''Sampai kapan aku harus bertahan seperti ini? Aku sudah tidak sanggup, menjalani semua ini ... Apa salahku terhadap suamiku? Kenapa suamiku tidak seperti dulu lagi yang selalu membelaku saat ada orang yang menyakitiku bahkan, dia lebih percaya kepada orang lain dari pada aku batin Kinanti."
Kinanti benar-benar sangat kecewa dengan sikap semuanya yang sekarang. Dia sekarang menjadi ringan tangan, tidak mau mendengar alasan ketika ada masalah menimpanya. Sungguh, sekarang Revan berubah seratus delapan puluh derajat, jauh sangat berbeda, tidak seperti dulu yang sangat penyayang, Perhatian serta, selalu ada saat duka ataupun suka. Tiba-tiba, pikirannya kini merasa ada sesuatu yang membuat suaminya berubah, tidak mungkin ada api kalau tidak asap bukan, kalau menurut pepatah. Seseorang tiba-tiba masuk ke dalam kamar. Lalu, menatap sang istri yang kini sedang duduk di sofa yang berada di kamar. Pria itu berdehem keras, sehingga membuat wanita cantik yang sedang duduk di sofa tersadar dari lamunannya. Kinanti langsung berdiri lalu, berjalan menghampiri sang suami. "Mas udah pulang?" tanya Kinanti menatap suaminya. "Iya, aku udah pulang, malah nanya! Dasar aneh punya istri!" Revan menggelengkan kepalanya. Pria itu mencoba untuk membuka kancing baju kerjanya, Kinanti pun tidak diam saja, dia ikut membuka kancingnya. Deg. Kinanti merasa terbelalak saat melihat sesuatu yang membuat dadanya terasa sangat sesak. Dia mengelengkan kepala merasa tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, berharap hanya dirinya yang salah lihat, akan tetapi jelas-jelas sangat tidak mungkin, karena memang faktanya ada sesuatu lukisan menempel di keras suaminya dengan berwarna merah. "Apa yang sudah kamu lakukan tadi, Mas?" tanya Kinanti sambil menatap netra sang suami. "Maksud kamu apa berbicara seperti itu? Oh, kamu menuduhku selingkuh ya?" Revan menatap tidak suka sang istri. Kinanti memutarkan matanya dengan malas saat sang suami berkata seperti itu. Padahal, dirinya cuma bertanya bukan bermaksud untuk menuduhnya. Kinan hanya bisa mengusap dadanya agar tetap sabar. "Aku enggak menuduh, tetapi aku bertanya saja sama Mas," ujar Kinanti. "Iya, sama aja kamu tuh menuduh aku selingkuh! Aku benar-benar kecewa sama kamu, Kinan!" Revan segera menghempaskan tangan sang istri yang membantu melepaskan bajunya. Revan kini benar-benar sangat emosi kepada sang istri. Dia tidak habis pikir kenapa Kinanti bisa menuduh kalau dirinya sudah selingkuh. Pria itu pun langsung melempar baju kerjanya kebawah lantai. Kinanti menatap kecewa suaminya itu, padahal dirinya hanya bertanya bukan maksud untuk menuduh Revan selingkuh. Inilah yang membuat Kinanti merasa kesal kepada suaminya yang selalu bicara tanpa di pikir dulu dan tidak mau mendengarkan penjelasannya. Memang Kinanti akui, dirinya merasa bersalah karena tidak seharunya dia berkata seperti itu saat pulang kerja. Dia bisa mengatakannya jika keadaannya sudah nyaman dan bisa di ajak bicara. Akan tetapi, jujur saja, Kinan tidak bisa menahan gejolak hati yang merasa panas saat melihat tanda kiss dari kerah baju sang suami yang kedua kalinya. "Aku tuh cape sudah kerja seharian, tapi kenapa kamu malah membuatku kesal!" sentak Revan. "Maafkan aku, Mas," Kinan sambil menundukkan kepalanya karena merasa bersalah. "Kenapa kamu malah menuduhku, hah? Emang punya bukti kalau aku bersama wanita lain, hah?" Tantang Revan. Mungkin ini saatnya Kinan menunjukan suatu yang bisa membuat Revan percaya. Wanita cantik itu pun berjalan mengambil baju sang suami yang tergeletak di lantai. Lalu, dia memperlihatkan kerahnya itu yang terdapat lukisan indah yang bikin Kinan emosi. Betapa terkejutnya Revan saat melihat apa yang ada di kerahanya itu, dia mengigit bibir bawahnya merasa cemas harus berkata apa. "Kamu bilang aku menuduhmu? Justru aku punya buktinya. Ini maksudnya apa, hah?" Kinan sambil menunjuk tanda yang di maksud yang ada di baju kerja sang suami. "Anu ...," Revan pun bingung harus berkata apa. Pria itu menggaruk rambutnya yang tidak gatal. "Apa? Bicara yang jelas, dong!" sentak Kinan sambil menatap sang suami. "Berani sekali kamu membentak aku!" Revan tidak terima dirinya di sentak oleh sang istri. Pria itu langsung menampar pipi sang istri sehingga membuat Kinan meringis kesakitan. Sungguh, merasa tidak menyangka dengan sikap suaminya yang kini ringan tangan. Butiran kristal keluar membasahi wajah wanita cantik itu. Jujur, wanita mana yang tidak emosi bila melihat lukisan bibir merah di kerah suami. Lagain, hanya menjawab saja tidak perlu main tangan. Revan yang kini melihat sang istri hanya menatap memutarkan matanya dengan malas, dia merasa tidak bersalah kepada Kinan. "Mas! Kenapa kamu malah menamparku?" kinan tidak menyangka sang suami melakukan hal itu. Dia tidak menyangka kini suaminya benar-benar menjadi tempramental dan suka seenaknya. "Itu hukumanmu karena berani membentakku!" jelas Revan. Kinanti tertawa terbahak-bahak melihat tingkah sang suami. Harusnya dia yang marah karena Revan tidak mau berkata jujur. Mungkin, dia pikir Kinan wanita bodoh yang bisa di bodohi serta, seenaknya harus bertindak. Kinan tidak bisa diam saja, karena bukan satu, atau dua kali Revan menampar dirinya. Saat Kinan ingin menampar balik Revan, tiba-tiba seorang wanita paruh baya berjalan menghampiri mereka. Dia langsung menatap putranya serta sang menantu secara bergiliran. "Ada apa sih, ini!" tanya Bu Gina. "Dari tadi Ibu mendengar kalian bertengkar mulu!" lanjutnya. "Ini si Kinan, Bu," jawab Revan. "Kinan?" Bu Gina langsung menatap menantunya dengan menaikan satu alisnya. Revan pun langsung menceritakan apa yang terjadi pada dirinya. Dia merasa tidak terima telah di tuduh berselingkuh oleh sang istri. Bu Gina yang mendengar aduan putranya itu menatap geram sang menantu. Kinan menghembuskan napasnya dengan kasar mendengar penjelasan sang suami, dia sudah katakan hanya bertanya bukan menunduhnya. Agar wanita paruh baya itu percaya dengan ucapannya, Kinan langsung memberikan kerah milik Revan kepada Bu Gina. Wanita paruh baya itu pun terbelalak melihat, merasa sangat tidak percaya. "Aku enggak menuduh dia, kok, Bu. Tapi aku liat dari kerah dia ada tanda ini." Kinan sambil menunjuk baju milik Revan. Wanita paruh baya itu langsung menatap putranya, dia tidak percaya jika memang Revan telah berselingkuh dengan wanita lain. Bu Gina mencoba untuk menenangkan diri, dia mencoba untuk tetap tenang agar tidak malu dengan ulah putranya itu. Bu Gina langsung mengambil baju kerja Revan. "Revan! Apakah kamu benar telah selingkuh?" tanya Bu Gina menatap putranya. "Anu, Bu ...." Revan masih bingung harus berkata apa. Dia menggaruk rambutnya yang tidak gatal dan entah harus berkata apa. Bu Gina menatap kesal putranya itu. Dari tadi lihat, dia hanya berkata dengan tidak jelas. Dia berharap putranya itu tidak melakukan hal yang membuat dirinya malu karena putranya telah selingkuh dengan wanita lain. "Jawab Reza! Apakah benar kamu telah selingkuh?" tanya wanita paruh baya itu sekali lagi. "A-aku bisa menjelaskannya, Bu." "Kalau aku ...."Revan pun langsung menjelaskan pertanyaan wanita yang telah melahirkan dirinya itu. Dia bilang, tadi datang ke ulang tahun temannya itu, mereka disana berpesta layaknya seperti anak muda, tanpa sengaja seorang wanita terjatuh sehingga bibirnya menyentuh kerahnya. Revan berharap dengan penjelasannya tidak ada salah paham lagi, dia merasa cape bila harus terjadi ke ributan di rumah. Kinan yang mendengar penjelasan sang suami hanya tersenyum sinis menatapnya. Bukannya tidak percaya, akan tetapi dia merasa heran, ketika dirinya minta penjelasan serta bicara dengan nada tinggi, dia marah. Sedangkan sama Ibunya, luar biasa, sungguh di luar nalar. "Kamu enggak berbohongkan?" tanya Bu Gina. "Ya ampun, Bu. Masa enggak percaya sama putranya sendiri. Aku orangnya setia dan enggak mungkin aku selingkuh," ujar Revan. Bu Gina pun menatap netra putranya itu. Dia yakin kalau putranya tidak mungkin melakukan hal itu. Dia juga tahu kalau Revan sangat menyayangi Ibu serta adiknya, jadi tidak mungk
Kinanti meminta agar sang sopir untuk menghentikan mobilnya. Rangga pun merasa terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Kinan. Sang sopir tiba-tiba menghentikan mobilnya sesuai permintaan Kinan. "Kenapa harus berhenti?" tanya Rangga menatap Kinan. Kinanti menepak jidatnya, dia merasa lupa kalau dia tidak sendiri, akan tetapi bersama atasannya. Wanita itu mengigit bibir bawahnya karena merasa bingung harus berkata apa. Tidak mungkin, dia mengatakan apa yang sebenarnya terjadi karena ini urusan kerja bukan waktunya untuk mengurusi masalah pribadi. "Kinan, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Rangga sekali. "Eh, enggak, kok, Pak, tadi kebelet sih, pingin ke air makanya nyuruh sang sopir untuk berhenti," jawab Kinan dengan berbohong. Rangga menatap aneh Kinanti. Mana mungkin, di perjalanan ada toilet, dia merasa yakin pasti ada sesuatu yang terjadi tadi. Ingin rasanya Rangga menanyakan, akan tetapi itu bukan urusan pribadinya, dia pun memilih untuk tidak bertanya. "Oh, gitu ya.
"Hebat, benar-benar, hebat!" sentak Bu Gina sambil melangkahkan kakinya berjalan menghampiri Kinanti.Kinanti merasa terkejut, sekaligus merasa heran karena tiba-tiba mertuanya berkata seperti itu. Kinanti mencoba untuk tetap tenang. Dia tersenyum kepada Ibu Gina, akan tetapi mertuanya malah menatap sinis Kinanti."Eh, Bu." Kinanti merasa gugup, serta merasakan ada sesuatu yang tidak beres."Habis dari mana kamu?" tanya Bu Gina sambil menyilangkan kedua tangannya."Kan Ibu tau aku habis kerja, Bu. Lagian, Ibu juga tau aku sering lembur dan pulang malam," jawab Kinanti.Kinanti merasa heran sama mertuanya itu, jelas dia selalu tahu kalau dirinya kadang suka pulang malam. Dulu dia tidak pernah mempermasalahkan pulang kerja malam. Akan tetapi, kenapa kini dia tidak mau ngerti dan malah bertanya seperti itu."Alah, itu cuma akal-akalan kamu aja," ketus Bu Bu Gina."Maksudnya apa, Bu?" Kinanti merasa tidak mengerti dengan perkataan Ibu mertuanya itu."Kamu habis dari mana tadi bersama seor
"Aku bisa menjelaskannya, Mas," ucap Kinan menatap suaminya."Menjelaskan apalagi? Aku percaya kalau ucapan Ibu itu benar. Jadi katakanlah yang jujur, kalo memang selingkuh 'kan?" tanya Revan."Enggak, Mas, aku enggak selingkuh!" jawab Kinanti.Revan merasa sangat kesal karena Kinanti tidak mau jujur kalau dia telah selingkuh. Pria itu meraih dagunya dengan kasar. Kini, Kinan meringis kesakitan dengan apa yang dilakukan oleh suaminya itu. Dengan sekuat tenaga Kinanti menghempaskan tangan Revan, sehingga membuat pria itu sangat emosi."Tadi aku diantar pulang sama atasan kerjaku. Emang salah ya? Lagian, kenapa tadi kamu tidak menjemput ku? Andai saja, kamu menjemputku pasti tidak akan seperti ini, Mas! Ibu telah salah paham, Mas!" Kinanti dengan suara tinggi."Kurang ajar, kamu ...." # Plak.Revan menampar keras Kinanti sehingga pipi putihnya kini menjadi merah, serta terasa panas yang dirasakan oleh wanita itu, dengan apa yang telah dilakukan oleh suaminya. Kinanti merasa tidak menge
"Bagaimana dengan Kinan? Apakah dia mau menerima aku sebagai istrimu?" tanya Ica. Wanita itu jadi patah semangat saat mengingat istri pertamanya Revan. Dia merasa jadi khawatir, Kinan malah berhasil membuat Revan untuk meninggalkan dirinya. Pria yang kini ada di samping Ica langsung memegang tangannya. "Jangan khawatir kalo masalah dia, biarkan aku yang mengurusi semua ini. Mau, tidak, mau, Kinan harus menerimanya!" Revan tersenyum sinis saat mengingat istrinya itu. "Makasih, sayang. Aku benar-benar sangat menyayangimu," ucap Ica. Revan kini mengusap perut Kinan yang masih rata. Dia benar-benar sangat senang, serta tidak menyangka akan menjadi seorang Ayah. Begitu pun dengan Ica, dengan tersenyum ikut bahagia saat Revan berkata seperti itu. Dia semakin yakin kalau Kinan pasti akan tersingkirkan dari hidup Revan. * * # Di tempat lain. "Kita pergi ke cafe sekarang juga!" ucap Rangga menghampiri Kinan yang kini sedang mengerjakan tugasnya. Kinan kemudian menghentikan pe
Kinanti menggaruk lehernya yang tidak gatal. Dia mengigit bibir bawahnya merasa sangat malu karena telah mengebrak meja di depan atasannya. Rangga yang melihat tingkah bawahannya itu hanya menggelengkan kepalanya. "Apa yang terjadi denganmu, Kinan?" tanya Revan. "Anu ... enggak ada apa-apa, kok," jawab Kinan. Kinan terpaksa harus berbohong karena tidak mungkin menceritakan sesuatu yang terjadi pada dirinya. Biarkan masalah ini hanya dia yang mengatasinya. "Serius, tidak ada apa-apa, nih? Dari tadi aku liat kamu kayak menatap seseorang" ucap Rangga. Kinan merasa sangat terkejut saat atasannya mengetahui apa yang terjadi dengan dirinya. Dia mencoba untuk bersikap biasa agar Rangga tidak merasa curiga lebih dalam lagi. "Itu cuma perasaan bapak aja kali. Oya, aku lapar, nih, yuk, kita makan," ajak Kinan mencoba mengalihkan topik pembicaraan. "Oh, kamul lapar ya? Baiklah, aku akan panggil dulu sang pelayan." Rangga langsung memanggil sang pelayan. Mata Kinan langsung mendeli
Kinan menghentikan langkahnya saat mendengar seorang wanita memanggil sayang kepada suaminya. Kinan memutarkan badanya lalu menatap ke arah suami. Dia membulatkan matanya merasa tidak percaya. "Maaf, lama, Sayang," ujar Ica. Revan menjadi bingung untuk saat ini. Bagaimana tidak, dia melihat sang istri berjalan menghampirinya. Hatinya kini merasa tidak senang dan takut sesuatu terjadi yang akan membuat semuanya tahu. "Kamu siapa?" tanya Kinan menatap wanita yang kini sedang duduk di samping Revan. Ica membulatkan matanya merasa sangat terkejut saat melihat wanita yang sangat dia kenali. Benar-benar tidak menyangka akan bertemu dengan Kinanti saat seperti ini. Karena tidak mau membuat curiga Kinan, Ica mencoba untuk tetap santai. "Hello ... kenalkan aku ...." perkataan Ica harus terputus karena tiba-tiba Kinan memotong pembicaraannya. "Apa ini!" Kinanti merebut tespeck yang ada di tangan Ica. Wanita itu merasa sangat penasaran dengan apa yang di pegangnya, karena merasa sa
"Dasar wanita kurang ajar! Tega sekali kamu telah mengambil pria sudah beristri!" geram Kinanti. "Loh, kenapa emangnya? Lagian kita suka sama suka, kok," ucap Ica tersenyum sinis menatap Kinan. Kinanti benar-benar tidak menyangka dengan wanita yang kini ada di depannya. Dia pikir akan malu telah merebut suaminya, akan tetapi dia malah bangga telah mendapatkan Revan. Kinan mengepalkan kedua tangannya merasa sangat emosi. "Kenapa tega kamu sakiti aku dengan seperti ini, Mas? Kalo memang udah bosen bilang aja, dan biarkan aku pulang dari kehidupanmu, Mas. Dasar pria brengsek!" Kinan sambil memukul dada bidang sang suami. "Sudahlah kamu harus terima saja dengan takdirmu itu," ketus Ica. Kinanti langsung menatap Ica saat berkata seperti itu. Dia harus menerima takdirnya? Sungguh, ini bukan takdir tapi karena Ica yang telah tega merebut suaminya. Dia langsung mengangkat satu tangannya lalu, melayang mengenai pipi Ica. #Plakk# "Rumah tangga kita hancur karena kehadiran wanita y