Share

BAB 2

Kayra menatap tak percaya pada seorang pria muda yang tidak dia kenal. Pria itu memakai kaos oblong biasa, dan celana bahan yang terlihat sedikit kotor. Ada handuk kecil yang melingkar di lehernya, dan sebuah topi hitam menutupi rambutnya yang agak ikal.

"Nyonya apa sopan Anda memaki seseorang di tempat seperti ini?" Tanya pria itu berani.

Wanita itu menatap pria yang mencekal tangannya. Ia tatapan sekitar. Benar banyak orang. Lalu matanya menatap pria itu dari atas sampai bawah.

"Kamu siapa berani-beraninya melarang saya? huh?! Kamu gak tahu apa-apa. Dasar miskin!" Ucap wanita itu lalu pergi sambil menghentakkan kakinya.

Kayra bernapas lega. Dia menatap pria itu dengan binar di matanya.

"Terima kasih ya." Ucap Kayra.

Pria itu tersenyum. "Sama-sama, Nyonya. Apa anda tidak kenapa-kenapa?"

Kayra menggeleng.

Pria tadi memerhatikan Kayra. Ia melihat wajah Kayra sebelah pipi wanita itu sedikit merah dan memar.

"Tapi itu—" tunjuk pria itu.

Kayra menyadarinya, ia pegang sebelah pipinya itu.

"Ini bukan apa-apa. Sekali lagi terima kasih." Ucap Kayra dan bersiap untuk pergi. Ia sudah terlambat untuk berangkat ke kantornya.

***

"Huh, kembali bekerja lagi." Ucap Kayra sembari membuka laptop di hadapannya dan mulai membuka berkas-berkas didepannya.

Menyalin berkas dan mengecek beberapa. Kayra juga sedang merencanakan pembangunan baru di perusahaan properti milik papanya ini.

"Kalo aku bikin projek ini, secara otomatis akan menarik perhatian klien. Dengan desain seperti ini, mata siapa sih yang tidak akan terhipnotis." Monolognya sambil terus mendesain sebuah gedung untuk projek barunya.

Saat sedang fokus, pintunya diketuk dari luar. Kayra tahu itu pasti bawahannya Haikal, jadi ia persilahkan masuk.

"Masuk aja Kal. Biasanya juga nyelonong kamu." Ucapnya masih fokus dengan gambar di depannya.

Pintu terbuka dan perhatian Kayra sama sekali tidak teralihkan.

"Ada apa Haikal?" Tanyanya sembari mendongkak.

Tapi, kenyataan yang dia lihat saat ini bukanlah Haikal tapi seorang pria dengan perawakan tinggi dan tatapan dingin juga wajah tampannya.

"Mau apa kamu ke sini?" tanya Kayra sinis.

"Aku mau minta maaf."

"Gak!”

"Aku mohon, Kayra. Aku sudah tahu semuanya. Ayo kita kembali." Ucapnya penuh permohonan.

Laki-laki itu adalah mantan suaminya sekaligus ayah dari putrinya, yaitu Nabastala Arka Bramantya.

Pria itu mendekatinya. Tapi saat tangannya hendak meraih tangan Kayra, wanita itu lebih dulu menepisnya. Ia berdiri menghadap mantannya ini.

"Cukup, Mas! Apa kamu lupa yang kamu lakuin ke aku? Di masa lalu kamu bahkan tidak mengakui putrimu dan mengusirku! Tapi hari ini kamu dengan berani datang meminta maaf. Semudah itukah kata maaf di mata mu?"

Pria itu menunduk, ia meremas jari-jarinya. Rasanya penyesalan menjalar di seluruh syaraf-syarafnya.

"Kayra aku mau bertemu dengan putri kita. Bagaimana keadaannya?" Pria itu mengalihkan pembicaraan agar tidak begitu tegang.

"Mereka baik. Tapi, mereka tidak butuh kamu. Jadi, jangan temui mereka." Ucap Kayra simpel.

Sakit sekali hati Nabastala yang akrab disapa Nana itu.

"Kayra beri aku kesempatan satu kali lagi. Akan ku perbaiki semuanya."

"Sudah cukup mas. Aku sudah memaafkan mu, aku sudah menerima semuanya. Tapi jika untuk kembali, maaf aku gak bisa."

"Kayra aku—"

"AKU BILANG KELUAR MAS?! JANGAN MAKSA. ATAU, aku akan panggil satpam biar kamu diseret dari sini."

Nabastala akhirnya mengalah, ia keluar. Sedangkan Kayra kini terduduk sambil terisak di kursi kebesarannya. Kenapa pagi-pagi udah aja saja yang membuat emosinya naik, pikirnya.

"Kenapa kamu datang setelah aku trauma dengan kamu, Mas? hiks..." Ia menangis.

Sejujurnya, jika dibilang cinta, Kayra ini masih menyimpan setidaknya sedikit cinta untuk mantan suami yang telah menyakitinya itu. 

Tapi perih di hatinya mengalahkan semuanya apalagi ketika Kayra ingat bahwa korban dari sifat suaminya dulu adalah anak yang ia lahirkan.

"Semua gak akan terjadi, seandainya kakakku menyukaiku, Mas." Monolognya.

***

Menjadi ibu sekaligus ayah itu tidaklah mudah. Bekerja, mengurus rumah dan anak itu bukan hal mudah. Mungkin beberapa akan menyepelekan pekerjaan seorang wanita single parent, padahal seandainya mereka ada di posisi itu mereka pasti mengeluh.

Kejadian tadi pagi membuat Kayra akhirnya memutuskan untuk menginap di rumah orang tuanya lagi. Ia tidak sedang ingin sendiri, dan butuh teman bercerita.

Reana dan Reina sudah tidur, Kayra duduk di ruang tv bersama orang tuanya.

"Ma, kalo Kayra punya suami lagi gimana?" Tanya Kayra.

Mamanya menoleh. "Asal kamu bahagia. Tapi maaf Ra, mama belum lupa dengan rasa sakit itu. Mama benar-benar terluka kala laki-laki itu mengantarmu pulang. Kamu dipulangkan dalam keadaan hamil besar dan itu membuat mama sakit sayang."

Kayra langsung memeluk mama. Kayra pun mengerti karena jujur dia sendiri tidak lupa dan tidak akan pernah lupa dengan rasa sakit yang diberikan laki-laki itu padanya.

Kayra tidak akan lupa, ia masih ingat. Masih ingat betul dalam benaknya tentang luka masa lalu yang begitu melekat dalam hati dan ingatan.

Jika Kayra harus mengulang, satupun tidak ada yang Kayra ingin ulangi. Apalagi jika harus mengulang kisah bersama mantan suaminya.

Malam ini di temani hujan deras yang membasahi kota ini, Kayra duduk di balkon kamar. Ini kamarnya saat remaja, karena malam ini Kayra mengajak anak-anaknya menginap di rumah orang tuanya.

Kayra menatap rintik hujan yang begitu deras jatuh ke bumi. Selayaknya air mata Kayra yang entah berapa banyak telah jatuh dalam lima tahun ini.

"Setidak berhak itukah aku bahagia." Monolognya.

Kayra menatap ke arah bawah. Dibawah sana ia melihat siluet tubuh seseorang. Sepertinya ia adalah pria.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status