Share

21. Arif Patah Hati

"Saya terima nikah dan kawinnya Marini binti Abdullah. Dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan kalung emas lima puluh gram, dibayar tunai."

Walau pun tampak tidak bersemangat dan bersuara lirih. Namun, Ginanjar mampu mengucap ikrar tersebut dengan lancar.

"Bagaimana saksi? Sah?" Penghulu menoleh pada saksi dari pihak Ginanjar. Lalu menengok pula ke saksi dari pihak aku sebagai mempelai wanita.

"Sah!"

"Sah!"

"Alhamdulillah!"

Bapak dan Juragan Ngarso terlihat begitu semangat saat menyahut pertanyaan Penghulu. Sementara seulas senyum selalu menghiasi bibir Ibu dan Nenek. Keluargaku benar-benar bahagia.

Berbanding terbalik dengan hatiku yang terasa membeku. Hampa. Sama sekali tidak ada gairah. Karena bukan pada Ginanjar hati ini tertawan. Namun, demi bakti pada kedua orang tua khususnya Bapak, aku rela menerima.

"Barakallahu laka wa Baraka alaika wa jama'a bainakuma fi Khair!"

"Hentikan! Pernikahan ini tidak sah!"

Teriakan lantang itu membuat aku menengok. Sosok Arif sudah menjulang
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status