Setelah terjadi perdebatan antara Daren dan juga Riana yang disaksikan oleh Marissa dan juga Danisa. Akhirnya, Danisa memutuskan untuk segera mencoba gaun yang akan dikenakannya nanti.Bersama dengan Marissa, Danisa sedang mengikuti langkah Marisa yang menuju pada sebuah ruang ganti pakaian. Kecanggungan sebelumnya mulai mereda, jadi antara Marissa dan Denisa lebih terlihat akrab satu sama lain. Apalagi, Danisa yang sangat mudah akrab dengan siapapun orang yang baru dikenalnya. Sikap humble yang dimiliki oleh Danisa, membuat beberapa rekan kerja Darren nyaman saat melakukan rapat bersama. “Bukalah pakaianmu di sana! Kau harus mengganti dengan gaun diinginkan oleh tante Riana ini.”Marisa mengangkat tangannya yang sedang membawa gaun terbungkus plastik berwarna bening ke arah Danisa. Kemudian, Dia berkata kembali.“Jika kamu merasa tidak cocok. Maka kamu bisa mengganti dengan pilihan gaun lain yang sudah aku siapkan untukmu,” terang Marissa pada Danisa. Danisa yang mendapati uluran
Daren terdiam sesaat setelah melihat kehadiran Danisa yang baru keluar dari ruang fitting bersama dengan Marissa dan seorang pegawai yang sebelumnya membantu Danisa berhias. Meski tak banyak sapuan make up yang Danisa gunakan. Namun berhasil menyulap wajah cantik Danisa dan membuat Daren sempat terpaku sejenak. Sebelum akhirnya pria itu memilih untuk memalingkan wajah. Dia tidak ingin ketahuan, jika memperhatikan kecantikan sekretarisnya tersebut.Namun, keterpakuan yang sedang dialami oleh Daren berhasil teralihkan dengan kalimat Danisa yang mempermasalahkan soal harga gaun yang sedang digunakannya saat ini. Bisa-bisanya di saat seperti ini, wanita yang ada di sampingnya itu mempermasalahkan soal harga yang dia sendiri tahu, jika uang yang Daren miliki tak akan pernah habis. “Jauhkan pikiran kau itu dari uang, Danis.” Daren mendengus kesal, menatap sinis pada Danisa. Tatapan matanya pun berubah tak senang dengan sikap Danisa tersebut. “Aku kan berkata benar, Pak. Harga gaun yan
Urusan gaun sudah usai. Daren selalu setuju dengan keputusan mamanya tersebut. Sedang Danisa, dia kembali beraktivitas seperti semula. Waktu yang mereka butuhkan untuk pesta yang Riana buat semakin dekat. Dua hari lagi, mereka akan melangsungkan pesta yang akan Daren dan Danisa lakukan. Tetapi, Riana sangat kesal, saat mendapati putranya itu terus saja pulang larut malam. Hari ini, Riana yang memang selalu menunggu kepulauan sang putra. Selayaknya seorang istri menunggu kepulauan suaminya. Akan tetapi, kali ini yang Riana lakukan bukan untuk suaminya. Dia menunggu kedatangan putra kesayangannya yang sudah berbuat banyak padanya hanya untuk kebahagiaannya semata. Kini, waktu sudah menunjukkan tepat pukul sebelas malam. Riana belum kunjung mendapati sang putra kembali ke rumahnya. Dia sangat cemas, Daren yang belum kembali. Membuat dia berpikir jika Danisa pun akan sama pulang di jam yang sama dengan putranya itu. Hal itu semakin membuat Riana menjadi gemas. Karena khawatir jika
Sambutan pertama yang Daren dapatkan setiba di rumah adalah tatapan tajam dari sang mama yang tengah menunggu kehadirannya. Waktu yang sudah malam, pernikahan yang tinggal menghitung hari masih membuat Daren harus bekerja hingga larut malam. Kesal dan cemas, pasti itu dirasakan oleh Riana. Namun, kekesalannya itu semakin meningkat kala mendapati Daren kembali dalam keadaan kusut dan menyetir mobilnya seorang diri. “Kau bandel sekali, Daren. Bukankah sudah berulang kali mama bilang, jika kau pulang larut. Pulanglah bersama Leo!” Bukan nada sambutan ramah yang Daren dapatkan. Melainkan sang mama yang biasa sayang dan ramah padanya. Kali ini berubah galak selayaknya seekor singa yang mengaung hendak memaksa mangsanya. Daren harus bersabar, kala mendapati sikap mamanya dalam mode cemas berlebih. Dia tahu, tidak pernah menginginkan kehilangan karena hanya dirinya yang dimiliki di negara ini. Daren menghela nafas panjang, kemudian menghembuskan secara perlahan. Dia harus berusaha mena
Malam yang semakin larut, Daren baru saja keluar dari kamar mandinya dengan celana selutut dan bertelanjang dada. Setelah menaruh asal handuk yang dikenakannya untuk mengusap rambut basahnya. Daren memilih mengambil benda pipih yang tergeletak di atas nakas untuk menghubungi seseorang.Panggilan pertama, kedua, ketiga belum juga diangkat. Dan berhasil membuat Daren membuang kasar nafasnya karena sedikit kecewa, sebab panggilan telepon yang dia lakukan tidak diangkat.Dia melirik pada jam yang menempel pada dinding kamarnya, menunjukkan waktu yang sudah pukul 12.00 malam. Menyadari waktu yang sudah tidak sore, dia pun menghembuskan nafas kasarnya.“Pasti sudah tidur. Makanya dia tidak angkat panggilan teleponku,” kata Daren ketika tersadar waktu yang sudah sangat larut. Baru saja Daren hendak meletakkan ponselnya. Benda pipih itu sudah berdering, menunjukkan nama seseorang yang sebelumnya sempat ia hubungi.“Bapak ada apa hubungi aku?” Tanya seorang wanita di seberang panggilan yang
“Apa semua sudah siap?” Tanya Riana saat melihat sebuah gedung pernikahan yang sudah dihiasi rapi pada sebuah hotel mewah di pusat kota Singapura. Riana sangat puas, saat melihat hasil kinerja pihak WO yang sudah bekerja dengan sangat baik tersebut.Meski waktu persiapan yang dilakukan oleh mereka sangatlah singkat. Dengan banyaknya uang yang ia gelontorkan, mampu membuat semua yang ia inginkan itu berjalan sesuai dengan yang ia harapkan dengan sangat mudah. Menatap ke sekeliling area. Senyum wanita yang masih sangat cantik itu merekah memindai ke segala penjuru atas keindahan dan kemewahan yang tersaji dari setiap desain dekorasi yang begitu sempurna. Semua mata yang memandang pasti akan dibuat takjub dengan pesta dadakan yang dibuatnya ini. Victoria, salah satu pihak WO terbaik yang ada di kota itu menatap kehadiran Riana yang sudah berdiri tepat di sampingnya.Victoria dapat melihat, kekaguman yang terpancar dari kedua mata Riana saat memindai hasil dekorasi oleh anak buahnya t
Langkah Daren terhenti saat mendengar bisik-bisik percakapan tamu yang datang di acara pernikahannya tersebut. Menatap dari belakang, Daren sama sekali tidak mengenal wanita yang sedang membicarakan dirinya itu. Wajar Darem tidak mengenal tamu yang sedang membicarakan dirinya itu. Karena memang Daren yang sama sekali tidak pernah mau tahu dengan wanita mana pun. Bahkan. Karya wanita yang dia kenal dan sering beriteraksi dengannya saat di kantor hanya Danisa. Sedang karyawan yang lain, Daren sama sekali tidak pernah peduli. Hanya melihat wajah, setelah itu Daren sama sekali tidak pernah tertarik dengan yang lain. Jika karyawan wanita menyapa, jangankan menjawab. Bahkan Daren sama sekali tidak melirik sama sekali. Jadi, hal wajar jika Daren tidak mengenal karyawan wanita yang bekerja di perusahaannya tersebut. “Pak,” panggil Leo. Panggilan yang Leo lakukan berhasil mengalihkan perhatian para wanita yang sedang bergunjing tentang Daren. Daren tahu siapa yang memanggil, ia pun menj
Acara berlangsung dengan sangat sakral. Tidak ada sesuatu yang menjadi penghalang berlangsungnya acara pernikahan tersebut. Semua tamu undangan yang hadir, terenyuh dalam keheningan berlangsungnya ijab kabul yang Darren ucapkan untuk Danisa. Meski hanya sebatas nikah kontrak. Tapi, Riana menyiapkan semuanya dengan sangat baik. Bukan hanya pemuka agama yang hadir. Karena memang Riana yang tidak tahu perjanjian yang terjadi antara Riana dan juga Danisa. Semua dokumen yang Riana pinta pun turut ada sebagai pelengkap sebuah pernikahan yang dilangsungkan untuk beda negara tersebut. “Selamat ya, Sayang. Mama sangat bahagia sekali hari ini. Keinginan terbesar mama untuk melihat Daren menikah sudah terlaksana,” kata Riana pada sang putra kesayangan. Bukan hanya kesayangan, karena yang Riana punya sebagai keluarga adalah Daren seorang setelah penghianatan yang dilakukan oleh sang suami sebelumnya. Riana memeluk sang putra penuh kelegaan. Begitu juga Daren, dia membalas pelukan sang mama