Share

Bab 9

"Haidar, menurut aku kamu terlalu kejam sama adik kamu." Ujar Kayra yang tengah duduk di ruang tamu Haidar.

Kontrakan yang ditempati Haidar ini hanya terdiri dari dapur, satu kamar tidur, satu kamar mandi dan ruang tamu kecil tanpa kursi. Jadi Kayra duduk dilantai beralaskan tikar.

"Kejam? Aku kejam kayak gimana Ra?" Tanyanya.

Haidar baru saja kembali dari dapur untuk mengambil air, tapi sesampainya diruang tamu malah mendapat pernyataan itu dari Kayra.

"Ravendra mulung."

Haidar terkejut dengan pernyataan yang keluar dari mulut Kayra.

"Mulung? Ra coba deh kamu jelasin pelan-pelan. Aku gak ngerti. M-maksud kamu mulung gimana?"

"Ravendra mulung untuk dapetin uang."

"Uang?"

"Astaga Haidar. Kamu tahu kenapa aku bisa sama dia? Ya karena aku ketemu dia dijalan lagi mulung."

"Untuk apa dia mulung?"

"Kamu ngerasa pernah kasih dia uang untuk jajan?" Tanya Kayra.

Haidar menggeleng. "Aku emang gak pernah kasih dia uang untuk beli jajan. Penghasilan aku gak cukup."

"Nah, dia cari uang untuk jajan. Dia sempat cerita ke aku, tentang uang yang kamu dapetin itu untuk apa aja."

Haidar menunduk, ada perasaan bersalah yang mampir direlung harinya. Sejujurnya jauh dilubuk hatinya Haidar juga ingin membahagiakan Ravendra. Memenuhi segala kebutuhannya, termasuk memberinya uang untuk membeli apapun yang Ravendra inginkan.

"Aku yang salah Ra."

Kayra menatap laki-laki disampingnya. "Ravendra takut kamu marah. Makanya dia gak bilang."

Haidar menatap Kayra. "Aku gak akan pernah marah sama dia. Tapi aku marah sama diri aku sendiri yang gak bisa bahagiain dia."

"Haidar apa kamu gak ada niat buat cari kerjaan lain?"

Haidar terdiam, dia memang butuh pekerjaan sampingan.

"Kalo kamu masih di posisi ini, keadaan kamu gak akan berubah." Ucap Kayra lagi.

Benar yang di katakan Kayra. Dengan berjualan hidup Haidar tidak sama sekali ada kemajuan.

"Terus aku harus kerja apa? Sedangkan aku ijazah saja hanya sampai SMA."

"Itu udah minimal lho Haidar."

Beberapa menit setelahnya, Haidar menggeleng. "Aku yakin Ra, besok atau lusa jualan ku pasti laris manis. Aku bisa cukupi kebutuhan aku sama Ravendra."

"Jadi, mau atau enggak cari kerjaan yang lain?"

Haidar menggeleng. "Kalo aku kerja full time. Ravendra gimana?"

Kayra lupa satu hal, mereka hanya tinggal berdua. Jika Haidar harus kerja dari pagi ke pagi lagi, yang menyiapkan perlengkapan Ravendra siapa.

"Yaudah kalo itu yang kamu mau. Semoga suatu hari kamu bisa membuat adik kamu bangga."

Haidar mengangguk.

"Eh, udah hampir malam. Aku pamit dulu ya." Ucap Kayra saat sadar kalo dirinya akan pulang larut jika terlalu lama disini.

"Gak mau makan malam bareng dulu?"

"Kapan-kapan ya. Aku takut anak-anak nanyain."

"Oh yaudah. Hati-hati ya, maaf gak bisa nganter."

"Kenapa?"

"Masa iya bos muda dianter pakek motor butut kan gengsi."

Kayra terkekeh. "Halah, apa-apa gengsi."

Haidar juga ikut terkekeh. "Sudah-sudah, gih pulang. Jangan kemalaman gak baik."

Kayra tersenyum. "Yaudah, sampai jumpa besok."

Haidar mengangguk, ia melambaikan tangannya kearah Kayra yang sudah duduk di kursi kemudi mobilnya.

Setelah perginya wanita itu, Haidar masuk kedalam rumah kontrakannya lagi. Ia terduduk dan menangis.

"Tuhan, ini bukan salah Haidar kan? Hikss....Hikss...."

***

Seminggu kemudian, Kayra kini tampak tengah berjalan-jalan sendiri ditaman dekat kompleknya. Kebetulan Reana dan Reina diajak Oma dan Opa-nya pergi jalan-jalan.

"Kayak remaja lagi aku." Kayra duduk disalah satu bangku taman.

Tiba-tiba ada tangan yang menepuk pundaknya. Kayra mengira itu adalah Haidar, karena biasanya jika dihari libur pria itu akan berjualan di dekat sini.

"Haidar-" Ucapannya terpotong.

"Ngapain kamu kesini?" Tanya Kayra dingin.

Ternyata saat Kayra berbalik, seseorang yang menepuk pundaknya itu adalah Nabastala sang mantan suami.

"Boleh aku duduk?" Tanya Nabastala.

Kayra tidak menjawab, tapi laki-laki itu duduk disebelahnya.

"Kayra aku mau minta maaf." Cicitnya.

Kayra masih diam.

"Ra, aku tahu aku salah. Aku gak dengerin dulu kamu. Aku di tulikan Ra."

Kayra terkekeh, ia menepis tangan Nabastala yang hendak menyentuh tangannya.

"Tuli? Terus udah ke tht?"

"M-maksud kamu Ra?"

"Na, kamu bukan tuli. Tapi, hati kamu yang mati. Kamu memang ditulikan. Ditulikan kakak kamu."

Nabastala terdiam, dia menatap Kayra yang juga menatapnya. Ada sorot kecewa yang begitu dalam dari sorot matanya.

"Aku bisa jamin kakak ku gak akan berbuat hal yang sama Ra."

"Watak itu ada sejak lahir Na, dan itu gak bisa diubah sama sekali."

Kayra hendak bangkit dari duduknya, tapi tangannya dicekal oleh lengan kekar Nabastala.

"Lepas Na. Cukup penderitaan ku sampai hari dimana aku kamu pulangkan. Sekarang, ijinkan aku bahagia."

"Gak Ra. Aku gak akan pernah melepaskan kamu."

"Na aku-" Ucapan Kayra terpotong saat ada tangan yang membatu Kayra untuk melepaskan cekalan kuat Nabastala.

"Mas jangan ganggu dia."

Nabastala menatap seorang laki-laki yang dengan beraninya melarang dirinya. Pakaian yang lusuh membuat satu tarikan dibibir Nabastala tercetak jelas.

"Oh, jadi dia pacar kamu sekarang? Selera kamu ternyata sangat buruk ya Ra." Ucap Nabastala.

Kayra diam, sedangkan Nabastala menghampiri pria yang tiba-tiba datang itu.

"Gue gak akan buat kalian bahagia." Ucap Nabastala lalu pergi.

Sedangkan laki-laki yang tak lain adalah Haidar itu menghampiri Kayra. "Kamu gak apa-apa Ra?"

"Aku gak papa." Jawab Kayra.

Haidar menatap pria yang kian menjauh itu. "Dia siapa kamu?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status