Share

Periksa

Dua bulan kemudian.

Masih ada tiga antrean dan Reisa sudah tidak sabar menunggu. Kakinya kesemutan. Tubuhnya gemetaran. Mual yang terus menerus mendera membuatnya nekat berbaring di kursi tunggu, tak perduli ada banyak pasang mata yang melihat.

"Mual, Bik," katanya manja.

Di tangan Reisa ada sepotong roti manis untuk cemilan. Sedari tadi mulutnya mengunyah sambil mengeluhkan perut yang terasa tidak nyaman. Obat anti mual yang diberikan dokter dipemeriksaan sebelumnya juga tidak berefek banyak.

Mualnya tidak hilang, kecuali pada saat tertidur. Begitu bangun, dia akan mengeluarkan semua yang dimakan sebelumnya.

"Ya Tuhan. Beginikah rasanya mengandung?" Rasanya dia tidak sanggup.

"Sabar, Non. Bentar lagi giliran kita."

Benar saja kata Inah. Tak lama setelah pasien yang di dalam selesai periksa, si perawat memanggil pasien berikutnya.

"Antrean nomor sepuluh. Silakan masuk."

Tidak ada yang berdiri sehingga beberapa pasien lain saling berpandangan.

"Ibu Reisa. Ibu Reisa."

Suara pang
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status