Kayra menatap tak percaya pada seorang pria muda yang tidak dia kenal. Pria itu memakai kaos oblong biasa, dan celana bahan yang terlihat sedikit kotor. Ada handuk kecil yang melingkar di lehernya, dan sebuah topi hitam menutupi rambutnya yang agak ikal.
"Nyonya apa sopan Anda memaki seseorang di tempat seperti ini?" Tanya pria itu berani.
Wanita itu menatap pria yang mencekal tangannya. Ia tatapan sekitar. Benar banyak orang. Lalu matanya menatap pria itu dari atas sampai bawah.
"Kamu siapa berani-beraninya melarang saya? huh?! Kamu gak tahu apa-apa. Dasar miskin!" Ucap wanita itu lalu pergi sambil menghentakkan kakinya.
Kayra bernapas lega. Dia menatap pria itu dengan binar di matanya.
"Terima kasih ya." Ucap Kayra.
Pria itu tersenyum. "Sama-sama, Nyonya. Apa anda tidak kenapa-kenapa?"
Kayra menggeleng.
Pria tadi memerhatikan Kayra. Ia melihat wajah Kayra sebelah pipi wanita itu sedikit merah dan memar.
"Tapi itu—" tunjuk pria itu.
Kayra menyadarinya, ia pegang sebelah pipinya itu.
"Ini bukan apa-apa. Sekali lagi terima kasih." Ucap Kayra dan bersiap untuk pergi. Ia sudah terlambat untuk berangkat ke kantornya.
***
"Huh, kembali bekerja lagi." Ucap Kayra sembari membuka laptop di hadapannya dan mulai membuka berkas-berkas didepannya.
Menyalin berkas dan mengecek beberapa. Kayra juga sedang merencanakan pembangunan baru di perusahaan properti milik papanya ini.
"Kalo aku bikin projek ini, secara otomatis akan menarik perhatian klien. Dengan desain seperti ini, mata siapa sih yang tidak akan terhipnotis." Monolognya sambil terus mendesain sebuah gedung untuk projek barunya.
Saat sedang fokus, pintunya diketuk dari luar. Kayra tahu itu pasti bawahannya Haikal, jadi ia persilahkan masuk.
"Masuk aja Kal. Biasanya juga nyelonong kamu." Ucapnya masih fokus dengan gambar di depannya.
Pintu terbuka dan perhatian Kayra sama sekali tidak teralihkan.
"Ada apa Haikal?" Tanyanya sembari mendongkak.
Tapi, kenyataan yang dia lihat saat ini bukanlah Haikal tapi seorang pria dengan perawakan tinggi dan tatapan dingin juga wajah tampannya.
"Mau apa kamu ke sini?" tanya Kayra sinis.
"Aku mau minta maaf."
"Gak!”
"Aku mohon, Kayra. Aku sudah tahu semuanya. Ayo kita kembali." Ucapnya penuh permohonan.
Laki-laki itu adalah mantan suaminya sekaligus ayah dari putrinya, yaitu Nabastala Arka Bramantya.
Pria itu mendekatinya. Tapi saat tangannya hendak meraih tangan Kayra, wanita itu lebih dulu menepisnya. Ia berdiri menghadap mantannya ini.
"Cukup, Mas! Apa kamu lupa yang kamu lakuin ke aku? Di masa lalu kamu bahkan tidak mengakui putrimu dan mengusirku! Tapi hari ini kamu dengan berani datang meminta maaf. Semudah itukah kata maaf di mata mu?"
Pria itu menunduk, ia meremas jari-jarinya. Rasanya penyesalan menjalar di seluruh syaraf-syarafnya.
"Kayra aku mau bertemu dengan putri kita. Bagaimana keadaannya?" Pria itu mengalihkan pembicaraan agar tidak begitu tegang.
"Mereka baik. Tapi, mereka tidak butuh kamu. Jadi, jangan temui mereka." Ucap Kayra simpel.
Sakit sekali hati Nabastala yang akrab disapa Nana itu.
"Kayra beri aku kesempatan satu kali lagi. Akan ku perbaiki semuanya."
"Sudah cukup mas. Aku sudah memaafkan mu, aku sudah menerima semuanya. Tapi jika untuk kembali, maaf aku gak bisa."
"Kayra aku—"
"AKU BILANG KELUAR MAS?! JANGAN MAKSA. ATAU, aku akan panggil satpam biar kamu diseret dari sini."
Nabastala akhirnya mengalah, ia keluar. Sedangkan Kayra kini terduduk sambil terisak di kursi kebesarannya. Kenapa pagi-pagi udah aja saja yang membuat emosinya naik, pikirnya.
"Kenapa kamu datang setelah aku trauma dengan kamu, Mas? hiks..." Ia menangis.
Sejujurnya, jika dibilang cinta, Kayra ini masih menyimpan setidaknya sedikit cinta untuk mantan suami yang telah menyakitinya itu.
Tapi perih di hatinya mengalahkan semuanya apalagi ketika Kayra ingat bahwa korban dari sifat suaminya dulu adalah anak yang ia lahirkan.
"Semua gak akan terjadi, seandainya kakakku menyukaiku, Mas." Monolognya.
***
Menjadi ibu sekaligus ayah itu tidaklah mudah. Bekerja, mengurus rumah dan anak itu bukan hal mudah. Mungkin beberapa akan menyepelekan pekerjaan seorang wanita single parent, padahal seandainya mereka ada di posisi itu mereka pasti mengeluh.
Kejadian tadi pagi membuat Kayra akhirnya memutuskan untuk menginap di rumah orang tuanya lagi. Ia tidak sedang ingin sendiri, dan butuh teman bercerita.
Reana dan Reina sudah tidur, Kayra duduk di ruang tv bersama orang tuanya.
"Ma, kalo Kayra punya suami lagi gimana?" Tanya Kayra.
Mamanya menoleh. "Asal kamu bahagia. Tapi maaf Ra, mama belum lupa dengan rasa sakit itu. Mama benar-benar terluka kala laki-laki itu mengantarmu pulang. Kamu dipulangkan dalam keadaan hamil besar dan itu membuat mama sakit sayang."
Kayra langsung memeluk mama. Kayra pun mengerti karena jujur dia sendiri tidak lupa dan tidak akan pernah lupa dengan rasa sakit yang diberikan laki-laki itu padanya.
Kayra tidak akan lupa, ia masih ingat. Masih ingat betul dalam benaknya tentang luka masa lalu yang begitu melekat dalam hati dan ingatan.
Jika Kayra harus mengulang, satupun tidak ada yang Kayra ingin ulangi. Apalagi jika harus mengulang kisah bersama mantan suaminya.
Malam ini di temani hujan deras yang membasahi kota ini, Kayra duduk di balkon kamar. Ini kamarnya saat remaja, karena malam ini Kayra mengajak anak-anaknya menginap di rumah orang tuanya.
Kayra menatap rintik hujan yang begitu deras jatuh ke bumi. Selayaknya air mata Kayra yang entah berapa banyak telah jatuh dalam lima tahun ini.
"Setidak berhak itukah aku bahagia." Monolognya.
Kayra menatap ke arah bawah. Dibawah sana ia melihat siluet tubuh seseorang. Sepertinya ia adalah pria.
Deg!Kayra ingat tentang kejadian tadi siang dan itu membuatnya takut. Kayra takut mantan suaminya datang kerumah ini, ia takut Nabastala akan merebut kedua putrinya. Sungguh, tidak ada perasaan lain selain takut."Semoga itu bukan Nabastala." Gumamnya.Kayra tidak beranjak dari tempat itu, bahkan setelah siluet orang tadi menghilang Kayra tetap disana. Sedangkan kedua anaknya kini sudah tertidur."Permintaanku tidak banyak, Tuhan. Aku ingin anakku bahagia. Setidaknya cukup sampai aku luka itu, anak ku jangan." Kayra menatap ke arah langit yang begitu gelap pekat malam ini.Kemudian ia beranjak dari sana menuju ranjang yang sudah diisi anak-anaknya.Ia duduk di antara kedua anaknya. Ia usap rambut keduanya, air mata itu kembali menghiasi pipi mulusnya."Nak, maafkan mama. Mama belum bisa menjadi ibu yang baik untuk mu. Maaf jika mama selama ini belum bisa membuat mu bahagia dan bangga. Tapi, perlu kalian tahu sayang, mama sayang sekali pada kalian." Ucapnya.Sakit sekali rasanya setia
Kayra memandang putrinya sekejap. Ia bertanya dalam hatinya. Jika ia menikah lagi itu adalah jodoh, lantas ayah dari kembarnya siapa.Tapi Kayra tidak memperdulikan itu, yang ia pedulikan sekarang adalah kebahagiaan putrinya. Setidaknya walau tidak ada ayah mereka harus bahagia. Kayra berjanji akan menjadi ibu yang baik sekaligus melengkapi peran ayah. Lelah itu nomor dua kebahagian dua kembarnya adalah yang utama."Mama tidak perlu itu sayang, yang Mama harapkan sekarang adalah kebahagiaan kalian. I love you.""I love you too, Mama." Balas keduanya.Kayra mencium kening putrinya bergantian.***Pagi harinya, Kayra beserta putri dan kedua orang tuanya tengah bersiap untuk sarapan di meja makan.Setelah selesai dengan acara sarapannya, Kayra kembali pada aktivitasnya seperti biasa. Anak-anak ada mama.Saat sedang fokus bekerja, pintunya terbuka. Awalnya Kayra was-was takut laki-laki kemarin datang lagi, tapi ternyata itu adalah papa dan itu membuatnya bernafas lega."Tegang banget muk
Di sisi lain.Kayra dengan pulang membawa wajah lesu dan tubuh yang begitu lelah. Bagaimana tidak, mantan suaminya tadi kembali menemuinya di jalan saat Kayra hendak pulang. Katanya Nabastala akan terus mengejar Kayra sampai ia mendapatkannya kembali.Kayra duduk di ruang tamu, ia menghela napas lelah. Kayra mengedarkan pandangan, mencari orang tua juga putrinya. Ternyata tidak ada, mungkin sudah tidur pikirnya.Ia beranjak dari kursi ruang tamu menuju kamarnya.Saat Kayra sudah sampai di depan pintu, ia melihat pintu yang sedikit terbuka. Awalnya Kayra mengira anaknya ceroboh, tapi sebelum kakinya lebih jauh melangkah, ia mendengar suara orang menangis dari dalam."Hiks... kenapa kehidupan kalian harus seperti ini sayang. Dulu ibu mu begitu Oma dan Opa manjakan, tapi kenapa kalian tidak merasakan itu. hiks.."Kayra tahu, itu pasti suara mama.Saat Kayra masuk, ia melihat mama yang duduk ditepi ranjang sembari mengelus surai anak-anaknya."Ma." sapa Kayra.Mama menoleh, buru-buru ia u
Kayra ragu untuk ikut. Sejauh ini Kayra belum pernah makan mie ayam pinggiran. Tapi, benar kata Haidar Kayra lapar. Akhirnya ia setuju untuk ikut.Di tempat penjual mie ayam, Kayra menatap makanan itu tanpa selera. Kayra khawatir jika makanan itu tidak steril.Haidar yang memang sudah kelaparan, ia makan lebih dulu. Tapi, melihat Kayra hanya menatap makannya ia menatap wanita itu."Kayra kenapa gak dimakan?""Gak papa emang kalo di makan?" Tanyanya polos.Haidar terkekeh, ia lantas mengambil satu sendok mie, "Ini coba punya ku. Kalo gak papa berarti emang baik buat dimakan."Kayra ragu, masa ia disuapi orang asing. Tapi, gak papa lah.Saat Kayra menerima suapan itu, matanya membulat. Benar, rasa mie ini tidak jauh beda dengan mie ayam yang selalu ia makan dari kedai-kedai."Enak kan?""Iya lho. Ini aku makan ya. Nanti aku yang bayar aja deh. Makasih udah kasih rekomendasi." Ucapnya dan mulai memakan mie miliknya.Haidar tersenyum kecil menatap wanita di sampingnya."Jangan. Mie ini bi
Setelah mengantar Haidar dan Ravendra, Kayra kembali ke rumah bersama anak-anaknya."Mama, kasihan ya rumah Abang itu." Ucap Reana sesampainya di rumah.Kayra yang ada dibelakang anaknya, mengernyit heran."Lho, kenapa? Apa yang kasihan?" Tanya Kayra.Kedua anaknya langsung berhenti berjalan, mereka berbalik dan menatap mamanya yang menatap mereka keheranan."Bayangkan mama, rumah kita besar. Tapi, rumah Abang itu kecil." Ucap Reina.Kayra menghela napas, ia berjalan lebih dulu lalu duduk. Reana dan Reina yang tidak mendapat respon lantas menyusul mamanya."Mama ih...." Rengek keduanya. Kayra yang tengah bersandar di sandaran sofa ia menatap anaknya. "Apa?""Mama emang gak punya hati." Ucap si kembar bersamaan yang langsung pergi meninggalkan Kayra.Kayra menatap ke arah tangga. "Lho kok aku yang salah?" Monolognya.***Tiga hari sejak hari itu, hari dimana Kayra tahu nama Haidar pun sebaliknya. Kini, Kayra tengah duduk dikursi kebesarannya."Aku lupa satu hal. Kenapa aku gak minta no
Sudah tiga hari, Haidar dan Kayra tidak bertemu. Bahkan kini Reana dan Reina diantar dan dijemput oleh supir. Diruangannya, Kayra kini sibuk dengan banyaknya berkas. "Kenapa ya gak ketemu dia itu, kayak ada yang kurang aja." Gumamnya. Kayra menatap ke arah luar, anak-anak disekolah sesudah dibubarkan. Kayra tidak melihat Haidar. Bahkan saat netranya menangkap adik Haidar, anak itu justru pulang dengan berjalan kaki. "Ravendra sendiri. Apa aku samperin ya. Eh, tapi kalo aku samperin kan aneh." Monolognya lagi. *** Di tempat lain, Haidar orang yang Kayra pertanyakan itu tengah sibuk berjualan. Kebetulan ada acara dangdutan di nikahan kampung sebelah. "Ravendra pulang sama siapa ya? Gak mungkin dia naik angkot. Dia gak punya uang." Monolognya. Keringat sudah membasahi darinya, Haidar mengusapnya dengan handuk kecil yang melingkar di lehernya."Panas banget. Tapi aku harus tetap semangat." Monolognya. Haidar kembali fokus berjualan. Dari pagi tadi baru ada sekitar lima belas oran
"Haidar, menurut aku kamu terlalu kejam sama adik kamu." Ujar Kayra yang tengah duduk di ruang tamu Haidar. Kontrakan yang ditempati Haidar ini hanya terdiri dari dapur, satu kamar tidur, satu kamar mandi dan ruang tamu kecil tanpa kursi. Jadi Kayra duduk dilantai beralaskan tikar. "Kejam? Aku kejam kayak gimana Ra?" Tanyanya. Haidar baru saja kembali dari dapur untuk mengambil air, tapi sesampainya diruang tamu malah mendapat pernyataan itu dari Kayra. "Ravendra mulung." Haidar terkejut dengan pernyataan yang keluar dari mulut Kayra. "Mulung? Ra coba deh kamu jelasin pelan-pelan. Aku gak ngerti. M-maksud kamu mulung gimana?" "Ravendra mulung untuk dapetin uang." "Uang?" "Astaga Haidar. Kamu tahu kenapa aku bisa sama dia? Ya karena aku ketemu dia dijalan lagi mulung." "Untuk apa dia mulung?" "Kamu ngerasa pernah kasih dia uang untuk jajan?" Tanya Kayra. Haidar menggeleng. "Aku emang gak pernah kasih dia uang untuk beli jajan. Penghasilan aku gak cukup." "Nah
"Dia siapa kamu Ra?" Tanya Haidar.Kayra perlahan kembali duduk, dia menatap lurus kearah depan. Haidar yang tidak mendapat jawaban, lantas ia kembali bertanya. "Ra-" Belum sampai selesai kalimatnya, Kayra memotong ucapan Haidar. "Dia mantan suami aku." Ucapnya tanpa menoleh.Haidar menatap wanita disampingnya. Kayra, menoleh kearah Haidar. "Terimakasih ya, sudah mau bantu aku." Ucapnya Kayra tersenyum."Sama-sama, balas Haidar. "Eh, tapi kamu beneran gak kenapa-kenapa kan Ra?" Tanya Haidar, wajahnya menunjukkan raut khawatir yang ketara.Kayra yang melihat itu, terkekeh pelan. "Beneran kok, aku gak papa. Kan tadi langsung ada kamu."Haidar mengangguk. "Syukurlah."Lama terdiam, Haidar kembali membuka suara. "Kok sendiri Ra? anak-anak kemana?""Sama Oma Opa-nya, jalan-jalan.""Kamu?"Kayra menoleh menatap kearah pria disampingnya. "Aku, kenapa?""M-maksudnya, kamu gak ikut?"Kayra menggeleng, ia kembali menatap lurus kedepan. "Aku ngerasa kayak remaja lagi, kalo anak-anak lagi sama