"Dan apa yang kau lakukan sepanjang liburan? Kau tidak sedang berusaha melakukan upaya pembunuhan terhadap Laisa, kan?" Kim Sarang membanting berkas-berkas yang butuh tanda tangannya sembarangan. Desah panjangnya memenuhi seisi ruangan. Sambil melepaskan kacamata, wanita itu menyandarkan badan pada punggung kuris kerjanya. "Kami bukan sedang meminta ijin, Nyonya Kim. Ini keputusan," Avram yang tidak pernah peduli dengan reaksi Kim Sarang itu langsung menjawab. "Dengar, Laisa. Di rumah ini kau tidak perlu patuh pada Avram. Sejak awal kau adalah bagian dari urusanku, jadi laporkan saja kalau dia membuat ulah," Kim Sarang mengabaikan Avram, ia lebih tertarik menasihati Laisa yang berdiri ringkih di samping Avram. Sejak masuk ke kediaman keluarga Salomon, Laisa selalu makan dengan porsi kecil. Ia bahkan melawati momen-momen sulit semenjak resmi menjadi seorang istri. Kim Sarang tentu khawatir, dan secara teknis ia tidak takut pada Avram sama sekali. Bagi Kim Sarang, Avram selalu boca
Lengking suara Avram terdengar bisig meneriakkan nama Laisa. Sementara dua sejoli itu masih bersembunyi di dalam ruangan, saling memandang guna mencari jalan keluar. Pilihannya hanya dua, membiarkan Avram mengetahui hubungan mereka, atau mengijinkan Laisa pergi berlibur sekarang. "Ini kesempatan bagus untuk kita, Gazza. Avram hanya butuh aku sebagai pengalih perhatian terhadap Karina, dan kau mungkin bisa membujuk perempuan itu selagi kami ke luar kota," ujar Laisa setengah merengek dalam bisiknya. "Tidak. Aku tidak akan membiarkanmu terluka lagi karena ulahnya." "Dan kau memilih hubungan kita berakhir sekarang karena ketahuan? Aku tidak sepakat. Kau hanya perlu ke luar sekarang, dan menggiring Avram sedikit menjauh dari ruang kerja. Aku akan berlari ke lapangan menyusul Nada." "Tap..." "Tolong hormati pilihanku, Gazza. Aku bersumpah akan menghubungimu setiap saat." Gamang. Gazza berdiri di antara keraguan. Ia tidak cukup berani mengambil keputusan melepas Laisa bersama kakak le
"Nada tidak bisa mandi air dingin, tolong rebuskan air," ujar Avram sembari tersenyum manis.Itu adalah titah yang ia layangkan sekian juta kali. Masalahnya lelaki itu tahu betul jika Laisa masih menyikat toilet yang menurutnya kotor dan sangat jijik. Belum lagi Nada yang terus mengeluh terkait serangga nyamuk yang banyak sekali.Laisa memang terbiasa hidup miskin, tapi bukan untuk mengurusi hidup manusia lain. Dua keturunan sultan ini persis seperti bayi. Membuat Laisa melempar sikat toilet sambil bertolak pinggang guna meluapkan emosi."Laisa... sepertinya perbekalan makan Nada belum diangkat dari mobil ya?" teriak Avram lagi, seolah tidak peduli sudah berapa banyak perintah yang belum Laisa selesaikan hingga detik ini.Akan tetapi Laisa tidak bisa menunjukkan amarahnya di hadapan Nada. Bocah empat tahun itu bersikeras tidak mau tidur meski jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Dan betapa terkejutnya ia begitu sampai di ruang tengah. Avram mengobrak-abrik seluruh tas perbekalan
"Apa ini kau sebut mencuci?" Dingin suara Avram menggema. Lelaki itu berada di ruang tengah sembari mengamati hasil jemuran Laisa sementara yang diajak bicara sibuk menyiapkan menu makan siang. Menginjak hari ke tiga edisi liburan mereka, dan Avram yang super cerewet itu selalu menyodorkan list makanan persis seperti di rumah utama. Tentu Laisa hanya bisa mengusap peluhnya, kemudian mendengus sejenak. Percuma menanggapi protesan Avram dengan amarah. Tenaga Laisa menjadi terkuras dua kali lipat. "Kau sisihkan saja kalau masih kotor," begitu sahutnya sedikit berteriak. Dua manusia itu tengah bebas bersuara. Nada baru tidur dini hari sehingga tidak akan tergugah dengan kegaduhan mereka. Lagipula bocah empat tahun itu mulai menikmati kegiatan mereka, dia merasa mendapat banyak perhatian. "Semua. Cuci ulang semua." Spontan Laisa meletakkan seluruh alat masak. Embusan napas yang ia lontarkan tidak cukup untuk menampung kesabaran. Perempuan itu bahkan sampai memejamkan mata sejenak, seb
Ia menenggak habis botol Sampanye ke dua. Pandangannya membunar, sayup-sayup ia melihat sosok Tej menatap cemas. Lelaki itu berdiri di sana sejak Avram masih menikmati minuman itu lewat gelas cantiknya."Karina merencanakan sesuatu?" gumamnya disertai gerlak, "Tidak, Tej. Dia milikku.""Tuan, Anda sangat mabu...""Berhenti ceramah, Tej. Aku tak semabuk itu. Lagipula... bagaimana mungkin melahirkan keturunan baru? Kenapa pria tua bangka itu selalu tahu kelemahanku?"Tanda paling mudah saat Avram mabuk total adalah pembicaraannya yang emosional. Lelaki itu tak mahir menyampaikan perasaan jika dalam kondisi sadar (atau setengah sadar), tatapi sangat lembut dan mudah tersentuh saat purna kehilangan dirinya. Avram cenderung meluapkan gulana, seakan menunjukkan sisi kelam yang dipendam sekian lama. Tej tak perlu khawatir dihajar kalau Avram sudah mulai merengek soal masalah kehidupan. Dia mungkin hanya duduk dan mendengarkan sampai sang tuan resmi terlelap. Atau mungkin sesekali ia akan me
Menginjak hari ketiga sejak pengumuman dari pengacara perusahaan itu disampaikan, dan Avram tidak pulang. Lelaki itu hilang tanpa kabar. Tak menunjukkan batang hidungnya walau hanya seulas pesan.Walau hal tersebut merupakan kebebasan tersendiri bagi Laisa, tetap saja situasi ini tidak biasa. Kejanggalan kian terasa ketika Nada mulai sering menanyakan kepergian Daddy-nya. Bocah empat tahun itu merengek ingin telpon namun mendapat penolakan, Avram secara terang-terangan menghindar.Tak ada yang bisa memprediksi rencananya, termasuk Kim Sarang. Wanita itu gusar bukan main saat kesulitan menghubungi putra sulung kesayangan. Ia bahkan meneror tangan kanan Avram yang bernama Tej, meski lelaki itu tetap bungkam.Tentu Gazza tidak tinggal diam. Dia mencoba menghubungi beberapa bawahan yang mungkin saja terkoneksi dengan keberadaan Avram. Selain sibuk memperbaiki saham yang kian merosot pasca sang ayah tidak sadar, Gazza benar-benar direpotkan oleh keberadaan sang kakak."Aku tahu tempat yang
"Dia mengincar Nada!" Laisa yang telah mendapat perawatan dari tim medis tak lantas mengabaikan perdebatan mereka. Bagaimanapun kalimat Gazza mengganggu kepalanya. Apa yang akan terjadi jika Karina sungguh-sungguh memanfaatkan Nada atau dirinya untuk melemahkan Avram?"Karina tak akan menyakiti Nada," Avram datar menjawab. Lelaki itu mengabaikan keberadaan Laisa sambil memungut botol-botol minuman yang berserakan."Dengar, Nada sudah menjadi putriku juga dan aku tidak bisa mem..." kalimat Laisa terjeda. Panggilan masuk dari Kim Sarang menghentikan perdebatan mereka.Mereka mendapat kabar mengejutkan yang baru dirilis oleh salah satu kanal berita populer di Indonesia. Nama artis berinisial K mencuat diberitakan media. Twitter, Instagram, bahkan TikTok ikut ramai membicarakan. Gosip telah tersebar di seluruh Nusantara.Artis berinisial K mengaku telah memiliki anak dengan seorang pengusaha kondang berinisial A yang baru saja menggelar pernikahan. Artis K mengaku ingin memperjuangkan ha
"Apa yang membuatmu begitu sulit melepaskannya?"Kim Sarang menatap lekat Avram yang hanya berdiri mematung di sisi lain ranjang. Mereka berada di kamar tidur milik Henry Salomon yang dilengkapi peralatan medis mutakir dunia. Bicara empat mata dengan penjagaan super ketat."Selain karena perasaan cintamu, atau ego yang begitu menginginkannya kembali dalam hidup. Adakah alasan lain yang membenarkan tindakan itu?" sambungnya terus bertanya. Ia merintih sembari menggenggam erat tangan suami tercinta.Bisnis mereka di ambang kekacauan, dan andai kata Kim Sarang gagal menyelamatkan semua, maka minimal dia ingin menyelamatkan keluarga mereka. Tak masalah jika memulai semua dari awal. Tinggal jauh dari kekayaan dan sorot media seperti sedia kala."Aku sudah mengerahkan seluruh tenagaku, Avram, sekarang giliranmu untuk mengambil keputusan bijak. Relakan perempuan itu, atau...""Atau apa? Kita hancur bersama?" sela Avram tegas.Anggaplah benar jika dia menyumbang sebagian dari kekacauan bisnis