Share

Bab 8

Sudah tiga hari, Haidar dan Kayra tidak bertemu. Bahkan kini Reana dan Reina diantar dan dijemput oleh supir.

Diruangannya, Kayra kini sibuk dengan banyaknya berkas.

"Kenapa ya gak ketemu dia itu, kayak ada yang kurang aja." Gumamnya.

Kayra menatap ke arah luar, anak-anak disekolah sesudah dibubarkan. Kayra tidak melihat Haidar. Bahkan saat netranya menangkap adik Haidar, anak itu justru pulang dengan berjalan kaki.

"Ravendra sendiri. Apa aku samperin ya. Eh, tapi kalo aku samperin kan aneh." Monolognya lagi.

***

Di tempat lain, Haidar orang yang Kayra pertanyakan itu tengah sibuk berjualan. Kebetulan ada acara dangdutan di nikahan kampung sebelah.

"Ravendra pulang sama siapa ya? Gak mungkin dia naik angkot. Dia gak punya uang." Monolognya.

Keringat sudah membasahi darinya, Haidar mengusapnya dengan handuk kecil yang melingkar di lehernya.

"Panas banget. Tapi aku harus tetap semangat." Monolognya.

Haidar kembali fokus berjualan. Dari pagi tadi baru ada sekitar lima belas orang yang membeli dagangannya. Tapi, Haidar tidak patah semangat, ia tetap optimis. Prinsipnya adalah, rezeki tidak akan tertukar apapun bentuknya.

***

Sore ini, Kayra baru akan pulang dari kantornya. Diperjalanan, ia melihat seorang anak tengah mengorek tempat sampah dengan karung yang ia genggam kebelakang.

"Lho, aku kok kayak kenal ya."

Setelah di perhatikan, ternyata benar itu orang yang Kayra kenal. Dia Ravendra. Kayra buru-buru turun dan menghampiri anak itu.

"Ravendra..." Panggilnya.

Anak itu terperanjat kaget. Ia menatap orang yang memanggil namanya, wajahnya semakin kentara bahwa ia benar-benar terkejut.

"Kenapa kamu disini? Abang kamu mana?" Tanya Kayra.

Anak itu hanya menunduk tanpa menjawab satupun pertanyaan Kayra.

"Ravendra. Jangan takut, aku bukan orang jahat, aku mamanya Reana dan Reina, teman Abang kamu."

Anak itu mendongak, bibirnya tampak pucat.

"Kamu sudah makan?" Tanya Kayra dan dibalas gelengan oleh anak itu.

"Astaga, ayo ikut tante."

Saat Kayra menarik tangannya, anak itu malah diam tidak bergerak.

"Kenapa diam, ayo. Nanti pulangnya tante antar."

Anak itu menundukkan kepalanya, tubuhnya bergetar. Kayra tahu anak itu menangisi. Ia lantas berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Ravendra.

"Kenapa nangis?"

"Ravendra takut."

"Takut? Tante bukan orang jahat.... Jangan takut ya." Kayra menatap wajah itu.

"Ravendra bukan takut tante. T-tapi.... Ravendra takut Abang. Ravendra takut Abang marah..."

"Kenapa bisa marah?"

"Ravendra gak bilang.... K-kalo Ravendra mulung. Abang gak akan ngijinin."

Kayra memeluk anak itu, ia bisa merasakan bajunya basah karena air mata anak itu.

"Kalo abang bakal marah, terus kenapa Ravendra mulung, hm?"

"R-Ravendra juga pengen jajan kayak yang lain..... Kalo sekolah Abang gak pernah kasih Ravendra uang jajan."

"Kenapa?" Sakit hati Kayra mendengar penuturan anak itu.

"Karena uangnya Abang cuma cukup untuk kontrakan dan makan... Hikss.... Hikss..."

Kayra semakin erat memeluk Ravendra. Nyatanya ada yang lebih buruk dari keadaan kedua putrinya. Reana dan Reina hanya kehilangan peran ayah. Tapi, Ravendra dia kehilangan peran ayah dan ibu. Dia tinggal dengan biaya hidup pas-pasan disebuah kontrakan kecil.

"Ravendra sekarang ikut tanten. Kita makan setelah itu kita beli jajan ya."

Lagi, anak itu menggelengkan kepalanya.

"Kenapa? Abang gak akan marah kok." Ucap Kayra pelan.

"Kata Abang gak boleh minta-minta.."

"Ravendra gak minta. Ini tante yang mau."

Anak itu menatap Kayra yang tepat didepannya karena wanita berjongkok.

"B-benar tante?"

"Iya sayang... Ayo."

Kayra bangkit lalu menuntun anak itu menuju mobilnya.

***

Kayra menatap anak disebelahnya. Ia merasa kasihan pada anak itu. Anak sekecil itu hidup dalam sebuah kekurangan.

Walaupun anak itu belum mengerti tentang keuangan. Tapi, pasti dia sudah merasakan pedihnya hidup berteman dengan kemiskinan.

Kayra mengelus surai Ravendra yang duduk di sampingnya.

"Semoga kelak kamu bisa mengangkat derajat keluarga mu. Banggakan abang mu, ya..."

Anak itu tertidur, setelah makan dan beli cemilan bersama Kayra tadi.

***

Sesampainya dihalaman depan kontrakan Haidar, Kayra turun lebih dulu. Ia akan meminta pria itu untuk menggendong adiknya.

"Permisi." Kayra mengetuk pintu kontrakan Haidar.

Tidak menunggu lama, pria itu sudah membuka pintunya.

"Ada perlu apa?" Tanya Haidar begitu dingin.

Kayra tidak peduli dengan itu.

"Tolong gendong Ravendra. Dia ada dimobil sedang tertidur." Ucap Kayra.

"Kenapa dia bisa bersama mu?"

"Aku ketemu dia dijalan."

Haidar langsung berjalan kearah mobil Kayra, benar saja anak itu tengah tidur di kursi mobilnya.

Pria itu langsung menggendongnya, ia menatap Kayra sebentar. "Masuk."

Kayra mengangguk, tapi sebelum itu Kayra mengambil lebih dulu kantong kresek yang berisi makanan di mobilnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status