“Cuma bawa kopi aja nyuruh orang lain!” sindir Reynald melirik sinis pada Rania.Perkataan Reynald mampu membuat kedua wanita yang tak lain adalah Rania dan office girl yang membantu Rania membawakan kopi itu terpaku dengan kalimat yang telah diucapkan oleh Reynald.Setelah mencerna beberapa saat, Rania kemudian tetap menampilkan senyumnya meski dengan terpaksa. Untungnya office girl tersebut membuka mulutnya untuk menyanggah ucapan bosnya dan membela Rania.“Maaf, Pak, saya membawakan kopi ini memang atas dasar kemauan dari saya sendiri. Bu Rania sama sekali tidak menyuruh ataupun memaksa saya, kok!” ucap office girl tersebut dengan sopan.Pembelaan dari office girl tersebut membuat Rania spontan mengembangkan senyumnya. Rania sangat bersyukur karena ada yang mau membelanya dari ucapan pedas mulut CEO-nya itu.“Maaf jika saya salah dan lancang, Pak. Saya hanya tidak tega melihat Bu Rania kesulitan membawa kopi sebab kaki beliau yang sedang sakit,” sambung office girl itu.Reynald yang
“RANIA!!” Reynald memanggil Rania dengan berteriak lagi.“Ish, itu orang ngapain sih pake acara teriak-teriak segala? Ada telepon tinggal telepon aja apa susahnya, sih!” gerutu Rania kesal.Rania pun segera menghampiri bosnya. “Iya, Pak! Ada apa Bapak memanggil saya?”“Lap meja saya. Kopi saya tumpah.”“Oh, baik, Pak.” Rania menunduk patuh, kemudian segera mengambil sapu tangan yang ada di dalam tasnya.Wanita itu pun mengelap meja Reynald menggunakan sapu tangan miliknya.“Bikinkan kopi yang baru!” titah Reynald tanpa ingin dibantah.Rania menghembuskan nafas berat. “Baik, Pak!” seru Rania mengangguk. Setelahnya Rania gegas keluar dari ruangan Reynald dengan membawa gelas kopi yang telah kosong. Hanya tinggal ampas-ampas kopi yang tersisa. Namun, saat Rania akan sampai di pintu, perkataan Reynald mampu membuat langkah Rania terhenti. “Ingat! Bawa kopi itu sendiri!” seru Reynald.Rania membalikkan badannya menghadap Reynald. “Iya, Pak!” sahut Rania sembari membungkukkan setengah ba
“Lho, Bu Rania belum pulang?” tanya salah satu penjaga yang akan mematikan ruangan tempat Rania berada.“Eh, iya, Pak. Kerjaan saya masih banyak,” jawab Rania nyengir. “Memangnya sudah jam berapa, Pak?” tanya Rania sembari tangannya tetap terus mengetik laptopnya.“Sudah hampir pukul 12.00, Bu!” jawab satpam itu.“Oh … mungkin nanti sekitar jam dua, saya sudah selesai kok, Pak. Bapak jaga sampai pagi, ‘kan?”“Iya, Bu. Saya jaga di depan sama Amir berdua,” jawab satpam itu. “Bu Rania mau ditemenin di sini, atau mau saya bikinkan kopi?” lanjutnya menawarkan pada Rania.“Tidak perlu, Pak. Saya tadi sudah dibuatkan, kok. Ini masih,” tolak Rania sembari menunjukkan kopi di gelasnya. “Nanti kalau saya pingin kopi, saya akan bikin sendiri,” sambung Rania seraya tersenyum.“Baiklah kalau begitu. Saya ke bawah dulu ya, Bu. Kalau ada apa-apa Bu Rania panggil kami saja, atau Bu Rania bisa langsung telepon.”“Oke, Pak!” sahut Rania.Penjaga kantor itu pun turun ke bawah, sedangkan Rania tetap mel
Mau tidak mau, Rania terpaksa menggunakan uang miliknya untuk membayar ongkos pulang perginya. “Aku kerja ngurangin beban orang tua atau malah justru nambahin beban orang tua, sih?” gumam Rania lirih.Rania justru merasa bersalah karena setiap ia akan berangkat ke kantor, ibunya selalu memberikan uang yang tidak seberapa itu pada Rania buat makan siang Rania di kantor. Rania merasa bersalah karena saat ini dirinya belum bisa membantu kedua orang tuanya.“Semoga gajian aku nanti tidak banyak yang dipotong. Biar aku bisa kasih ke Ibu buat biaya pengobatan Ayah,” batin Rania tersenyum miris mengingat bosnya yang selalu mengancam akan memotong gajinya.Sesampainya di tempat yang dituju, Rania segera memesan sandwich sesuai pesanan bosnya, kemudian membayarnya menggunakan kartu kredit milik bos killernya itu. Namun, malapetaka justru menimpa Rania saat wanita itu berada di dalam angkot. Seorang lelaki yang duduk berseberangan dengan Rania, tiba-tiba mengambil tas selempang yang rania kena
Rania yang mendengar teriakan bosnya pun langsung menghentikan pekerjaannya, kemudian bergegas ke ruangan bosnya dengan langkah terburu-buru.“Iya, Pak?” “Bikinkan kopi untuk saya. Kopi saya sudah habis.”“Baik, Pak.” Rania menundukkan kepalanya sebelum ia membalikkan badannya, kemudian keluar dari ruangan Reynald.Rania berjalan cepat menuju pantry. Wanita itu harus mengejar waktu agar malam ini ia tidak lembur lagi. Dengan gerakan cepat dan gesit Rania membuatkan kopi untuk bosnya, kemudian membawanya ke ruangan Reynald. Setelah mengantarkan kopi untuk bosnya, Rania lantas kembali mengerjakan tugas-tugasnya yang belum selesai.Sangking fokusnya Rania mengerjakan tugasnya, wanita itu sampai tak sadar jika hari sudah mulai senja. Rania melangkahkan kakinya ke pantry untuk membuat kopi cappucino buat dirinya. Namun, saat sedang mengaduk kopi yang telah ia seduh, Rania tiba-tiba kepikiran sesuatu.“Bikinin buat bos sekalian, lah. Daripada nanti aku harus ke dapur lagi.”Rania pun lantas
Vira dan Listy saling menatap dan bicara isyarat dari mata ke mata, kemudian keduanya berjalan menghampiri wanita itu."Rania?" Vira mencoba membangunkan Rania dengan cara menepuk pelan pundak rania.Ya, wanita yang mereka lihat adalah Rania. Vira dan Listy heran kenapa Rania tidur di kantor. Rania yang dibangunkan sontak terkejut. Wanita itu membuka kedua matanya dan mendoakan menatap ke arah orang yang membangunkannya."Kamu tadi malam gak pulang?" tanya Listy."Kamu nginep di kantor, Ran?" timpal Vira yang juga merasa penasaran.Rania mengucek kedua matanya sejenak sebelum menjawab pertanyaan teman-temannya.“Iya. Kerjaan aku banyak banget, jadi jam 04.00 baru selesai,” jawab Rania.“Terus kenapa gak langsung pulang? Tidur di rumah kan lebih nyaman,” sahut Vira.“Aku bingung mau pulang.” Rania menggaruk kepalanya yang tak gatal.Dahi kedua wanita itu berkerut. “Bingung kenapa?” tanya Listy, sedangkan Vira bertanya lewat isyarat matanya. “Kemarin aku kecopetan di jalan. Uang yang ad
Dengan langkah cepat Rania masuk ke dalam ruangan Reynald. “Iya, Pak! Ada yang perlu saya bantu?” “Bawa berkas-berkas ini ke ruangan Tika. Bilang pada Tika sore nanti bertemu client.”“Baik, Pak. Saya permisi dulu.” Rania membawa berkas-berkas yang ada di meja Reynald untuk dibawa ke ruangan sekretaris bosnya, yang tak lai adalah Tika.Tok Tok!!“Permisi, Bu. Ini berkas-berkas dari Pak Reynald. Sekalian saya juga mau menyampaikan pesan dari Pak Reynald, beliau bilang jangan lupa nanti sore bertemu dengan client,” ucap Rania sopan.“Oh, iya. Saya pasti ingat, kok! Terima kasih, ya.” Tika tersenyum dengan ramah.“Iya, Bu. Kalau begitu saya kembali ke meja saya dulu, Bu.” Rania membungkukkan sedikit badannya.“Iya, silakan.”Rania pun berbalik dan keluar dari ruangan Tika menuju meja kerjanya, kemudian kembali melanjutkan tugas-tugasnya yang belum selesai. Baru satu jam Rania melanjutkan mengerjakan tugas-tugasnya setelah sebelumnya ia mengantarkan berkas ke ruangan Reynald. Tepat pukul
“Hehehe, nggak, Pak. Kalau gitu saya lanjut kerja ya, Pak!”Tanpa menunggu jawaban Reynald, Rania keluar begitu saja dari ruangan bosnya dan kembali melanjutkan pekerjaannya.“Maksudnya itu cewek apa, sih! Emang tissue-nya mau gua pake buat apa coba? Sampe harus pakai lima lembar segala. Dasar cewek aneh!” gerutu Reynald.Niat hati ingin cuek dan tak memikirkan perkataan membingungkan Rania, tapi otak Reynald justru terbayang-bayang ucapan Rania terus menerus. “Apa sih maksud itu cewek? Emang dia kira gua mau ngelap apaan?” Pikiran Reynald jadi tidak bisa berkonsentrasi. Pria itu mencoba meminum kopi yang ada di mejanya untuk menenangkan pikirannya agar tak terbayang-bayang dan penasaran dengan perkataan Rania. Namun, sampai kopi Reynald habis, pria itu tetap masih merasa penasaran dengan ucapan yang dilontarkan oleh Rania tadi.“Argh! Itu cewek selalu aja bikin gua pusing.” Reynald mengacak-acak rambutnya dengan kesal.Reynald yang merasa kesal pun memanggil Rania kembali dan menyuru