Share

25. Anak Pertamaku

"Selamat, Bu, bayinya laki-laki dan ganteng."

Perawat menyerahkan bayi mungil yang baru satu jam lahir ke dunia itu padaku. Kuterima dengan sangat hati-hati. Pelan kucium kening berwarna merah itu dengan lembut.

"Monggoh kalo bayinya mau diazani." Usai berkata demikian perawat itu berlalu.

"Mas Anjar mana, Mbok? Apa belum datang?" tanyaku sambil melihat pintu kamar. Berharap pria itu datang.

"Tadi sih belum datang, Mbak." Mbok Narti menyahut pelan, "coba saya tengok lagi ke depan, siapa tahu sudah datang," pamitnya kemudian.

Wanita berkebaya kembang-kembang itu melangkah pergi.

Aku sendiri sibuk menciumi putra pertama kami. Rasa sakit yang menghebat ketika kontraksi telah sirna berganti keharuan saat melihat wajah mungil ini. Bahkan perihnya jahitan oleh bidan sudah tidak lagi kurasa. Segala kesakitan dan perjuangan sudah terbalaskan dengan kebahagian.

Gelak tawa dari pasien tetangga membuat aku menoleh. Sepasang suami istri itu tampak bahagia. Keduanya menciumi bayi mereka yang lahir
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status