuburan.

Perasaan Inara dag dig dug tidak tentu, dia merasakan rasa cemas dan juga takut yang tidak dia tahu apa penyebabnya.

Setelah menimbang-nimbang, Inara memutuskan akan masuk dari pintu belakang, dia ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi di rumahnya.

Dengan sedikit gemetar dan dibaluti rasa takut, cemas dan juga khawatir, Inara mengumpulkan tenaganya berharap sesuta yang dipikirkannya tidak pernah terjadi tidak benar adanya.

Dengan pelan-pelan tanpa menimbulkan sedikit suara, Inara membuka pintu dan segera masuk ke rumah.

Dan dia sangat terkejut melihat pemandangan yang sama sekali tidak pernah dipikirkannya.

Selama ini Inara memang curiga kepada Bayu, curiga kalau Bayu ada main dengan perempuan lain, tidak pernah sedikitpun terlintas dipikirannya kalau Bayu ada main dengan Syafira, anak gadis yang sudah sangat disayanginya yang sudah dianggapnya sebagai adik kandung.

Kaki dan sekujur tubuhnya lemas melihat Bayu dan Syafira tidur berpelukan di satu ranjang seperti sepasang suami istri.

Badan Inara tersungkur, tenaganya benar-benar habis, apalagi mengingat bagaimana hubungan ranjangnya dengan Bayu, sudah berapa Minggu ini Bayu tidak pernah meminta jatah kepadanya, sudah beberapa Minggu ini dia dan Bayu tidak pernah melakukannya lagi.

Inara tidak pernah mempermasalahkan hubungan ranjangnya dengan Bayu meskipun dia sejujurnya rindu belaian suaminya, dengan melihat Bayu yang sering pulang malam-malam membuat Inara enggan untuk meminta jatah yang seharusnya merupakan haknya.

Dan, dan adik angkatnya lah sebenarnya penyebab kenapa Bayu bersikap dingin seperti itu.

Setelah beberapa menit, Inara mengumpulkan tenaganya dan dia berteriak sekuat-kuatnya.

"ASTAGFIRULLAH, Bayuu, Syafira... Apa yang kalian berdua lakukan dikamar ini?"

Teriakan Inara mengagetkan Bayu dan juga Syafira, mereka tidak mengira hal ini akan terjadi juga.

Inara berlari kekamar, rasa sebak dan sesak di dada bersatu padu, kaki dan sekujur tubuhnya lemas melihat hal yang tidak pernah sama sekali dia bayangkan.

Inara tidak kuasa menahan emosinya, dia terus berteriak, dia terus melempar barang-barang yang ada dikamar, dia benar-benar kalut dan merasa perih yang tidak bisa digambarkannya dengan kata-kata.

Dia benar-benar tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya, dia tidak mengira orang-orang yang sangat disayanginya begitu tega terhadapnya.

"Adnan?"

Ingatan Inara hanya anaknya yang sekarang lagi bersama nenek dan tantenya lagi happy-happy, bergembira ria.

Inara semakin sedih mengingat nasib anaknya kedepan.

Inara bingung dan bingung. Dia melihat sebilah pisau, dan.......

#entah apa yang akan terjadi besti, jangan lupa di komen ya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status