Sudah tiga hari, Haidar dan Kayra tidak bertemu. Bahkan kini Reana dan Reina diantar dan dijemput oleh supir.
Diruangannya, Kayra kini sibuk dengan banyaknya berkas. "Kenapa ya gak ketemu dia itu, kayak ada yang kurang aja." Gumamnya. Kayra menatap ke arah luar, anak-anak disekolah sesudah dibubarkan. Kayra tidak melihat Haidar. Bahkan saat netranya menangkap adik Haidar, anak itu justru pulang dengan berjalan kaki. "Ravendra sendiri. Apa aku samperin ya. Eh, tapi kalo aku samperin kan aneh." Monolognya lagi. *** Di tempat lain, Haidar orang yang Kayra pertanyakan itu tengah sibuk berjualan. Kebetulan ada acara dangdutan di nikahan kampung sebelah. "Ravendra pulang sama siapa ya? Gak mungkin dia naik angkot. Dia gak punya uang." Monolognya. Keringat sudah membasahi darinya, Haidar mengusapnya dengan handuk kecil yang melingkar di lehernya. "Panas banget. Tapi aku harus tetap semangat." Monolognya. Haidar kembali fokus berjualan. Dari pagi tadi baru ada sekitar lima belas orang yang membeli dagangannya. Tapi, Haidar tidak patah semangat, ia tetap optimis. Prinsipnya adalah, rezeki tidak akan tertukar apapun bentuknya. *** Sore ini, Kayra baru akan pulang dari kantornya. Diperjalanan, ia melihat seorang anak tengah mengorek tempat sampah dengan karung yang ia genggam kebelakang. "Lho, aku kok kayak kenal ya." Setelah di perhatikan, ternyata benar itu orang yang Kayra kenal. Dia Ravendra. Kayra buru-buru turun dan menghampiri anak itu. "Ravendra..." Panggilnya. Anak itu terperanjat kaget. Ia menatap orang yang memanggil namanya, wajahnya semakin kentara bahwa ia benar-benar terkejut. "Kenapa kamu disini? Abang kamu mana?" Tanya Kayra. Anak itu hanya menunduk tanpa menjawab satupun pertanyaan Kayra. "Ravendra. Jangan takut, aku bukan orang jahat, aku mamanya Reana dan Reina, teman Abang kamu." Anak itu mendongak, bibirnya tampak pucat. "Kamu sudah makan?" Tanya Kayra dan dibalas gelengan oleh anak itu. "Astaga, ayo ikut tante." Saat Kayra menarik tangannya, anak itu malah diam tidak bergerak. "Kenapa diam, ayo. Nanti pulangnya tante antar." Anak itu menundukkan kepalanya, tubuhnya bergetar. Kayra tahu anak itu menangisi. Ia lantas berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Ravendra. "Kenapa nangis?" "Ravendra takut." "Takut? Tante bukan orang jahat.... Jangan takut ya." Kayra menatap wajah itu. "Ravendra bukan takut tante. T-tapi.... Ravendra takut Abang. Ravendra takut Abang marah..." "Kenapa bisa marah?" "Ravendra gak bilang.... K-kalo Ravendra mulung. Abang gak akan ngijinin." Kayra memeluk anak itu, ia bisa merasakan bajunya basah karena air mata anak itu. "Kalo abang bakal marah, terus kenapa Ravendra mulung, hm?" "R-Ravendra juga pengen jajan kayak yang lain..... Kalo sekolah Abang gak pernah kasih Ravendra uang jajan." "Kenapa?" Sakit hati Kayra mendengar penuturan anak itu. "Karena uangnya Abang cuma cukup untuk kontrakan dan makan... Hikss.... Hikss..." Kayra semakin erat memeluk Ravendra. Nyatanya ada yang lebih buruk dari keadaan kedua putrinya. Reana dan Reina hanya kehilangan peran ayah. Tapi, Ravendra dia kehilangan peran ayah dan ibu. Dia tinggal dengan biaya hidup pas-pasan disebuah kontrakan kecil. "Ravendra sekarang ikut tanten. Kita makan setelah itu kita beli jajan ya." Lagi, anak itu menggelengkan kepalanya. "Kenapa? Abang gak akan marah kok." Ucap Kayra pelan. "Kata Abang gak boleh minta-minta.." "Ravendra gak minta. Ini tante yang mau." Anak itu menatap Kayra yang tepat didepannya karena wanita berjongkok. "B-benar tante?" "Iya sayang... Ayo." Kayra bangkit lalu menuntun anak itu menuju mobilnya. *** Kayra menatap anak disebelahnya. Ia merasa kasihan pada anak itu. Anak sekecil itu hidup dalam sebuah kekurangan. Walaupun anak itu belum mengerti tentang keuangan. Tapi, pasti dia sudah merasakan pedihnya hidup berteman dengan kemiskinan. Kayra mengelus surai Ravendra yang duduk di sampingnya. "Semoga kelak kamu bisa mengangkat derajat keluarga mu. Banggakan abang mu, ya..." Anak itu tertidur, setelah makan dan beli cemilan bersama Kayra tadi. *** Sesampainya dihalaman depan kontrakan Haidar, Kayra turun lebih dulu. Ia akan meminta pria itu untuk menggendong adiknya. "Permisi." Kayra mengetuk pintu kontrakan Haidar. Tidak menunggu lama, pria itu sudah membuka pintunya. "Ada perlu apa?" Tanya Haidar begitu dingin. Kayra tidak peduli dengan itu. "Tolong gendong Ravendra. Dia ada dimobil sedang tertidur." Ucap Kayra. "Kenapa dia bisa bersama mu?" "Aku ketemu dia dijalan." Haidar langsung berjalan kearah mobil Kayra, benar saja anak itu tengah tidur di kursi mobilnya. Pria itu langsung menggendongnya, ia menatap Kayra sebentar. "Masuk." Kayra mengangguk, tapi sebelum itu Kayra mengambil lebih dulu kantong kresek yang berisi makanan di mobilnya."Haidar, menurut aku kamu terlalu kejam sama adik kamu." Ujar Kayra yang tengah duduk di ruang tamu Haidar. Kontrakan yang ditempati Haidar ini hanya terdiri dari dapur, satu kamar tidur, satu kamar mandi dan ruang tamu kecil tanpa kursi. Jadi Kayra duduk dilantai beralaskan tikar. "Kejam? Aku kejam kayak gimana Ra?" Tanyanya. Haidar baru saja kembali dari dapur untuk mengambil air, tapi sesampainya diruang tamu malah mendapat pernyataan itu dari Kayra. "Ravendra mulung." Haidar terkejut dengan pernyataan yang keluar dari mulut Kayra. "Mulung? Ra coba deh kamu jelasin pelan-pelan. Aku gak ngerti. M-maksud kamu mulung gimana?" "Ravendra mulung untuk dapetin uang." "Uang?" "Astaga Haidar. Kamu tahu kenapa aku bisa sama dia? Ya karena aku ketemu dia dijalan lagi mulung." "Untuk apa dia mulung?" "Kamu ngerasa pernah kasih dia uang untuk jajan?" Tanya Kayra. Haidar menggeleng. "Aku emang gak pernah kasih dia uang untuk beli jajan. Penghasilan aku gak cukup." "Nah
"Dia siapa kamu Ra?" Tanya Haidar.Kayra perlahan kembali duduk, dia menatap lurus kearah depan. Haidar yang tidak mendapat jawaban, lantas ia kembali bertanya. "Ra-" Belum sampai selesai kalimatnya, Kayra memotong ucapan Haidar. "Dia mantan suami aku." Ucapnya tanpa menoleh.Haidar menatap wanita disampingnya. Kayra, menoleh kearah Haidar. "Terimakasih ya, sudah mau bantu aku." Ucapnya Kayra tersenyum."Sama-sama, balas Haidar. "Eh, tapi kamu beneran gak kenapa-kenapa kan Ra?" Tanya Haidar, wajahnya menunjukkan raut khawatir yang ketara.Kayra yang melihat itu, terkekeh pelan. "Beneran kok, aku gak papa. Kan tadi langsung ada kamu."Haidar mengangguk. "Syukurlah."Lama terdiam, Haidar kembali membuka suara. "Kok sendiri Ra? anak-anak kemana?""Sama Oma Opa-nya, jalan-jalan.""Kamu?"Kayra menoleh menatap kearah pria disampingnya. "Aku, kenapa?""M-maksudnya, kamu gak ikut?"Kayra menggeleng, ia kembali menatap lurus kedepan. "Aku ngerasa kayak remaja lagi, kalo anak-anak lagi sama
"Mama..." Kayra terperanjat kaget saat mendapati anak-anaknya berlari kearahnya. "Sudah pulang? Mana Oma dan Opa?" Reana dan Reina menoleh ke arah belakang. "Masih disana." Ucap anak-anak. Kayra mengangguk. "Yasudah naik sini, ke sofa." Ujarnya menepuk sofa disebelahnya. Kayra memang pulang sejak siang tadi, tapi anak-anaknya baru pulang jam delapan malam ini. Mama dan papa belum sampai juga kedalam rumah, tapi anak-anak itu sudah kembali bersuara. "Mama tahu gak, tadi ada om-om ngaku-ngaku papa..." Ujar Reana. "Iya lho mah... Katanya papa belum meninggal, dia papa kami, katanya." Ujar Reina. deg! Tidak mungkin kan om-om yang dimaksud anak-anaknya adalah Nabastala, pikir Kayra. "Kalian, tahu ciri-cirinya?" Tanya Kayra tidak santai. Kedua anaknya mengangguk. "Tahu ma." Jawab Reana. "Boleh mama tahu, bagaimana ciri-cirinya?" Belum sampai Reana bersuara, suara mama lebih dulu terdengar. "Dia Nabastala." Entah kenapa, tapi tubuh Kayra saat ini terasa kebas, seluruh sarafn
"Haidar, kok kamu bisa tahu tempat makan mie ayam yang seenak ini sih?" Haidar menoleh kearah wanita disampingnya. "Aku pedagang Ra." Kayra mengangguk. "Aku juga mau jadi pedagang ah, biar bisa tahu makanan enak." Haidar terkekeh. Ia lap bibirnya. "Janganlah." "Kenapa gitu?" "Capek tahu. Masa wanita secantik kamu dagang." Kayra terkekeh. "Emang aku cantik ya?" Mereka saling menatap, dalam sepersekian detik Haidar merasa terhipnotis oleh paras Kayra. Saat wanita itu tersenyum kearahnya entah kenapa jantung Haidar terasa berdetak kencang tidak seperti biasanya. "Haidar." Kayra melambaikan tangannya didepan wajah pria itu. Haidar yang ketahuan melamun, langsung memalingkan wajahnya. "E-enggak kok." "Maksud kamu? Aku gak cantik ya?" "E-eh.... E-emang kamu nanya apa? I-itu.. Anu.." Kayra terkekeh. "Apaan sih, udah ah lupain."Kayra kembali menyantap makanan milikinya, sedangkan Haidar hanya duduk melamun. Entah ada apa dengan dirinya, tapi yang pasti jantungnya tidak aman dide
Hari-hari berlalu, bahkan sampai dengan detik ini Kayra masih memikirkan ucapan Nabastala tempo hari. Hari ini, Kayra ada dirumah sang mama. Ia akan meminta ijin untuk menikah lagi, jika sudah ada ijin ia akan meminta Haidar menjadi suaminya. "Mama, Kayra mau menikah lagi. Bolehkan?" Tanyanya pada sang mama yang tengah asik menonton tv. Si kembar sengaja dibawa oleh papa ke taman saat Kayra mengatakan akan berbicara serius dengan mama. "Ra sejujurnya mama masih berat. Tapi, apa kamu sudah bertemu dengan seseorang yang baik?" Kayra mengangguk. "Iya ma, Kayra sudah ketemu yang tepat." "Boleh mama bertemu dia dulu?" "Tentu." Kayra merasa senang dalam hatinya, akhirnya setelah sekian lama Kayra mendapat juga ijin dari sang mama. *** Esok harinya, Kayra menghampiri Haidar yang tengah berjualan ditaman kota. "Haidar!" Sapa Kayra saat menemukan Haidar yang tengah duduk di trotoar jalan. Pria itu melambaikan tangannya. Kayra berjalan menghampiri wanita itu. "Gimana j
Hari ini adalah hari dimana Kayra akan membawa Haidar kerumahnya. Dia sudah izin pada sang mama dan papa. "Ayo masuk Haidar." Ucapnya saat sampai didepan rumahnya. Haidar mengangguk. "Ayo Ra." Mereka masuk kedalam rumah orang tua Kayra. Kayra tidak harus memastikan orang tuanya ada atau tidak, karena dia sudah memberi kabar lebih dahulu. Sesampainya didalam rumah. "Mama, papa..." "Kayra duduk nak." Balas papa. Melihat pria tadi hanya berdiri, mama bersuara. "Silahkan duduk nak, jangan segan-segan anggap saja rumah sendiri." Ucap akan ramah. Pria itu tersenyum, lalu ia mendudukan bokongnya disofa. "Jadi, kalian pacaran? sudah berapa lama?" Tanya papa to the point. Mama menepuk paha papa. "Jangan langsung interogasi dong pak." Papa hanya tersenyum kikuk, sedangkan Kayra mati-matian menahan tawanya. Mama menatap Haidar dengan senyum diwajahnya. "Silahkan diminum dulu, biar relax. Soalnya papa si Kayra mukanya tegang." Haidar mangut sopan." Terimakasih Tante." Ucap
Hari ini, adalah hari dimana Haidar akan menawarkan Kayra bertemu dengan orang tuannya."Haidar, kita kesana naik apa?" Tanya Kayra saat Haidar sudah sampai di depan rumahnya."Naik motor ku Ra.""Aman?"Haidar tersenyum. "Aman kok Ra, tenang aja. Tapi, bentar ya aku izin dulu sama mama papa kamu."Kayra menahan pria itu. "Gak usah.""Lho, kenapa? Kalo aku gak izin nanti dikira nyulik dong? Terus anak-anak sama siapa?""Nah, itu kamu nyadar. Mama sama papa gak ada dirumah. Papa kerja, mama bawa anak-anak jalan-jalan. Lagian kamu udah izin kemarin kan?"Haidar mengangguk, lalu tersenyum. "Yaudah kalo gitu. Ayo Ra!""Haidar kenapa gak pake mobil aku aja?""Gak ah, ribet. Siapa tahu pulangnya naik mobil kan.."Kayra tidak mengerti ucapan pria itu, ia hanya mengikuti saja.Selama perjalan, tidak ada percakapan apapun. Haidar diam begitupun dengan Kayra. Hanya suara bising kendaraan disekitar mereka yang terdengar. Ini untuk pertama kalinya bagi Kayra menaiki sepeda motor untuk waktu yang
“Mama… kata teman-teman aku… aku sama Riana anak h-haram….” Reana mulai berbicara sambil terisak. “P-padahal kan kita anak Mama….”Kayra tertohok. Anak seperti apa yang berani mengatakan hal buruk itu kepada putri-putrinya?Ia baru saja pulang dan memasuki rumah orang tuanya. Tapi, bukan sambutan hangat yang Kayra dapatkan melainkan sebuah isak tangis yang bersahutan dari ruang keluarga.Kata sang papa, anaknya baru saja dibuli di sekolah karena tidak memiliki ayah. Kayra menatap kedua anak yang ada di pangkuannya. Kayra Agnesia, seorang ibu dari dua anak kembar. Jandanya seorang pengusaha kaya raya. Kecantikan wajah dan kesuksesan dalam berkarir tidak menjadi tolak ukur cinta itu bertahan, buktinya Kayra ditinggalkan suaminya saat tengah mengandung anak kembarnya di usia tujuh bulan.Kayra kira, setelah bercerai dan hidup lebih baik, ia akan bahagia. Tapi tidak dengan kedua anaknya. Ini bukan kali pertama anak-anaknya dibuli hanya karena tidak memiliki ayah.“K-katanya… karena kita