Share

Bab.5. Harus gimana lagi?

"Aku bisa menjelaskannya, Mas," ucap Kinan menatap suaminya.

"Menjelaskan apalagi? Aku percaya kalau ucapan Ibu itu benar. Jadi katakanlah yang jujur, kalo memang selingkuh 'kan?" tanya Revan.

"Enggak, Mas, aku enggak selingkuh!" jawab Kinanti.

Revan merasa sangat kesal karena Kinanti tidak mau jujur kalau dia telah selingkuh. Pria itu meraih dagunya dengan kasar. Kini, Kinan meringis kesakitan dengan apa yang dilakukan oleh suaminya itu. Dengan sekuat tenaga Kinanti menghempaskan tangan Revan, sehingga membuat pria itu sangat emosi.

"Tadi aku diantar pulang sama atasan kerjaku. Emang salah ya? Lagian, kenapa tadi kamu tidak menjemput ku? Andai saja, kamu menjemputku pasti tidak akan seperti ini, Mas! Ibu telah salah paham, Mas!" Kinanti dengan suara tinggi.

"Kurang ajar, kamu ...."

# Plak.

Revan menampar keras Kinanti sehingga pipi putihnya kini menjadi merah, serta terasa panas yang dirasakan oleh wanita itu, dengan apa yang telah dilakukan oleh suaminya. Kinanti merasa tidak mengerti dengan sikap Revan, karena dirinya menjelaskan dengan jujur. Wanita itu menatap kecewa sang suami lalu, menatap tajam. Bu Gina hanya tersenyum sinis menyaksikan perdebatan antara putranya dengan sang menantu.

"Apa yang sudah kamu lakukan, Mas! Salahku dimana? Kenapa, tiba-tiba kamu menamparku, hah!" sentak Kinanti.

"Karena aku enggak suka kamu meninggikan suara seperti tadi!" sentak Revan.

Butiran kristal keluar dari matanya membasahi pipi. Wanita itu kemudian tertawa ketika mendengar alasan dirinya menampar. Tidak seharusnya dia lakukan seperti itu, lagian Kinan terpaksa karena tidak ada orang yang mempercayai dengan apa di katakan olehnya. Sakit, sungguh sakit, jika orang yang sangat dicintai kini malah percaya dengan orang yang telah berbohong.

"Aku menjelaskan dengan lembut tapi kamu masih tidak percaya? Aku menjelaskan seperti tadi, tapi kamu marah? Dengar ya, Mas, istri mana sih, yang tidak sakit hati bila tidak di percaya sama suaminya? Jelas apa yang dikatakan aku itu jujur, tidak bohong!" Kinanti menatap tajam suaminya itu.

Revan merasa sangat pusing dari tadi terus adu mulut dengan istrinya itu. Lagian, dirinya juga merasa kalau dia tidak menjemputnya tadi. Padahal, siang tadi Kinanti meminta agar malam menjemputnya. Pria itu pun memilih untuk melangkahkan kakinya berjalan menuju kamar.

"Kamu mau kemana, Revan?" tanya Bu Gina.

"Udahlah, Bu, aku pusing!" jawab Revan, kini terus melangkah kakinya menuju tangga.

"Loh, Revan ... Revan ...." teriak Bu Gina.

Wanita paruh baya itu menatap kesal Revan. Rencananya kini harus gagal, padahal tinggal selangkah lagi niat Bu Gina tercapai. Di langsung menatap menantunya lalu, memutarkan matanya dengan malas. Kinanti langsung menatap Bu Gina yang kini akan pergi.

"Jadilah orang tua yang jujur, jangan pernah mengadu domba kan seseorang!" sentil Kinan.

"Kamu ...."

Wanita paruh baya itu merasa sangat malas bila harus berurusan dengan menantunya itu. Dia langsung pergi meninggalkan Kinanti. Benar-benar hari ini, hari yang sangat menyakitkan bagi Kinanti, dia di fitnah, bahkan di peras uangnya. Kebaikan selama ini, dia tidak dihargai. Dia merasa kalau mertuanya hanya memanfaatkan keadaan. Dia mengepalkan kedua tangannya dengan penuh kekesalan.

# Keesokan Harinya.

"Kamu mau pesen makanan apa, Sayang?" tanya seorang pria sambil menatap kekasihnya.

"Aku mau pesen makanannya yang sangat special," jawab wanita itu.

"Baiklah, aku akan memesannya." Pria itu pun dengan segera memanggil sang pelayan cafe tersebut.

Seorang pelayan cafe pun segera berjalan menghampiri mereka. Lalu, mencatat pesanan makanan yang di pesan oleh sepasang kekasih itu. Sang pelayan pun segera pergi untuk memberikan pesanannya kepada yang bertugas. Seorang kekasih tersebut tersenyum merasa sangat bahagia karena bisa selalu bersama-sama makan seperti itu.

"Aku punya kejutan untukmu," ucap wanita cantik menatap Revan.

"Apa?"

Revan merasa sangat penasaran dengan kejutan yang diberikan oleh kekasihnya itu. Dia sudah tidak sabar ingin melihat apa yang sudah dibawa Ica untuk dirinya. Wanita cantik itu pun langsung mengambil sebuah plastik biru berbentuk persegi panjang dari tasnya. Lalu, memberikan kepada Revan. Karena merasa sangat penasaran, pria itu pun langsung membuka isi tersebut. Betapa terkejut Revan saat melihat dua garis merah terpampang di benda berbentuk panjang itu.

"Bukannya ini ...."

Revan merasa tidak percaya. Pria itu menutup mulutnya yang terbuka dengan tangan. Dia benar-benar tidak menyangka akan membuat Vina jadi seperti itu. Hatinya kini menjadi cemas, takut, yang lebih di khawatirkan jika istrinya mengetahui kalau dirinya telah menjalin dengan wanita lain.

"Iya, ini adalah alat testpack. Kamu tau 'kan, ini artinya apa?" tanya Ica tersenyum sangat bahagia.

"Ja-jadi, kamu beneran hamil?" tanya Revan dengan gugup, serta merasa tidak percaya.

"Iya, aku memang hamil, Sayang. Kenapa? Kamu enggak senang melihatnya?" ucap Ica dengan ketus.

Ica benar-benar kecewa kepada Revan. Dia pikir, akan bahagia karena dirinya sedang mengandung anak pria itu. Andai saja, kalau dirinya tahu kalau Revan tidak senang mempunyai anak dari rahimnya, mungkin tidak akan sudi menjalin hubungan terlarang itu. Wanita cantik itu memalingkan wajahnya karena sangat benci dengan pertanyaan yang terlontar dari mulut pria itu.

"Bukan begitu, maksudnya, Sayang. Tapi serius, kalo yang ada dalam perutmu itu anakku?" tanya Revan ingin menyakinkan.

"Maksudnya apa berkata seperti itu? Tentu saja, anak yang ada dalam kandunganku adalah anakmu!" sentak Ica.

"Kamu kenapa sih, enggak mau bertanggung jawab? Baiklah, aku akan bunuh anak ini!" lanjutnya.

Revan membulatkan matanya saat Ica berkata seperti itu. Enak saja dia ingin membunuh anak yang ada di dalam perutnya. Apalagi, dia adalah anak dirinya. Dia langsung memeluk wanita cantik itu, dia mencoba untuk menenangkan hatinya.

"Kamu berkata apaan sih, Sayang. Siap bilang aku enggak mau bertanggung jawab, hah? Ngaco kalo ngomong," ucap Revan menatap kesal Ica.

"Habisnya kamu kayak enggak percaya, dan malah bertanya ini anak siapa yang ada di dalam perut aku," ujar Ica, kemudian menguraikan pelukannya.

"Emang salah ya, bila aku bertanya? Tadi aku cuma ingin meyakinkan saja dan aku merasa tidak percaya akan memiliki anak," kata Revan tersenyum.

Ica menatap netra Revan, dia merasakan kalau kekasihnya itu merasa sangat bahagia. Dia pikir, Revan tidak ingin mengakui anaknya yang ada di dalam perut, dan ternyata dirinya telah salah paham. Revan pun merasa sangat tidak menyangka akan memiliki seorang anak dari wanita yang dicintainya itu. Impian dirinya ingin memiliki anak dari hasil pernikahannya dengan Kinanti bikin dirinya kecewa, sudah hampir lima tahun mereka menikah tapi tidak memiliki seorang anak. Apalagi, dirinya suka disindir oleh rekan-rekan, Ibunya kurang manjur membuat anak.

"Kamu enggak menyesalkan mempunyai anak dari rahimku?" tanya Ica menatap Revan.

"Menyesal? Enggak kok, justru aku sangat senang karena kamu cinta pertamaku dulu, dan kini kita akan bersatu selamanya," jawab Revan tersenyum.

Ica pun membalas senyuman kekasihnya itu, dia juga ikut merasa senang setelah lima tahun putus, kini harus bersatu kembali. Namun, rasa senangnya tiba-tiba menjadi khawatir saat terpikirkan suatu yang membuat dirinya sangat tidak yakin akan bersatu dengan Revan. Pria yang kini ada disamping Ica pun mengerutkan keningnya saat wajah cantiknya berubah menjadi sedih.

"Apa yang terjadi denganmu, Sayang?" tanya Revan.

"Aku ...."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status