"Apa kamu takut karena pak Anjas ada di sini ?" Todong Saddam. Tentu pria tampan itu bisa menekan, karena wajah Zeira pucat setelah mendengar nama Anjas disebutkan."Bu...bukan pak" dalih Zeira."Kamu enggak usah takut, karena ini di luar jam kerja. Jadi pak Anjas tidak ada hak untuk melarang kamu dekat dengan siapa dan bersama siapa" ucap Saddam.Saat keduanya asik berbicara, tiba-tiba MC mengatakan sesuatu dari panggung yang membuat jantung Zeira semakin berdegup kencang."Sepertinya pak Anjas butuh pendamping untuk menyerahkan kunci kepada pak dirgantara. Jadi aku harus mencari pendamping yang tepat untuknya" ucap MC sambil melirik ke kiri dan ke kanan."Iya, aku sudah menemukannya. Nyonya yang duduk di meja 12, yang mengenakan gaun merah. Tolong naik ke atas panggung" ucap MC sambil menunjuk Zeira yang duduk bersama Saddam.Zeira memutar kepala ke kiri dan ke kanan untuk melihat siapa yang dimaksud MC. Tetapi wanita yang duduk di samping kiri kanan tidak ada yang mengenakan gaun m
Pelukan Anjas membuat Zeira lebih tenang, entah mengapa ia selalu nyaman setiap kali Anjas memeluknya. Rasa sedih dan cemas seketika hilang dari hatinya setiap kali pria tampan itu menggelengkan wajahnya di dada bidang Anjas.Tadinya Zeira tidak membalas pelukan Anjas, tapi kini wanita cantik itu melingkarkan kedua tangan untuk membalas pelukan suaminya. Ia menumpahkan air mata di pundak Anjas untuk melepaskan kesedihan dan beban hidupnya. Sementara di tempat lain, Susan sedang berdebat dengan Bella. Wanita cantik berusia 22 tahun itu tidak terima sahabatnya diperlukan seperti itu. Apalagi yang membawa dan mengajak Zeira ke sana adalah dia, tentu Susan harus bertanggung jawab atas yang terjadi kepada Zeira."Kamu tidak perlu ikut campur dalam urusanku, urus saja hidupmu yang memprihatinkan itu" ucap Bella untuk menghina Susan."Kamu tidak salah ? Aku hidup tenang, damai dan berharga Bella. Bahkan sebentar lagi aku akan menjadi menantu keluarga Dirgantara" jawab Susan sambil tersenyu
Tepat pukul 8 lewat 30 menit Zeira tiba di kantor. Ia sedikit terlambat karena Gunawan mengajaknya bicara. Tentu jantung Zeira saat ini dak dik duk, karena Anjas tidak suka dengan karyawan yang terlambat datang ke kantor.Tok...tok....tok... Zeira mengetuk pintu ruangan Anjas."Masuk" suara bariton dari dalam.Zeira mendorong pintu, "permisi pak" ucapnya sambil menjulurkan kepala dari balik pintu dan membawa satu gelas teh di tangan."Kamu sudah datang ?" Tanya Anjas tanpa melihat Zeira dan fokus menatap layar laptop."Maaf pak, aku sedikit terlambat" ucap Zeira dengan wajah bersalah."Hm...lain kali jangan sampai terulang lagi" jawab Anjas dengan lembut."Baik pak. Kalau begitu saya permisi dulu" Zeira memutar tubuh dan pergi meninggalkan ruangan Anjas. Sementara pria tampan itu melirik Zeira dari sudut matanya."Pagi Zeira ?" Sapa Saddam yang baru ke luar dari ruangannya dan melihat Zeira melangkah ke arah dapur."Pagi pak Saddam" balas Zeira sambil tersenyum."Bagaimana keadaan ka
Waktu menunjukkan pukul 8 malam, Gunawan meninggalkan kediaman Wijaya setelah makan malam bersama dengan istri, anak, menantu dan cucu kesayangan. Pria paruh baya berusia 50 tahun itu mencium cucunya berkali-kali dan mengatakan kalau Azka lah yang paling berhak atas warisan keluarga Wijaya. Ia juga berpesan agar Azka menjadi anak yang baik, pintar dan sukses seperti ayahnya.Par...... Suara pecahan. Tangan Anjas tidak sengaja menyentuh pas bunga yang ada di dekat tangga. Tentu suara nyaring itu membuat seisi rumah terkejut, mereka berpikir kalau Anjas sedang kesal sehingga dengan sengaja menghancurkan pas bunga."Apa tuan terluka ?" Tanya pelayan Indri. Sementara, hanya diam berdiri di samping Indri."Tidak, tolong dibersihkan ya bi" ucap Anjas dan langsung melangkah menaiki anak tangga."Baik tuan" sahut Indri."Biar aku bantu bi" tawar Zeira."Enggak usah nyonya, lebih baik nyonya menemui tuan ke kamar" tolak Indri dengan lembut sambil meminta Zeira untuk mengikuti suaminya ke kama
Anjas memalingkan wajah dan menatap Zeira dengan tatapan kesal."Aku minta maaf, aku tidak bermaksud untuk mengatur mas. Tapi aku tidak mau jika mas sampai jatuh sakit" Zeira memberanikan diri untuk mengatakan maksudnya. Ia tahu kalau Anjas kesal dan marah padanya, tetapi Zeira tidak ambil hati karena ia mengerti kondisi Anjas saat ini."Terserah kamu saja" sahut Anjas.Zeira bergegas ke luar dari kamar, ia menuruni anak tangga menuju dapur untuk menyiapkan makanan untuk Anjas dan membawanya ke dalam kamar. "Ini mas, sekarang mas makan dulu ya ?" Zeira menaruh makanan di atas meja. Ia sengaja masuk ke kamar mandi agar Anjas tidak canggung untuk makan.......................Waktu menunjukkan pukul 2 malam, tadinya Zeira sudah tertidur pulas namun ia tiba-tiba bangun setelah tangannya merasakan kalau Anjas tidak ada di sana."Mas Anjas ke mana ?" Tanya Zeira kepada dirinya sendiri. Ia merapikan selimut Azka sebelum ke luar dari kamar.Zeira mencari Anjas ke semua ruangan, namun pria t
"Ini tidak adil, dan aku benar-benar tidak percaya. Coba bayangkan, menantu mendapat warisan sedangkan istri tidak mendapat warisan" protes Riana."Posisi kamu dengan Zeira, itu jauh berbeda. Kamu hanya istri sirih, sedangkan Zeira istri sah" ucap Anjas yang membuat semuanya terdiam. Anjas sudah muak mendengar ocehan Riana sejak tadi. "Seharusnya anda berterima kasih karena putra anda sudah mendapatkan 20 persen. Bukan malah protes dan banyak menuntut seperti ini" lanjutnya dengan tegas."Saya rasa apa yang dikatakan pak Anjas itu sudah cukup jelas. Jadi sekarang tidak ada yang perlu diperdebatkan lagi" timpal pengacara.Pertemuan itu pun berakhir setelah masing-masing menandatangani hak miliknya dan disaksikan oleh petugas pengadilan...........................Satu Minggu telah berlalu, penghuni kediaman Wijaya masih berduka atas kepergian Gunawan untuk selamanya. Tetapi pagi ini Anjas sudah memutuskan untuk masuk kantor. Berdiam diri di rumah hanya membuatnya semakin terpuruk dalam
"Ta.....ta...tapi pak, ini tidak seperti yang bapak bayangkan" ucap Zeira dengan bibir bergetar. "Pak Mark tidak melakukan apapun padaku, aku hanya terkejut melihatnya berdiri di belakangku" lanjutnya."Jika dia tidak ingin berbuat sesuatu kepadamu, kenapa dia diam-diam masuk dan berdiri di belakang kamu ?" Bantah Anjas."Maaf pak Anjas, aku benar-benar minta maaf. Aku sama sekali tidak bermaksud buruk terhadap karyawan bapak" ucap Mark dengan tulus. Seluruh wajah pria tampan itu babak belur akibat pukulan dari Anjas."Pergilah sebelum aku menghabisimu" sahut Anjas dengan nada lembut namun penuh penekanan."Mari saya bantu pak" petugas keamanan menuntun Mark menuju pintu lift. Sedangkan Anjas bergegas masuk ke dalam ruangannya dan diikuti Zeira."Apa kamu menyukai sentuhan dari pria itu ?" Todong Anjas setelah mereka tiba di ruangannya."Aku tidak mengerti maksud bapak" sahut Zeira."Cukup Zeira, kamu tidak perlu berpura-pura bodoh. Aku tahu kalau kamu menyukai Mark" "Maaf pak, aku s
"kalau begitu, katakan kamu menyukai milikku" ucap Anjas."Hum...aku menyukainya mas, tidak ingin yang lain" jawab Zeira.Anjas semakin bersemangat mendengar jawaban Zeira. Pinggulnya bergoyang di bawah sana, mulutnya melumat ujung dari gunung kembar Zeira secara bergantian."Ah...ah....mas...." Desah Zeira."Sebut namaku sayang" ucap Anjas sambil mempercepat gerak pinggulnya maju mundur."Mas Anjas" erang Zeira dengan nada sedikit meninggi."Ow...." Erang Anjas. Keduanya mencapai puncak secara bersamaan. Anjas menungkupkan tubuh kekarnya di atas tubuh mungil Zeira, hingga keduanya tertidur dan terbangun saat mendengar suara ketukan pintu.Tok.....tok....tok....."Kamu mandi saja, biar aku yang buka pintu" ucap Anjas kepada Zeira.Pria tampan itu melilitkan handuk di pinggul, lalu melangkah ke luar dari kamar untuk membuka pintu ruangan."Permisi pak" ucap Saddam dan Irene secara bersamaan. "Hm" sahut Anjas."Apa kami sudah bisa pulang pak ?" Tanya Saddam. Keduanya berbicara sopan da