Share

Bukan Istri Bayaran
Bukan Istri Bayaran
Penulis: Liliput

Bab 1 Cindera Mata

"BAPAAAAKKKKK..."

Teriakan Lana mengguncangkan seluruh penjuru kampung.

Membuat tetangga-tetangga yang mendengar teriakannya terkejut.

Tapi, tak ada yang berani menghampirinya karena tahu siapa yang tengah Lana hadapi--Juragan Sabri.

"Sudah Lana, biarkan bapakmu pergi dengan damai..."

Kepulan asap disembur pria bau tanah itu ke wajah Lana yang sesegukan.

Tangan Lana mengepal dan langsung memegang kerah baju juragan yang masih mengisap cerutu mahalnya. "Kamu yang membunuh bapakku!"

"Heh, diam kau!"

Anak buah Juragan Sabri yang berbadan tegap nampak memegang tubuh Lana yang berusaha memberontak.

Namun, pria tua itu mengisyaratkan agar mereka melepaskan Lana.

"Bapakmu sudah waktunya mati. Umurnya sudah habis..."

Nafas Lana masih tersengal. Ia tak kuasa menahan amarah sekaligus kebencian.

Jelas-jelas apa yang dikatakan lelaki paruh baya itu salah. Jelas-jelas baru saja Lana melihat bapaknya meneguk racun yang habis tak bersisa.

"Bawa dia!"

Begitu Juragan Sabri bangkit dari duduk, kedua pengawalnya lantas membawa Lana dengan menyeret dan penuh paksa.

"Aku tidak mau pergi..." Lana berteriak minta tolong.

Nihil.

Tak ada yang menolongnya. 

Hal ini membuat tangisan Lana makin jadi. "Bapaak..Biarkan aku melihat bapakku dikubur..." pintanya.

"Diam atau kami akan membunuhmu sekalian agar jadi satu liang dengan bapak sialanmu itu!" Sang pengawal mengancam Lana agar tidak berkutik.

Dengan keras, mereka mendorong Lana agar masuk dan duduk di bagian bangku belakang.

"Dan jangan coba-coba untuk kabur."

Deg!

Jantung Lana berhenti berdetak.

Ia tak kuasa untuk melawan. Tak ada daya lagi. Ia pasrah, tak ada yang bisa ia lakukan selain hanya diam dan menuruti semua yang diperintahkan, terlebih kala pisol ditodongkan ke kepalanya.

Dirinya hampa.

Tak ada yang tersisa kecuali nyawa dan baju yang melekat di badan, hingga mereka pun tiba di sebuah rumah yang begitu megah bagaikan istana!

**

"Sekarang kamu dalam perlindunganku Lana! Jadi, jangan coba melawan."

Dengan angkuh, Juragan Sabri menyilangkan kedua kakinya begitu mereka tiba di ruang tamu.

Melihat Lana yang masih tak berkutik, tawa kemenangan bersinar di hati juragan tanah itu.

Tak lama, seorang pria tampak masuk ke rumah.

Dia melihat sekilas Lana dan Juragan Sabri, tapi berlalu begitu saja.

Namun dari raut wajahnya, terlihat sekali dirinya begitu marah. 

"DIPTAAA..."

Suara panggilan Juragan Sabri membuat langkah pria itu terhenti. Diliriknya sang ayah menanti apa yang hendak dikatakan pria itu.

"Ke mari dan duduklah!"

Meski bingung, Dipta, anak sulung Juragan Sabri, langsung mendekat ke arah ayahnya yang memanggil.

Diperhatikan wanita yang menundukkan pandangan dan wajahnya tertutup rambut panjangnya, sebelum duduk di sebelahnya.

"Ada apa, ayah?" tanya Dipta pada Juragan Sabri.

Namun, pria itu hanya tersenyum.

Tiba-tiba saja, Kiai Badrus yang terkenal dekat dengannya, masuk sambil mengucapkan salam, "Assalamu'alaikum..."

Semua lantas menjawab dengan serentak, "Wa'alaikumsalaam..."

Senyum Kiai Badrus membuat Dipta dan Lana makin tidak paham. Situasi apa yang akan mereka hadapi sekarang?

"Mereka sudah siap.."

Begitu enteng Juragan Sabri melaporkan keadaan.

Kedua mata Lana memandang Juragan Sabri dengan penuh tanda tanya. Apa yang akan dilakukan?

"Baiklah. Siapa nama gadis ini?" tanya Kiai Badrus.

"Nurlana Sadikin..." jawab Lana meski ragu.

Kiai Badrus mengangguk. "Baik. Lalu, maharnya?" 

"Ini maharnya.." Juragan Sabri mendadak menunjukkan gelang emas yang berkilau terkena sorot cahaya lampu.

"Mahar?" Dipta tiba-tiba tersentak. "Ayah, tapi Dipta sudah punya--"

"DIAM! Ikuti perintahku!"

Ya, titah Juragan Sabri adalah hal mutlak.

Tak ada sesiapapun yang berani melanggar ataupun melawannya juragan tanah paling kaya di seantero negeri.

Jadi, janji suci yang tak pernah disangka terjadi seketika terucap dari mulut Dipta Sabri Panama.

"Bagaimana saksi?" tanya Kiai Badrus.

"SAAAHHHH....." 

Seketika tawa Juragan Sabri tiada henti. Ia begitu bahagia melihat anak lelakinya mendapatkan istri baru dengan cuma-cuma.

Siapa sangka kematian anak buahnya bisa menjadi senjata pamungkas untuk menakhlukkan kembali anak lelakinya!

"Ayo Nak Lana, cium tangan suamimu sekarang!" perintah Kiai Badrus.

Meski tidak mengerti, Lana gemetar memegang tangan pria yang baru dilihatnya beberapa menit yang lalu.

Diberikannya sebuah penghormatan pertama untuk pria tak dikenal yang kini dinisbatkan menjadi suaminya.

Hanya saja, beberapa detik kemudian Dipta segera menarik kembali tangannya dan berlalu pergi meninggalkannya, begitu saja.

Meski miskin adalah makanan keseharian Lana, namun belum pernah ia merasa dihina harga dirinya sebagai manusia, seperti hari ini!

"Setelah ini, pastikan kau hamil anak Dipta. Sebanyak-banyaknya," ucap Juragan Sabri memecah keheningan.

Sebuah kepulan asap lagi-lagi mengenai wajah Lana, hingga gadis itu terbatuk.

"Dan setiap kamu hamil, aku akan memberimu seratus juta rupiah! Karena kau mesin pencetak anak untuk keluarga kami."

Deg!

Tangan Lana sontak mengepal. Ditatapnya tajam pria tua kejam di hadapannya itu. "Kau..."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status