"Hebat, benar-benar, hebat!" sentak Bu Gina sambil melangkahkan kakinya berjalan menghampiri Kinanti.
Kinanti merasa terkejut, sekaligus merasa heran karena tiba-tiba mertuanya berkata seperti itu. Kinanti mencoba untuk tetap tenang. Dia tersenyum kepada Ibu Gina, akan tetapi mertuanya malah menatap sinis Kinanti. "Eh, Bu." Kinanti merasa gugup, serta merasakan ada sesuatu yang tidak beres. "Habis dari mana kamu?" tanya Bu Gina sambil menyilangkan kedua tangannya. "Kan Ibu tau aku habis kerja, Bu. Lagian, Ibu juga tau aku sering lembur dan pulang malam," jawab Kinanti. Kinanti merasa heran sama mertuanya itu, jelas dia selalu tahu kalau dirinya kadang suka pulang malam. Dulu dia tidak pernah mempermasalahkan pulang kerja malam. Akan tetapi, kenapa kini dia tidak mau ngerti dan malah bertanya seperti itu. "Alah, itu cuma akal-akalan kamu aja," ketus Bu Bu Gina. "Maksudnya apa, Bu?" Kinanti merasa tidak mengerti dengan perkataan Ibu mertuanya itu. "Kamu habis dari mana tadi bersama seorang pria? Dasar, wanita jalang!" sentak Bu Gina. Kinanti merasa terkejut, ternyata Bu Gina melihat dirinya bersama Rangga. Kenapa juga, dia bisa berpikir kalau dia wanita jalang? Padahal Kinanti tidak melakukan apa-apa bersama Rangga. Kinanti bertanya-tanya di dalam hati karena merasa Bu Gina kini telah menuduh dirinya seperti itu. "Jaga ucapanmu, Bu! Aku bukanlah wanita apa yang Ibu katakan," ujar Kinan. "Halah, mana ada kamu bakal ngaku. Ibu benar-benar kecewa sama kamu, Kinan!" sentak Gina. "Ibu percayalah sama aku, apa yang dikatan Ibu tidaklah benar," jelas Kinanti . "Kamu pikir Ibu buta? Jelas-jelas lihat loh, tadi kamu bersama seorang pria di luar tadi," ucap Bu Gina. Kinanti mencoba untuk menjelaskan kalau pria yang tadi mengantarkan dirinya pulang adalah atasannya. Dia pun menjelaskan alasannya kenapa pulang bersama Rangga karena sang suami tidak ada menjemput. Apa jadinya kalau dia terus menunggu suaminya, akan tetapi tidak ada menjemput. Kendaraan taksi online pun sedang tidak beroperasi. Hanya satu-satunya solusi, dia harus pulang bersama atasannya itu. "Itu hanya atasan aku, Bu. Dia mengantar pulang aku karena Mas Revan enggak ada menjemput ku, Bu," jelas Kinanti. "Jangan membawa putraku! Gimana Revan mau menjemput kamu? Kamu pergi bersama pria lain!" Bu Gina menatap tidak suka menantunya itu. Kinanti pun merasa sangat bingung harus berkata apa lagi. Dia sudah menjelaskan yang sebenarnya, akan tetapi sang Ibu tidak mempercayainya. Kenapa sih Bu Gina selalu berprasangka buruk? Andai saja, malaikat pencatat amal kebaikan serta keburukan dapat di lihat langsung, mungkin mereka akan mengatakan kebenarannya. "Terserah Ibu saja mau berkata apa. Aku cape selalu salah di mata Ibu," ucap Kinanti. Kinanti pun mencoba untuk menghindari pertengkaran karena kesalahpahaman. Dia segera melangkahkan kakinya pergi menuju kamar. Akan tetapi, langkahnya harus terhenti karena Bu Gina menahan tangan sang menantu. Kinanti terbelalak dengan apa yang dia lakukan oleh mertuanya. "Mau kemana, kamu?" tanya Bu Gina. "Aku mau ke kamar, Bu. Aku cape, pingin Istirahat, Bu," jawab Kinanti. "Mana uang gajianmu? Sini 'kan!" Bu Gina sambil menatap Kinan. "Buat apa, Bu? Bukannya kemarin udah kasih aku uang buat Ibu serta Lia," ujar Kinan. Iya, Kinanti selalu memberikan hasil gajihan kepada mertua serta, adik iparnya itu. Dia benar-benar ikhlas memberinya karena Kinan menganggap mereka seperti Ibu serta, adiknya sendiri. Kinanti merasa sangat terkejut karena Bu Gina, kini langsung meminta uangnya kembali. Apalagi caranya dengan kasar seperti ini. "Apa yang kamu beri kemarin enggak cukup! Harus bayar inilah, bayar itulah, masih kurang tau! Ingat, tinggal disini enggak gratis, kamu hanya gadis miskin yang cuma numpang hidup dengan anakku!" sentak Bu Gina. Deg. Kata-katanya membuat Kinanti merasa sangat sakit hati. Tidak sepantas dia berkata seperti itu. Lagian, sudah suatu kewajiban jika sudah menikah seorang suami harus memberikan nafkah lahir serta, batin juga. Dia juga tinggal disana karena Revan yang memintanya, dan tentunya karena Revan suaminya. "Mana uangnya kesini 'kan!" lanjut Bu Gina. Kinanti pun dengan segera mengambil uangnya dari tas. Lalu dia mengambil beberapa lembar dari dompetnya, akan tetapi, Bu Gina malah langsung mengambil dompet dari tangan Kinanti. Wanita itu terkejut dengan sikap mertuanya itu. "Eh, apa yang Ibu lakukan!" Kinanti merasa tidak percaya dengan sikap Ibu mertuanya. Sebegitukah dia berani mengambil uang miliknya. Ibu Gina pun dengan segera mengambil uang dari dompet Kinan. Dia hanya menyisakan beberapa lembar uang berwana merah dari dompet Kinanti. Dia segera mengembalikan dompet tersebut kepada Kinanti. "Aku rasa ini udah cukup, makasih uangnya," ucap Bu Gina sambil memberikan dompetnya kepada sang menantu. Kinanti langsung menatap kesal serta kecewa kepada Ibu mertuanya. Bukan masalah tidak ikhlas memberikan uang, akan tetapi, dia sangat tidak sopan seperti itu. Apalagi Bu Gina hanya menyisakan uang sebesar empat ratus rupiah ribu rupiah. Seorang pria tiba-tiba datang menghampiri mereka. Kinanti tersenyum merasa bahagia, mungkin dia bisa mengadukan perbuatan Ibunya itu. "Mas, udah pulang?" tanya Kinan. "Heem," jawab Revan dengan singkat. "Kenapa sih, anak Ibu kayak enggak semangat gitu? Ada sih?" tanya Bu Gina menghampiri putranya. "Apa sih, Bu!" Revan merasa risih. Bu Gina tersenyum sinis menatap menantunya itu. Dia akan menceritakan sebenarnya apa yang terjadi barusan dengan Kinanti. Wanita paruh baya itu pun meminta agar putranya duduk dulu di sofa. "Apa sih, Bu, kenapa malah menyuruhku untuk duduk dulu? Aku pusing, mau ke kamar." Revan merasa keberatan. "Karena Ibu ingin mengatakan sesuatu sama kamu, Revan. Ini sangat penting!" ucap Bu Gina. "Sesuatu penting? Emangnya apa?" tanya Revan menatap wanita paruh baya itu. Revan mengerutkan keningnya merasa penasaran, apa yang ingin dikatakan oleh wanita paruh baya yang telah melahirkan dirinya itu. Revan menatap netra sang Ibu, kayaknya sangat penting. Pria itu pun meminta agar Ibunya langsung menceritakan apa yang ingin dia katakan tadi. "Istrimu telah selingkuh!" Bu Gina kemudian menatap Kinan dengan sinis. Revan terbelalak saat mendengar perkataan Ibunya. Entahlah, dia harus percaya atau tidak dengan ucapan Ibunya itu. Dia langsung menatap Kinanti dengan tatapan seakan ingin menerkam. "Apa yang di katakan oleh Ibu tidak benar, Mas!" ucap Kinan dengan tegas. "Kamu pikir, Ibu berbohong? Aku mengatakan sesuai dengan apa yang Ibu lihat, Kinan! Kalau kamu telah berselingkuh dengan pria lain," jelas Bu Gina. Kinanti sudah sangat lelah terus di tuduh oleh mertuanya itu. Kinanti sudah menjelaskan berapa kali kepada Bu Gina, akan tetapi dia tetap menuduh dirinya selingkuh. Andai saja, dirinya tidak mempunyai hati, mungkin sudah di robek-robek mulutnya olehnya. "Kinan ....""Aku bisa menjelaskannya, Mas," ucap Kinan menatap suaminya."Menjelaskan apalagi? Aku percaya kalau ucapan Ibu itu benar. Jadi katakanlah yang jujur, kalo memang selingkuh 'kan?" tanya Revan."Enggak, Mas, aku enggak selingkuh!" jawab Kinanti.Revan merasa sangat kesal karena Kinanti tidak mau jujur kalau dia telah selingkuh. Pria itu meraih dagunya dengan kasar. Kini, Kinan meringis kesakitan dengan apa yang dilakukan oleh suaminya itu. Dengan sekuat tenaga Kinanti menghempaskan tangan Revan, sehingga membuat pria itu sangat emosi."Tadi aku diantar pulang sama atasan kerjaku. Emang salah ya? Lagian, kenapa tadi kamu tidak menjemput ku? Andai saja, kamu menjemputku pasti tidak akan seperti ini, Mas! Ibu telah salah paham, Mas!" Kinanti dengan suara tinggi."Kurang ajar, kamu ...." # Plak.Revan menampar keras Kinanti sehingga pipi putihnya kini menjadi merah, serta terasa panas yang dirasakan oleh wanita itu, dengan apa yang telah dilakukan oleh suaminya. Kinanti merasa tidak menge
"Bagaimana dengan Kinan? Apakah dia mau menerima aku sebagai istrimu?" tanya Ica. Wanita itu jadi patah semangat saat mengingat istri pertamanya Revan. Dia merasa jadi khawatir, Kinan malah berhasil membuat Revan untuk meninggalkan dirinya. Pria yang kini ada di samping Ica langsung memegang tangannya. "Jangan khawatir kalo masalah dia, biarkan aku yang mengurusi semua ini. Mau, tidak, mau, Kinan harus menerimanya!" Revan tersenyum sinis saat mengingat istrinya itu. "Makasih, sayang. Aku benar-benar sangat menyayangimu," ucap Ica. Revan kini mengusap perut Kinan yang masih rata. Dia benar-benar sangat senang, serta tidak menyangka akan menjadi seorang Ayah. Begitu pun dengan Ica, dengan tersenyum ikut bahagia saat Revan berkata seperti itu. Dia semakin yakin kalau Kinan pasti akan tersingkirkan dari hidup Revan. * * # Di tempat lain. "Kita pergi ke cafe sekarang juga!" ucap Rangga menghampiri Kinan yang kini sedang mengerjakan tugasnya. Kinan kemudian menghentikan pe
Kinanti menggaruk lehernya yang tidak gatal. Dia mengigit bibir bawahnya merasa sangat malu karena telah mengebrak meja di depan atasannya. Rangga yang melihat tingkah bawahannya itu hanya menggelengkan kepalanya. "Apa yang terjadi denganmu, Kinan?" tanya Revan. "Anu ... enggak ada apa-apa, kok," jawab Kinan. Kinan terpaksa harus berbohong karena tidak mungkin menceritakan sesuatu yang terjadi pada dirinya. Biarkan masalah ini hanya dia yang mengatasinya. "Serius, tidak ada apa-apa, nih? Dari tadi aku liat kamu kayak menatap seseorang" ucap Rangga. Kinan merasa sangat terkejut saat atasannya mengetahui apa yang terjadi dengan dirinya. Dia mencoba untuk bersikap biasa agar Rangga tidak merasa curiga lebih dalam lagi. "Itu cuma perasaan bapak aja kali. Oya, aku lapar, nih, yuk, kita makan," ajak Kinan mencoba mengalihkan topik pembicaraan. "Oh, kamul lapar ya? Baiklah, aku akan panggil dulu sang pelayan." Rangga langsung memanggil sang pelayan. Mata Kinan langsung mendeli
Kinan menghentikan langkahnya saat mendengar seorang wanita memanggil sayang kepada suaminya. Kinan memutarkan badanya lalu menatap ke arah suami. Dia membulatkan matanya merasa tidak percaya. "Maaf, lama, Sayang," ujar Ica. Revan menjadi bingung untuk saat ini. Bagaimana tidak, dia melihat sang istri berjalan menghampirinya. Hatinya kini merasa tidak senang dan takut sesuatu terjadi yang akan membuat semuanya tahu. "Kamu siapa?" tanya Kinan menatap wanita yang kini sedang duduk di samping Revan. Ica membulatkan matanya merasa sangat terkejut saat melihat wanita yang sangat dia kenali. Benar-benar tidak menyangka akan bertemu dengan Kinanti saat seperti ini. Karena tidak mau membuat curiga Kinan, Ica mencoba untuk tetap santai. "Hello ... kenalkan aku ...." perkataan Ica harus terputus karena tiba-tiba Kinan memotong pembicaraannya. "Apa ini!" Kinanti merebut tespeck yang ada di tangan Ica. Wanita itu merasa sangat penasaran dengan apa yang di pegangnya, karena merasa sa
"Dasar wanita kurang ajar! Tega sekali kamu telah mengambil pria sudah beristri!" geram Kinanti. "Loh, kenapa emangnya? Lagian kita suka sama suka, kok," ucap Ica tersenyum sinis menatap Kinan. Kinanti benar-benar tidak menyangka dengan wanita yang kini ada di depannya. Dia pikir akan malu telah merebut suaminya, akan tetapi dia malah bangga telah mendapatkan Revan. Kinan mengepalkan kedua tangannya merasa sangat emosi. "Kenapa tega kamu sakiti aku dengan seperti ini, Mas? Kalo memang udah bosen bilang aja, dan biarkan aku pulang dari kehidupanmu, Mas. Dasar pria brengsek!" Kinan sambil memukul dada bidang sang suami. "Sudahlah kamu harus terima saja dengan takdirmu itu," ketus Ica. Kinanti langsung menatap Ica saat berkata seperti itu. Dia harus menerima takdirnya? Sungguh, ini bukan takdir tapi karena Ica yang telah tega merebut suaminya. Dia langsung mengangkat satu tangannya lalu, melayang mengenai pipi Ica. #Plakk# "Rumah tangga kita hancur karena kehadiran wanita y
''Sampai kapan aku harus bertahan seperti ini? Aku sudah tidak sanggup, menjalani semua ini ... Apa salahku terhadap suamiku? Kenapa suamiku tidak seperti dulu lagi yang selalu membelaku saat ada orang yang menyakitiku bahkan, dia lebih percaya kepada orang lain dari pada aku batin Kinanti." Kinanti benar-benar sangat kecewa dengan sikap semuanya yang sekarang. Dia sekarang menjadi ringan tangan, tidak mau mendengar alasan ketika ada masalah menimpanya. Sungguh, sekarang Revan berubah seratus delapan puluh derajat, jauh sangat berbeda, tidak seperti dulu yang sangat penyayang, Perhatian serta, selalu ada saat duka ataupun suka. Tiba-tiba, pikirannya kini merasa ada sesuatu yang membuat suaminya berubah, tidak mungkin ada api kalau tidak asap bukan, kalau menurut pepatah. Seseorang tiba-tiba masuk ke dalam kamar. Lalu, menatap sang istri yang kini sedang duduk di sofa yang berada di kamar. Pria itu berdehem keras, sehingga membuat wanita cantik yang sedang duduk di sofa tersadar da
Revan pun langsung menjelaskan pertanyaan wanita yang telah melahirkan dirinya itu. Dia bilang, tadi datang ke ulang tahun temannya itu, mereka disana berpesta layaknya seperti anak muda, tanpa sengaja seorang wanita terjatuh sehingga bibirnya menyentuh kerahnya. Revan berharap dengan penjelasannya tidak ada salah paham lagi, dia merasa cape bila harus terjadi ke ributan di rumah. Kinan yang mendengar penjelasan sang suami hanya tersenyum sinis menatapnya. Bukannya tidak percaya, akan tetapi dia merasa heran, ketika dirinya minta penjelasan serta bicara dengan nada tinggi, dia marah. Sedangkan sama Ibunya, luar biasa, sungguh di luar nalar. "Kamu enggak berbohongkan?" tanya Bu Gina. "Ya ampun, Bu. Masa enggak percaya sama putranya sendiri. Aku orangnya setia dan enggak mungkin aku selingkuh," ujar Revan. Bu Gina pun menatap netra putranya itu. Dia yakin kalau putranya tidak mungkin melakukan hal itu. Dia juga tahu kalau Revan sangat menyayangi Ibu serta adiknya, jadi tidak mungk
Kinanti meminta agar sang sopir untuk menghentikan mobilnya. Rangga pun merasa terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Kinan. Sang sopir tiba-tiba menghentikan mobilnya sesuai permintaan Kinan. "Kenapa harus berhenti?" tanya Rangga menatap Kinan. Kinanti menepak jidatnya, dia merasa lupa kalau dia tidak sendiri, akan tetapi bersama atasannya. Wanita itu mengigit bibir bawahnya karena merasa bingung harus berkata apa. Tidak mungkin, dia mengatakan apa yang sebenarnya terjadi karena ini urusan kerja bukan waktunya untuk mengurusi masalah pribadi. "Kinan, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Rangga sekali. "Eh, enggak, kok, Pak, tadi kebelet sih, pingin ke air makanya nyuruh sang sopir untuk berhenti," jawab Kinan dengan berbohong. Rangga menatap aneh Kinanti. Mana mungkin, di perjalanan ada toilet, dia merasa yakin pasti ada sesuatu yang terjadi tadi. Ingin rasanya Rangga menanyakan, akan tetapi itu bukan urusan pribadinya, dia pun memilih untuk tidak bertanya. "Oh, gitu ya.