"Kenapa takut Sus? Coba aku gendong," ucap Anjani mengacungkan ke dua tangannya ke arah Ain. Namun Ain malah menangis keras, memeluk erat suster Mila sambil meminta agar menjauhi Anjani. Anjani terdiam menatap Ain dengan rasa kecewa. Timbul kucurigaan Anjani, pasti ada sesuatu yang di sembunyikan Suster dan tante Bety. Mungkinkah Anjani percaya adanya orang pintar yang bisa anak kecil lupa pada ibunya. Anjani berdiri lagi dan berusaha membujuk Ain. "Ain Sayang, lihat ini mama, lihat sebentar saja. Mama kangen Sayang, lihat ini mama." Nada terbata menyeringai suara Anjani dengan terus memegang Ain dan mengusap kepala Ain. Namun Ain malah menjerit-jerit tanpa melihat Anjani sambil menunjuk ke arah lain, agar Suster menjauhi Anjani. "Suster ada apa dengan Ain, padahal baru kemarin ia tak bertemu aku, kok semudah itu Ain tak mengenaliku."Suster Mila hanya menggeleng, dengan menepuk nepuk pantat Ain dengan lembut. Tanpa berusaha membujuk Ain dan memberitahu kalau yang di depan mama
Mereka kembali bergumul seperti yang dilakukan semalam dan tak terasa jam sudah menunjukkan angka sepuluh siang. Anjani yang hendak keluar dari kamar hotel menghentikan langkahnya, menunggu Jefry yang berbicara dengan seseorang dalam telpon, yang mana Anjani tak mendengar. Namun suara Jefry mengatakan kalau dirinya sudah tak ada waktu untuk mengajak Anjani ke Motel HouseAnjani mengernyitkan dahinya, sedikit menyipitkan matanya. Mengingat kata-kata Motel House. Setelah beberapa detik Anjani baru paham kalau, sis Veny pernah bercerita tentang Motel itu, Motel milik tante Bety. Yang konon penghuninya wanita-wanita cantik. Dan Motel itu didekengi orang-orang penting di negeri ini. Tapi yang tak habis pikir di otak Anjani. Kenapa tante Bety menyuruh Jefry untuk membawa dirinya ke tempat itu? Anjani diam terpaku ia baru tersadar dari lamunannya saat Jefry menepuk pundaknya, mengajak secepatnya meninggalkan kamar hotel. Dan akan mengantar Anjani balik ke rumah tante Bety. Rasa penasaran
"Lho, Mbak Anjani sudah pulang?" sapa bibi Nur dengan menggeser duduknya ke samping, memberi tempat Anjani duduk.Anjani melihat sekeliling, dan takut jika tante Bety ada di sekitar, ia hendak bicara serius dengan bibi Nur. Sepertinya bibi Nur paham gelagat Anjani. "Nggak usah khawatir, Nyonya Bety barusan keluar, sama teman laki-lakinya," tutur bibi Nur. Anjani baru lega, ia langsung duduk dekat bibi Nur sambil berkata lirih."Bi, Bibi tau kenapa Ain nggak mau aku gendong, padahal saya baru dua hari lho nggak ketemu Ain, kenapa Ain bisa secepat itu berubah, Bik?" Bibi Nur tersenyum, "sabar dulu Mbak, suatu saat Ain pasti akan berubah, tak mungkin anak akan lupa pada orang tuanya. Waktulah yang bisa menjawab, yang penting Mbak Anjani cari uang yang banyak, sukseskan dulu untuk diri Mbak."Anjani terdiam, ia membenarkan kata-kata bibi Nur, tapi namanya ibu, bagaimanapun juga pingin dekat dengan anaknya, Anjani teringat kata-kata Barata waktu Anjani hamil, ia menyuruh Anjani untuk
Mobil Sedan berwarna hitam memasuki halaman rumah tante Bety, seperti biasa pak Danang securty sudah berada di depan pintu gerbang dan membuka pintu pagar memberi jalan masuk mobil tante Bety. Mobil begitu cepat melesat, tante Bety keluar dengan wajah begitu garang, menghampiri Danang. "Bagaimana pak Danang? Kok bisa Anjani keluar dari rumah, memang kamu nggak mengikutinya atau mencegah!" Danang gugup dan bingung menjawab. "Mmm, anu ... Anu Nyonya." Tanpa menunggu jawaban Danang, Tante Bety melangkah dengan cepat masuk rumah, ingin tau keterangan dari bibi Nur. "Bik ... Bik ...! Suara keras tante Bety berimbas kaget nya bibi Nur yang sedang bersih-bersih dapur. Bergegas bibi Nur melempar kemucing yang ada di genggamannya. Tergopoh- gopoh berlari ke ruang tengah dimana tante Bety berdiri di dekat sofa dengan tas kecil masih menggantung di pundaknya. "Ya Nyonya, Nyonya memanggil saya?" Tante Bety menatap wanita tua itu tajam, "apa kamu gak dengar kalau namamu yang ku s
Anjani yang merasa dirinya tidak di panggil tak menghiraukan panggilan itu, ia terus melangkah mengikuti sang sopir yang sudah berada di depan pintu kamar yang hendak di tempati Anjani. Sopir itu berhenti dan mempersilahkan Anjani masuk sambil membuka pintu kamar dan memberikan kunci kamar. "Ini kamar Nona." Anjani mengangguk, "terima kasih pak." Tanpa di sadari Anjani tiba-tiba pundak Anjani ada yang menarik dari belakang hingga membuat Anjani membalikkan tubuhnya menghadap wanita yang menarik pundaknya. "Kamu tuli ya?" tanya Leona bernada tinggi. Biar semua penghuni yang ada di dalam kamar masing- masing keluar. Benar, kamar-kamar yang berdekatan dengan kamar Anjani terbuka, mendengar suara gaduh di luar, mereka ada yang keluar mendekati Anjani, dengan tatapan tanda tanya. Dan ada yang hanya mengintip di balik pintu yang terbuka sedikit dan ada pula yang berdiri diam di depan pintu kamar. Anjani diam sesaat, melihat seorang wanita yang berdiri didepannya. menatap garang Anj
Anjani yang selesai mengunci kamar, tiba tiba di kejutkan dengan dua orang laki-laki memakai pakaian hitam-hitam berdiri di belakang Anjani. "Mau kemana Nona?" Anjani tersentak memandang tajam ke dua laki-laki itu. "Mati aku, ini anak buah Antony," batin Anjani. Anjani bingung alasan apa yang hendak Anjani katakan pada ke dua laki-laki itu. Kedua laki-laki itu mengajak Anjani kembali ke kantor, untuk menemui Antony, namun Anjani bersikeras tak mau. "Saya sudah menemui tuan Anton barusan justru tuan Anton yang menyuruh saya untuk keluar menemui tante Bety."Kedua laki-laki itu tanpa menjawab sepatah kata, langsung meraih tangan Anjani dan maksa Anjani untuk mengikuti laki-laki itu."Maaf Nona, semua ini atas perintah Tian Antony." "Lepaskan ...! Aku bisa berjalan sendiri tanpa bantuanmu." Mata Anjani melotot mengarah pada kedua laki-laki itu. Terpaksa ke dua laki-laki itu melepas tangan Anjani. Menggiring Anjani ke ruangan Antony. Antony tersenyum melihat Anjani yang diam de
"Aku harus ke kamar Leona, dia pasti yang mengambil cosmetikku."Anjani melangkah keluar, dengan buru-buru sebab jam sudah menunjukkan angka tiga sore, sedangkan tamu akan datang jam empat, sedangkan Anjani belum siap-siao sama sekali. Tentunya Antony marah jika ia berpenampilan jelek di mata tamunya. "Ihh ... Kenapa tadi tas ku nggak aku masukkan terlebih dahulu? Ah bodohnya aku." Anjani menepuk- nepuk jidad nya sendiri, tangannya meraih gagang pintu kamar. Mata Anjani membulat sempurna, kala melihat wanita berdiri di depan pintu tersenyum ramah. "Panggil saja aku Bella. aku penghuni kamar paling ujung." Bella mengacungkan tangannya ke arah Anjani. Anjani terkesima sesaat, dengan cepat ia menggenggam tangan Bella. "Aku Anjani, ada yang perlu di bicarakan?" balas Anjani. Semenjak Anjani, banyak di bully teman-temannya. Ia selalu curiga jika berpapasan dengan penghuni Motel. Ia merasa semua penghuni di Motel ini tidaklah bersahabat. Bella hanya menggelengkan kepalanya. "Aku han
"Ya, tunggu sayang sebentar, ini kan belum jam sepuluh masih kurang tiga puluh menit kan?" Baskara menutup pembicaraanya, ia berdiri dan menyimpan ponselnya dalam saku. "Siap-siaplah Anjani sopir akan menjemputmu."Anjani hanya menganggukan kapala, dan berdiri masuk kamar. Langkah Anjani pelan menuju pintu kamar untuk membuka pintu, di depan sudah berdiri sopir yang kemarin mengantar dirinya. "Pagi Nona, apakah Nona sudah siap?""Ya, kita bisa pergi sekarang, tapi tolong antar saya ke kantor Bank.""Siap, Nona."Anjani berpikir, dengan sedikit uang ia bisa mengirim uang untuk adiknya dan ibunya di kampung, sedang sisanya ditabung untuk menebus Ain. Entah tiba-tiba terbersit rasa kangen ingin bertemu Ain, anak semata wayangnya. Kalau di pikir belum ada satu bulan Anjani tinggal di Motel, tapi Anjani merasakan seperti bertahun-tahun tak bertemu Ain. Bagaimana keadaan Ain, apakah dia baik- baik saja?" batin Anjani.Ia terpaku, matanya nanar memandang kesamping lewat kaca jendela m