Ini terasa begitu canggung, belum ada yang mau naik ke atas ranjang. Roan terlihat gelisah dan serba salah. Tubuhnya terus bergerak ingin menghindar tapi ia tidak menghindar.Kalau sampai kami tidur seranjang dalam keadaan seperti ini, bisa dipastikan kejadian membuahan akan terulang. Sebulan kita menahan diri setelah mencicipi rasa enak. Sekarang sudah sulit dikendalikan. Aku pernah dengar dari teman sekantor, dia sudah bersuami tapi jarang bertemu karena beda kota. Katanya dia cinta suaminya tapi tubuhnya tidak bisa menahan untuk kebutuhan pembuahan. Kebetulan setiap hari ia bersama rekan kerja pria, kemanapun berdua. Dari sentuhan ringan hingga berakhir perselingkuhan di ranjang, aku masih tidak mengerti kenapa mengkhianati cinta demi nafsu. Apa sesusah itu menahan diri? Sementara aku dan Pak Roan bekerja berdua selama 4 tahun tapi tidak terjadi apapun. Kami memiliki kode etik dan profesionalitas.Yah, itu semua sebelum negara api menyerang. Setelah malam pertama dan kami merasak
Sebenarnya aku memiliki orang yang aku kagumi, seniorku di kampus. Setiap reuni, aku selalu memerhatikannya. Dia adalah orang baik yang selalu menjadi pusat perhatian. Aku mengidolakan tanpa berani mengambil tindakan. Aku juga punya mantan pacar, dia bekerja di perusahaan developer. Kami pacaran cukup lama, sekitar satu tahun. Putus dengan alasan aku sibuk melanjutkan S2 sementara dia mengajakku menikah.Waktu itu aku sangat sedih, orang yang mau serius ingin menjadikanku keluarga harus dilepaskan. Meskipun aku sempat goyah, tapi hutang-hutangku berkata lain. Aku tidak ingin membebaninya. Ah, kalau diingat lebih jauh, aku juga punya satu mantan pacar lagi, dia sangat kampret sampai rasanya melekat di hati. Dia adalah teman sekelas waktu SMA. Waktu itu aku masih menjadi pesuruh Yua, bertugas mengerjakan tugasnya dan membawa semua keperluan Yua. Kalau dipikir, sebenarnya Yua mengajariku menjadi asisten serba bisa. Yua dulu sangat jahat, dia selalu mengancam akan membuatku putus sekol
Hubungan profesional yang sudah terkontaminasi jadinya seperti ini, manis-manis sialan gimana gitu. Tidak fokus kerja, senyum-senyum tidak jelas, saling lirik dan canggung. Apalagi ketika tidak sengaja bertatapan dan Roan tersenyum, duh aku langsung meleyot. Gigiku bisa kering jika seperti ini terus, aku memegang pipi yang terasa panas, padahal masih banyak pekerjaan tapi aku tidak bisa fokus. Tanganku beralih ke bibir, ciuman dengan Roan kini terasa seperti candu. "Ehem, cie. Kayaknya udah lama jadi pengantin baru, kenapa baru sekarang senyum-senyum nggak jelas?" tanya Mirna menggoda, dia meletakkan berkas ke mejaku. Aku mengambil berkas itu dan pura-pura melihat dengan teliti. "Apaan sih, nggak gitu kok." "Apa ini efek ibu hamil?" tanya Mirna. Dia mencondongkan tubuhnya. Aku mundur karena dia terlalu dekat, alisnya terangkat menggoda. "Dari mana kamu tahu aku hamil?" "Kan Pak Roan yang ngumumin waktu rapat," jawabnya, membuatku ingat.Ah, semua orang tahu lebih dulu dari aku.
Roan tidak tahu menjadi seorang ayah akan mendebarkan, tidak seperti dia mengurus Ikram dan Ikrima yang merupakan keponakannya, sekarang ia memiliki anak sendiri, darah dagingnya. Ia bahagia mendengar detak jantung kecebongnya. Perasaan sayang itu otomatis muncul, dia tidak sabar menimang bayinya, mengajari naik sepeda dan mengantar sekolah. "Itu anak kita, Rin." Roan memberitahu dengan antusias. Meminta foto USG untuk dipajang di rumah."Iya, aku dengar detak jantungnya." Roan merasa sempurna, hubungan dengan Rin juga sangat baik, hari ini saja mereka sudah ciuman dua kali. Bergandengan tangan setiap ada kesempatan. Kalau sudah di rumah nanti, mereka akan lebih bebas sayang-sayangan. Setelah urusan selesai, mereka berjalan keluar dari ruangan dokter. Niatnya belanja kebutuhan ibu hamil sebelum pulang. Tapi Roan tidak sengaja menyenggol seseorang hingga membuat foto bayinya terjatuh. "Roan, kamu ngapain di sini?" tanya Tasya. "Aku nemenin istriku periksa kandungan," jawab Roan.
Roan ganti baju sembari melirik ke arah Rin, wanita itu masih memakai daster dan membaca majalah. Setelah dilihat lagi pakai apapun Rin tetap cantik. Kenapa dulu dia mengomeli Rin hanya karena pakaian? Sekarang Roan lebih suka Rin tidak pakai apapun."Sepertinya aku sudah gila," gumam Roan. Dia teringat malam panas yang membuat benihnya tumbuh di perut Rin. Tinggal beberapa jam lagi, dia harus sabar untuk melihat pemandangan bukit kembar dan segala keindahannya. Setelah makan malam ia akan melihat Rin memakai lingerie, membayangkan saja sudah membuat Roan ngiler. "Hehehe...." Otaknya sekarang seperti sudah dicuci. Saat ia menghamili Rin sebulan lalu, Rin hanya memakai gaun pesta, setelah itu langsung gasak sampai puas. Tidak ada persiapan sama sekali seperti ini. Bisa dibilang sekarang adalah malam pertama yang sesungguhnya. "Duh, gak sabar." Dia lari-larian kecil, berusaha tidak tegang, sangat memalukan saat sesuatunya menonjol di tempat umum. Di harus menenangkan pusakanya. Roa
Seolah usaha Roan selama ini tidak dipandang sedikitpun, ia meletakkan sendok dengan keras. Membuat semua orang diam. Lagi-lagi Papa membandingkan dia dengan Jexeon!"Pa-" Roan hendak protes. Dia sudah tidak tahan lagi dengan sikap Papanya yang pilih kasih. Tiba-tiba Rin menyela, "Yua bagi tips doang biar nggak mual, aku tuh susah makan kalau pagi." Yua tampak heran, lalu maksud bahwa Rin sedang menghentikan Roan yang hendak ngamuk. "Ah, itu nanti bakal baikan sendiri kalau udah tiga empat bulan, sebelum itu kamu bisa minum jus yang baunya nggak menyengat." Yua tersenyum ramah, wanita berhijab itu lumayan peka dengan keadaan, membuat Roan menurunkan emosinya. Obrolan para perempuan menghentikan tindakannya."Oh, gitu. Hehe ini baru pengalaman pertama jadi aku kurang ngerti, soalnya kan mertua kita cuma ngurusin harta terus, nggak pernah nanyain kondisiku kayak gimana. Jadi yah, aku harus cari tahu sendiri." "Kamu bisa tanya sama aku, insyaallah bakal aku bantu." "Iya, emang cum
Aku ingat awal kegilaan ini dimulai, yakni malam pengantin yang dilakukan tanpa pikir panjang. Membuatku ingin tenggelam ke samudera Atlantik saking malunya. Menyesali perawan yang hilang hingga mencakar tembok kamar mandi. Hari ini, aku malah menyerahkan tubuh secara sukarela pada Pak Bos killer yang selalu mengkritikku. Dia orang yang pernah menindasku hingga membuat kepercayaan diriku terkikis habis. Aku memakai baju dinas saringan tahu kado dari teman kantor, ada beberapa biji dengan desain aneh-aneh. Aku memilih warna merah menggoda, cukup untuk membuat Roan hilaf lagi. Kali ini kami akan melakukannya pelan-pelan dan penuh penghayatan, kupikir begitu, yahh itu harapanku, namun tidak sesuai ekspektasi. Roan menghajarku sampai jam satu pagi. Walaupun ada sesi istirahat dan ngobrol tetap saja aku lelah. Berbeda dari dulu, pagi ini tidak ada kecanggungan sama sekali. Aku tersenyum melihatnya tertidur di sampingku. Wajahnya tampan dengan dada kotak-kotak. Otot kekar itu selalu saj
Aku pacaran dengan Nicole di kelas 2 SMA, itu masa yang sangat berat karena Yua menggila. Setiap hari Yua ke klub dan berpesta dengan teman-temannya. Aku sering dimarahi orang tuanya karena tidak bisa mengendalikan anak konglomerat itu. Lah, aneh. Emangnya aku siapa bisa mengendalikan Yua? aku nasehati sedikit saja katanya berkata kasar dan diadukan ke orang tuanya. Hal itu berakhir dengan uang jajanku dipotong. Uang jajan tidak seberapa itu harus dipangkas hingga membuatku pulang jalan kaki. Aku begitu stres di usia 16 tahun, mengerjakan tugas Yua supaya nilainya stabil, mengurus nilaiku sendiri supaya dapat beasiswa. Belum keluhan dari nenek kakekku karena bapak menggadaikan rumah ke bank untuk berjudi. Saat semua kesulitan itu menimpaku, Nicole datang memberi harapan. Di sekolah ku dulu ada tingkatan kasta, pertama adalah anak emas, yakni anak-anak pemilik perusahaan besar seperti Yua. Hanya ada 10 orang, maka dari itu sangat istimewa dan mendapatkan perlakuan khusus. Lalu tin