Kayra memandang putrinya sekejap. Ia bertanya dalam hatinya. Jika ia menikah lagi itu adalah jodoh, lantas ayah dari kembarnya siapa.
Tapi Kayra tidak memperdulikan itu, yang ia pedulikan sekarang adalah kebahagiaan putrinya. Setidaknya walau tidak ada ayah mereka harus bahagia. Kayra berjanji akan menjadi ibu yang baik sekaligus melengkapi peran ayah. Lelah itu nomor dua kebahagian dua kembarnya adalah yang utama.
"Mama tidak perlu itu sayang, yang Mama harapkan sekarang adalah kebahagiaan kalian. I love you."
"I love you too, Mama." Balas keduanya.
Kayra mencium kening putrinya bergantian.
***
Pagi harinya, Kayra beserta putri dan kedua orang tuanya tengah bersiap untuk sarapan di meja makan.
Setelah selesai dengan acara sarapannya, Kayra kembali pada aktivitasnya seperti biasa. Anak-anak ada mama.
Saat sedang fokus bekerja, pintunya terbuka. Awalnya Kayra was-was takut laki-laki kemarin datang lagi, tapi ternyata itu adalah papa dan itu membuatnya bernafas lega.
"Tegang banget mukanya? Kerjaan banyak ya?" Tanya papa yang kini mendudukan bokongnya di sofa ruangan Kayra.
"Hehe iya pa lumayan." Jawab Kayra seadanya.
Dalam hatinya Kayra meminta maaf. Sungguh dirinya telah berbohong.
"Papa datang karena ada sesuatu yang akan papa bicarakan Kayra."
Kayra menutup laptopnya dan menatap papa-nya.
"Sebaiknya dikunci dulu pintunya pa, takut ada yang ngintip." Ucap Kayra sembari berjalan kearah pintu dan menguncinya.
Ia duduk disebelah papa dan siap mendengar apa pun yang dikatakan papa.
"Nak apa kamu tahu jika Nabastala sudah kembali?"
Kayra memalingkan wajahnya. Ia menghela nafas panjang lalu kembali menatap papa dan mengangguk.
"Kemarin dia datang ke kantor papa. Tapi papa tidak bilang pada mama karena kamu juga pasti tahu kan?"
Kayra mengangguk lagi dan akhirnya mengeluarkan suaranya.
"Kemarin dia juga datang kesini pa. Dia meminta ku kembali. Tapi, papa pun jika jadi aku pasti akan melakukan hal yang sama kan? Papa juga akan menolaknya kan?"
"Iya sayang. Keputusan kamu memang tepat. Jika kamu menerima lagi, papa tidak mau."
Kayra menatap papa-nya. Dapat dilihat di dimatanya ada kilatan amarah dan kecewa yang papa simpan. Kayra mengerti itu.
"Papa tenang saja. Kayra tidak akan kembali padanya." Kayra menggenggam tangan papa dja tersenyum meyakinkan yang dibalas papa.
"Kita rahasiakan ini dari mama ya Ra." Ucap papa diangguki Kayra.
Papa menarik anak didepannya ini dan memeluknya erat.
"Nak papa itu cinta pertama mu dan papa pun sadar akan hal itu. Anggap saja kamu hanya anak kecil papa di dunia ini. Anak yang tidak pernah papa biarkan terluka dan kecewa, anak yang selalu papa jaga perasaannya. Terimakasih sudah bertahan sejauh ini ya sayang." Ucapnya mengecup puncak kepala Kayra.
Papa tahu anaknya lelah, papa tahu anaknya rapuh. Di mata papa sungguh Kayra ini hanyalah putri kecilnya yang sampai kapan pun akan seperti itu.
Dalam dekapan erat papa Kayra menangis, ia meluapkan segala sakit yang selama ini ia tahan. Hanya papa yang mengerti itu, hanya papa yang akan membuat itu terjadi. Jika mama, ia cerita sedikit saja mama akan menangis dan marah.
"Papa terima kasih sudah menjadi ayah yang hebat untuk Kayra."
"Terimakasih juga dari papa karena Kayra sudah menjadi anak yang kuat."
Dalam heningnya ruangan Kayra anak dan papa saling berpelukan.
Jika ditanya apa kesalahan Kayra sesungguhnya. Maka jawabannya adalah, Kayra sudah salah memilih pasangan. Seharusnya kurang lebih yang seperti papa. Kasihan anaknya tidak merasakan kasih sayang hebat seorang ayah seperti dirinya.
***
Siang hari, setelah pulang sekolah, Reana dan Reina bermain di taman yang kemarin bersama Oma. Itu tentu sudah atas izin Kayra.
"Oma aku sama kakak mau jajan itu." Si bungsu menunjuk penjual gerobak.
Mama berpikir, apa boleh anak-anak itu diberi jajan. Tapi persetan dengan ijin, mama juga tidak mau menolak permintaan cucunya, alhasil ia mengajak cucu-cucunya membeli apa yang diinginkan.
Saat sampai, dua anak itu terkejut. Ternyata penjual itu adalah abang-abang yang pernah ia temui bersama mommynya.
"Lho Abang?" Ucap keduanya.
Abang itu tersenyum, ia juga ingat anak didepannya ini.
"Adek yang kemarin ke sini sama mama-nya ya?"
Keduanya mengangguk lucu. Oma heran benarkah anaknya yang overprotektif itu mengijinkan anaknya jajan. Ah, tapi itu bukan masalah besar, yang penting adalah cucunya bahagia.
Di sisi lain.Kayra dengan pulang membawa wajah lesu dan tubuh yang begitu lelah. Bagaimana tidak, mantan suaminya tadi kembali menemuinya di jalan saat Kayra hendak pulang. Katanya Nabastala akan terus mengejar Kayra sampai ia mendapatkannya kembali.Kayra duduk di ruang tamu, ia menghela napas lelah. Kayra mengedarkan pandangan, mencari orang tua juga putrinya. Ternyata tidak ada, mungkin sudah tidur pikirnya.Ia beranjak dari kursi ruang tamu menuju kamarnya.Saat Kayra sudah sampai di depan pintu, ia melihat pintu yang sedikit terbuka. Awalnya Kayra mengira anaknya ceroboh, tapi sebelum kakinya lebih jauh melangkah, ia mendengar suara orang menangis dari dalam."Hiks... kenapa kehidupan kalian harus seperti ini sayang. Dulu ibu mu begitu Oma dan Opa manjakan, tapi kenapa kalian tidak merasakan itu. hiks.."Kayra tahu, itu pasti suara mama.Saat Kayra masuk, ia melihat mama yang duduk ditepi ranjang sembari mengelus surai anak-anaknya."Ma." sapa Kayra.Mama menoleh, buru-buru ia u
Kayra ragu untuk ikut. Sejauh ini Kayra belum pernah makan mie ayam pinggiran. Tapi, benar kata Haidar Kayra lapar. Akhirnya ia setuju untuk ikut.Di tempat penjual mie ayam, Kayra menatap makanan itu tanpa selera. Kayra khawatir jika makanan itu tidak steril.Haidar yang memang sudah kelaparan, ia makan lebih dulu. Tapi, melihat Kayra hanya menatap makannya ia menatap wanita itu."Kayra kenapa gak dimakan?""Gak papa emang kalo di makan?" Tanyanya polos.Haidar terkekeh, ia lantas mengambil satu sendok mie, "Ini coba punya ku. Kalo gak papa berarti emang baik buat dimakan."Kayra ragu, masa ia disuapi orang asing. Tapi, gak papa lah.Saat Kayra menerima suapan itu, matanya membulat. Benar, rasa mie ini tidak jauh beda dengan mie ayam yang selalu ia makan dari kedai-kedai."Enak kan?""Iya lho. Ini aku makan ya. Nanti aku yang bayar aja deh. Makasih udah kasih rekomendasi." Ucapnya dan mulai memakan mie miliknya.Haidar tersenyum kecil menatap wanita di sampingnya."Jangan. Mie ini bi
Setelah mengantar Haidar dan Ravendra, Kayra kembali ke rumah bersama anak-anaknya."Mama, kasihan ya rumah Abang itu." Ucap Reana sesampainya di rumah.Kayra yang ada dibelakang anaknya, mengernyit heran."Lho, kenapa? Apa yang kasihan?" Tanya Kayra.Kedua anaknya langsung berhenti berjalan, mereka berbalik dan menatap mamanya yang menatap mereka keheranan."Bayangkan mama, rumah kita besar. Tapi, rumah Abang itu kecil." Ucap Reina.Kayra menghela napas, ia berjalan lebih dulu lalu duduk. Reana dan Reina yang tidak mendapat respon lantas menyusul mamanya."Mama ih...." Rengek keduanya. Kayra yang tengah bersandar di sandaran sofa ia menatap anaknya. "Apa?""Mama emang gak punya hati." Ucap si kembar bersamaan yang langsung pergi meninggalkan Kayra.Kayra menatap ke arah tangga. "Lho kok aku yang salah?" Monolognya.***Tiga hari sejak hari itu, hari dimana Kayra tahu nama Haidar pun sebaliknya. Kini, Kayra tengah duduk dikursi kebesarannya."Aku lupa satu hal. Kenapa aku gak minta no
Sudah tiga hari, Haidar dan Kayra tidak bertemu. Bahkan kini Reana dan Reina diantar dan dijemput oleh supir. Diruangannya, Kayra kini sibuk dengan banyaknya berkas. "Kenapa ya gak ketemu dia itu, kayak ada yang kurang aja." Gumamnya. Kayra menatap ke arah luar, anak-anak disekolah sesudah dibubarkan. Kayra tidak melihat Haidar. Bahkan saat netranya menangkap adik Haidar, anak itu justru pulang dengan berjalan kaki. "Ravendra sendiri. Apa aku samperin ya. Eh, tapi kalo aku samperin kan aneh." Monolognya lagi. *** Di tempat lain, Haidar orang yang Kayra pertanyakan itu tengah sibuk berjualan. Kebetulan ada acara dangdutan di nikahan kampung sebelah. "Ravendra pulang sama siapa ya? Gak mungkin dia naik angkot. Dia gak punya uang." Monolognya. Keringat sudah membasahi darinya, Haidar mengusapnya dengan handuk kecil yang melingkar di lehernya."Panas banget. Tapi aku harus tetap semangat." Monolognya. Haidar kembali fokus berjualan. Dari pagi tadi baru ada sekitar lima belas oran
"Haidar, menurut aku kamu terlalu kejam sama adik kamu." Ujar Kayra yang tengah duduk di ruang tamu Haidar. Kontrakan yang ditempati Haidar ini hanya terdiri dari dapur, satu kamar tidur, satu kamar mandi dan ruang tamu kecil tanpa kursi. Jadi Kayra duduk dilantai beralaskan tikar. "Kejam? Aku kejam kayak gimana Ra?" Tanyanya. Haidar baru saja kembali dari dapur untuk mengambil air, tapi sesampainya diruang tamu malah mendapat pernyataan itu dari Kayra. "Ravendra mulung." Haidar terkejut dengan pernyataan yang keluar dari mulut Kayra. "Mulung? Ra coba deh kamu jelasin pelan-pelan. Aku gak ngerti. M-maksud kamu mulung gimana?" "Ravendra mulung untuk dapetin uang." "Uang?" "Astaga Haidar. Kamu tahu kenapa aku bisa sama dia? Ya karena aku ketemu dia dijalan lagi mulung." "Untuk apa dia mulung?" "Kamu ngerasa pernah kasih dia uang untuk jajan?" Tanya Kayra. Haidar menggeleng. "Aku emang gak pernah kasih dia uang untuk beli jajan. Penghasilan aku gak cukup." "Nah
"Dia siapa kamu Ra?" Tanya Haidar.Kayra perlahan kembali duduk, dia menatap lurus kearah depan. Haidar yang tidak mendapat jawaban, lantas ia kembali bertanya. "Ra-" Belum sampai selesai kalimatnya, Kayra memotong ucapan Haidar. "Dia mantan suami aku." Ucapnya tanpa menoleh.Haidar menatap wanita disampingnya. Kayra, menoleh kearah Haidar. "Terimakasih ya, sudah mau bantu aku." Ucapnya Kayra tersenyum."Sama-sama, balas Haidar. "Eh, tapi kamu beneran gak kenapa-kenapa kan Ra?" Tanya Haidar, wajahnya menunjukkan raut khawatir yang ketara.Kayra yang melihat itu, terkekeh pelan. "Beneran kok, aku gak papa. Kan tadi langsung ada kamu."Haidar mengangguk. "Syukurlah."Lama terdiam, Haidar kembali membuka suara. "Kok sendiri Ra? anak-anak kemana?""Sama Oma Opa-nya, jalan-jalan.""Kamu?"Kayra menoleh menatap kearah pria disampingnya. "Aku, kenapa?""M-maksudnya, kamu gak ikut?"Kayra menggeleng, ia kembali menatap lurus kedepan. "Aku ngerasa kayak remaja lagi, kalo anak-anak lagi sama
"Mama..." Kayra terperanjat kaget saat mendapati anak-anaknya berlari kearahnya. "Sudah pulang? Mana Oma dan Opa?" Reana dan Reina menoleh ke arah belakang. "Masih disana." Ucap anak-anak. Kayra mengangguk. "Yasudah naik sini, ke sofa." Ujarnya menepuk sofa disebelahnya. Kayra memang pulang sejak siang tadi, tapi anak-anaknya baru pulang jam delapan malam ini. Mama dan papa belum sampai juga kedalam rumah, tapi anak-anak itu sudah kembali bersuara. "Mama tahu gak, tadi ada om-om ngaku-ngaku papa..." Ujar Reana. "Iya lho mah... Katanya papa belum meninggal, dia papa kami, katanya." Ujar Reina. deg! Tidak mungkin kan om-om yang dimaksud anak-anaknya adalah Nabastala, pikir Kayra. "Kalian, tahu ciri-cirinya?" Tanya Kayra tidak santai. Kedua anaknya mengangguk. "Tahu ma." Jawab Reana. "Boleh mama tahu, bagaimana ciri-cirinya?" Belum sampai Reana bersuara, suara mama lebih dulu terdengar. "Dia Nabastala." Entah kenapa, tapi tubuh Kayra saat ini terasa kebas, seluruh sarafn
"Haidar, kok kamu bisa tahu tempat makan mie ayam yang seenak ini sih?" Haidar menoleh kearah wanita disampingnya. "Aku pedagang Ra." Kayra mengangguk. "Aku juga mau jadi pedagang ah, biar bisa tahu makanan enak." Haidar terkekeh. Ia lap bibirnya. "Janganlah." "Kenapa gitu?" "Capek tahu. Masa wanita secantik kamu dagang." Kayra terkekeh. "Emang aku cantik ya?" Mereka saling menatap, dalam sepersekian detik Haidar merasa terhipnotis oleh paras Kayra. Saat wanita itu tersenyum kearahnya entah kenapa jantung Haidar terasa berdetak kencang tidak seperti biasanya. "Haidar." Kayra melambaikan tangannya didepan wajah pria itu. Haidar yang ketahuan melamun, langsung memalingkan wajahnya. "E-enggak kok." "Maksud kamu? Aku gak cantik ya?" "E-eh.... E-emang kamu nanya apa? I-itu.. Anu.." Kayra terkekeh. "Apaan sih, udah ah lupain."Kayra kembali menyantap makanan milikinya, sedangkan Haidar hanya duduk melamun. Entah ada apa dengan dirinya, tapi yang pasti jantungnya tidak aman dide