Selamat siang pecinta D2 (Danisa & Daren) Yuk, berikan no id akun kalian agar Author bisa rekomendasikan untuk dapat koin dari GN. Terima kasih
Danisa tidak mengerti ke mana arah pembicaraan yang Restu maksud itu mengulas sebuah senyum lega dan hangatnya. Kedua matanya pun berbinar, saat tahu jika Claudia yang selama dia kenal seperti anak yang merindukan kasih sayang seorang ibu itu akan segera merasakannya. Tentu saja, dia ikut bahagia dengan kabar yang didengarnya itu. “Wah, Syukurlah kalau memang seperti itu. Saya senang mendengarnya,” ujar Danisa dengan senyum sumringahnya. Pancarana rasa senang yang dilakukannya itu tidak menutup kebohongan. Dan itu membuat Restu tersenyum ke arah Danisa. “Ayah, No! Claudia tidak mau punya mama tiri!” tolak anak kecil yang sejak tadi menjadi pendengar pembicaraan antara dua orang dewasa di hadapannya tersebut. Claudia tidak terima, saat sang ayah bilang jika akan memberikan sosok Ibu pengganti untuknya. Ya, dia memang iri dengan teman-temannya yang diantar jemput oleh ibu yang Bahkan kedua orang tuanya. Sedangkan dirinya akan lebih sering disebut oleh sopir atau susternya. Ya
Puding Marissa“Selamat pagi, Tante,” sapa seorang wanita yang baru masuk ke dalam rumah besar dengan membawa sesuatu di tangannya dan senyum lebar itu menghias wajah cantiknya dengan sangat jelas. Riana yang baru saja hendak mengecek sarapan untuk kedua cucunya apa sudah disiapkan di meja makan itu menghentikan langkah. Menoleh ke sumber suara, dia membalas senyum ramah yang Marisa beri untuknya. Sepagi ini, wanita yang juga sibuk dengan butik megahnya itu tetap menyempatkan diri untuk mengunjungi rumahnya. Tidak cukup hanya itu, berkah Marissa tidak datang ke rumahnya itu hanya dengan tangan kosong. “Hai, selamat pagi, Sayang. Kenapa kamu menyibukkan diri banget buat datang ke sini. Padahal Tante yakin jika kamu pun sedang sibuk dengan butikmu itu,” sahut Riana. Dia mengurungkan langkah yang sebelumnya akan menuju ke ruang makan. Riana menghampiri Marisa yang sedang melangkah ke arahnya itu. Marisa terkekeh, kedua wanita itu pun saling memeluk dan berciuman pipi. Kemudian dia
“Baik, Tuan Muda,” jawab suster saat bantuan yang dia lakukan untuk Aiden itu mendapat penolakan. Suster yang biasa membantu Ara itu memundurkan diri, mengurungkan niat yang sebelumnya hendak membantu Aiden dan berakhir mendapat penolakan. Beralih menuju ke meja Ara, dia pun memilih untuk menunggu Arra yang masih terlihat sedang berbincang dengan Marissa. “Tante, aku sangat senang memasak. Nanti jika Mommy datang, Ara akan bilang sama sama Mommy jika Ara sangat pandai memasak. Ara juga akan buatkan puding khusus untuk Mommy.”Ara mengucapkan semua keinginannya itu kepada Marissa. Mengabaikan, sikap canggung yang langsung yang membuat wanita yang semula terlihat jelas binar bahagianya itu menjadi pias. “Tentu dong. Ara bisa buatkan masakan apapun nanti untuk Mommy. Tapi, mommy kembali kan belum tahu. Jadi lebih baik untuk saat ini kamu belajar memasaknya buat Omah saja,” sela Riana yang tersadar akan situasi yang terjadi di meja makan itu. Aiden, si anak pendiam yang sejak tadi
“Daddy yang akan antar kau ke sekolah.”Daren yang mendapati rencana Marissa yang hendak mengantar anak-anaknya ke sekolah itu pun menyela. Karena memang hari ini dia sudah berencana untuk mengantarkan kedua buah hatinya itu berangkat ke sekolah sebagai penebus kesalahan beberapa hari dia yang terlalu sibuk, hingga kehilangan waktu untuk bersama dengan kedua buah hatinya tersebut.Aiden masih dengan sikap tenaganya, sama sekali tidak peduli siapa pun yang akan mengantarkannya ke sekolah. Baginya, tiba di sekolah tepat waktu adalah hal yang jauh lebih penting bagi hidupnya. “Yah, Dad. Ara ingin tante Marissa yang antar Ara ke sekolah. Ara akan tunjukkan pada semua teman-teman Ara, jika Ara memiliki tante cantik yang bisa Ara banggakan pada mereka selain Mommy yang tak kunjung kembali,” sergah Ara yang bersikukuh agar Marissa tetap mengantarkannya ke sekolah. Ara telah memiliki rencana yang tiba-tiba muncul dalam benaknya saat dia mendengar rencana Marisa yang hendak mengantarkannya
Ara sudah lebih dulu masuk ke dalam mobil Marisa, sedangkan wanita yang diajaknya untuk berangkat bersama masih berjalan menuju ke mobilnya. Dalam hati, Marissa tentu sangat bahagia sekali ketika harus mendapatkan dukungan dari Ara yang mampu membuat Daren tidak mampu berkutik sama sekali, selain menuruti apa yang diminta oleh gadis kecil tersebut. Riana yang mendapati situasi di depan matanya itu pun memiliki sedikit harapan agar Daren mulai berpikir untuk membuka pintu hatinya demo kedua buah hatinya itu. Bukan dia tidak mendukung jika Danisa akan kembali nantinya dalam kehidupan anak dan kedua cucunya. Melainkan Riana yang sudah tidak berharap jika Danisa akan kembali lagi dalam kehidupan mereka. Fakta yang terjadi jika sudah empat tahun lebih wanita yang pernah ia sayang sebagai seorang menantu itu pergi begitu saja tanpa meninggalkan kabar apa pun sejak kepergiannya. Jadi, bukan hal yang salah jika Riana memiliki harapan untuk orang-orang tersayangnya saat ini. Sebagai
Ara yang begitu semangat bersekolah itu segera membuka pintu mobil Marissa yang baru saja berhenti. Ternyata anak itu sudah sangat tidak sabar, saat dia ingin menunjukkan pada semua teman-temannya jika harinya ini berbeda dengan biasa yang dia lalui sebelum sebelumnya. “Hati-hati, Sayang. Kau sungguh sudah tidak sabar ya,” pesan Marisa yang melihat tingkah tidak sabar yang dilakukan oleh Ara tersebut. “Tante Cantik, cepat! Aku sudah tidak sabar untuk ke kelas hari ini,” jawab Ara tak kalah antusias dari sebelum dia tiba di sekolah. Marissa terkekeh pelan, dia menggelengkan kepala saat mendapati sikap Ara yang begitu berlebihan itu. “Iya, Sayang.” Marisa segera menutup pintu mobilnya, dia menuju di mana Ara sedang menunggunya. Daren dan Aiden pun sudah tiba tak lama setelah Marisa memarkirkan mobilnya. “Sayang. Kau harus pamit dulu sana Daddy-mu,” ujar Marissa. Dia tidak ingin membuat kesalahan, makanya Marisa meminta Ara untuk pamit lebih dulu pada Daren dan Aiden yang terliha
“Bunda, kita rencana outing class minggu depan apa sudah diselesaikan semuanya?” Tanya Bu Elisa pada Danisa yang sedang duduk di balik meja kerjanya. Danisa yang tengah fokus pada layar monitor di hadapannya itu pun mendongak. Menatap ada salah satu guru yang bekerja di Yayasan Pendidikan yang dikelola olehnya tersebut.Bu Elisa melangkahkan kaki dan duduk di kursi tunggal yang ada di depan meja kerja sang atasan.Danisa yang tersadar jika dia melupakan schedule yang seharusnya sudah siap itu pun menghela nafas beratnya. “Astagfirullah.” Danisa yang baru tersadar itu pun menatap tak percaya pada karyawannya itu. Bagaimana bisa dia melupakan jadwal penting yang seharusnya sudah siap dalam waktu sangat mepet ini. Kesibukan yang dilakukan olehnya selain harus mengelola yayasan yang dia miliki Dan Danisa pun memiliki beberapa cabang toko kue yang sedang berkembang pesat, dengan Maya yang membantu pengelolaan langsung saat Danisa fokus di Yayasan yang tidak ingin dia tinggalkan. Ya, m
“Maaf, Bunda Nisa. Saya sungguh tidak tahu jika hari itu anda akan menggunakan pelayanan kami untuk mengantar anak-anak pekan depan. Karena saya yang belum mendapat schedule dari bawahan saya,” ujar pria yang berada di seberang panggilan yang sedang Danisa lakukan saat ini. Danisa yang mendengar kabar jika hari yang telah dia tetapkan tidak ada bus yang kosong sesuai permintaan dia sebelumnya itu pun mendesak kecewa. “Pak, tapi saya kan sudah pesan awal tahun sebelumnya. Dan ini kali pertama saya harus kecewa, hanya karena kelalaian yang telah saya lakukan karena belum menjawab ulang demi memastikan pada tim Bapak,” kata Danisa dengan putus asa. Dia sedang dilema, karena dalam waktu yang begitu mepet. Danisa harus mendapatkan bus pariwisata terbaik yang bisa membawa anak-anak didik untuk melakukan kegiatan yayasan miliknya itu. “Saya minta maaf, Bunda. Mereka sudah melakukan pelunasan pada pihak kami. Jadi, tidak mungkin juga bagi pihak kami untuk membatalkan kerja sama tersebu