Share

Bab.4.Fitnah?

"Hebat, benar-benar, hebat!" sentak Bu Gina sambil melangkahkan kakinya berjalan menghampiri Kinanti.

Kinanti merasa terkejut, sekaligus merasa heran karena tiba-tiba mertuanya berkata seperti itu. Kinanti mencoba untuk tetap tenang. Dia tersenyum kepada Ibu Gina, akan tetapi mertuanya malah menatap sinis Kinanti.

"Eh, Bu." Kinanti merasa gugup, serta merasakan ada sesuatu yang tidak beres.

"Habis dari mana kamu?" tanya Bu Gina sambil menyilangkan kedua tangannya.

"Kan Ibu tau aku habis kerja, Bu. Lagian, Ibu juga tau aku sering lembur dan pulang malam," jawab Kinanti.

Kinanti merasa heran sama mertuanya itu, jelas dia selalu tahu kalau dirinya kadang suka pulang malam. Dulu dia tidak pernah mempermasalahkan pulang kerja malam. Akan tetapi, kenapa kini dia tidak mau ngerti dan malah bertanya seperti itu.

"Alah, itu cuma akal-akalan kamu aja," ketus Bu Bu Gina.

"Maksudnya apa, Bu?" Kinanti merasa tidak mengerti dengan perkataan Ibu mertuanya itu.

"Kamu habis dari mana tadi bersama seorang pria? Dasar, wanita jalang!" sentak Bu Gina.

Kinanti merasa terkejut, ternyata Bu Gina melihat dirinya bersama Rangga. Kenapa juga, dia bisa berpikir kalau dia wanita jalang? Padahal Kinanti tidak melakukan apa-apa bersama Rangga. Kinanti bertanya-tanya di dalam hati karena merasa Bu Gina kini telah menuduh dirinya seperti itu.

"Jaga ucapanmu, Bu! Aku bukanlah wanita apa yang Ibu katakan," ujar Kinan.

"Halah, mana ada kamu bakal ngaku. Ibu benar-benar kecewa sama kamu, Kinan!" sentak Gina.

"Ibu percayalah sama aku, apa yang dikatan Ibu tidaklah benar," jelas Kinanti .

"Kamu pikir Ibu buta? Jelas-jelas lihat loh, tadi kamu bersama seorang pria di luar tadi," ucap Bu Gina.

Kinanti mencoba untuk menjelaskan kalau pria yang tadi mengantarkan dirinya pulang adalah atasannya. Dia pun menjelaskan alasannya kenapa pulang bersama Rangga karena sang suami tidak ada menjemput. Apa jadinya kalau dia terus menunggu suaminya, akan tetapi tidak ada menjemput. Kendaraan taksi online pun sedang tidak beroperasi. Hanya satu-satunya solusi, dia harus pulang bersama atasannya itu.

"Itu hanya atasan aku, Bu. Dia mengantar pulang aku karena Mas Revan enggak ada menjemput ku, Bu," jelas Kinanti.

"Jangan membawa putraku! Gimana Revan mau menjemput kamu? Kamu pergi bersama pria lain!" Bu Gina menatap tidak suka menantunya itu.

Kinanti pun merasa sangat bingung harus berkata apa lagi. Dia sudah menjelaskan yang sebenarnya, akan tetapi sang Ibu tidak mempercayainya. Kenapa sih Bu Gina selalu berprasangka buruk? Andai saja, malaikat pencatat amal kebaikan serta keburukan dapat di lihat langsung, mungkin mereka akan mengatakan kebenarannya.

"Terserah Ibu saja mau berkata apa. Aku cape selalu salah di mata Ibu," ucap Kinanti.

Kinanti pun mencoba untuk menghindari pertengkaran karena kesalahpahaman. Dia segera melangkahkan kakinya pergi menuju kamar. Akan tetapi, langkahnya harus terhenti karena Bu Gina menahan tangan sang menantu. Kinanti terbelalak dengan apa yang dia lakukan oleh mertuanya.

"Mau kemana, kamu?" tanya Bu Gina.

"Aku mau ke kamar, Bu. Aku cape, pingin Istirahat, Bu," jawab Kinanti.

"Mana uang gajianmu? Sini 'kan!" Bu Gina sambil menatap Kinan.

"Buat apa, Bu? Bukannya kemarin udah kasih aku uang buat Ibu serta Lia," ujar Kinan.

Iya, Kinanti selalu memberikan hasil gajihan kepada mertua serta, adik iparnya itu. Dia benar-benar ikhlas memberinya karena Kinan menganggap mereka seperti Ibu serta, adiknya sendiri. Kinanti merasa sangat terkejut karena Bu Gina, kini langsung meminta uangnya kembali. Apalagi caranya dengan kasar seperti ini.

"Apa yang kamu beri kemarin enggak cukup! Harus bayar inilah, bayar itulah, masih kurang tau! Ingat, tinggal disini enggak gratis, kamu hanya gadis miskin yang cuma numpang hidup dengan anakku!" sentak Bu Gina.

Deg. Kata-katanya membuat Kinanti merasa sangat sakit hati. Tidak sepantas dia berkata seperti itu. Lagian, sudah suatu kewajiban jika sudah menikah seorang suami harus memberikan nafkah lahir serta, batin juga. Dia juga tinggal disana karena Revan yang memintanya, dan tentunya karena Revan suaminya.

"Mana uangnya kesini 'kan!" lanjut Bu Gina.

Kinanti pun dengan segera mengambil uangnya dari tas. Lalu dia mengambil beberapa lembar dari dompetnya, akan tetapi, Bu Gina malah langsung mengambil dompet dari tangan Kinanti. Wanita itu terkejut dengan sikap mertuanya itu.

"Eh, apa yang Ibu lakukan!" Kinanti merasa tidak percaya dengan sikap Ibu mertuanya. Sebegitukah dia berani mengambil uang miliknya.

Ibu Gina pun dengan segera mengambil uang dari dompet Kinan. Dia hanya menyisakan beberapa lembar uang berwana merah dari dompet Kinanti. Dia segera mengembalikan dompet tersebut kepada Kinanti.

"Aku rasa ini udah cukup, makasih uangnya," ucap Bu Gina sambil memberikan dompetnya kepada sang menantu.

Kinanti langsung menatap kesal serta kecewa kepada Ibu mertuanya. Bukan masalah tidak ikhlas memberikan uang, akan tetapi, dia sangat tidak sopan seperti itu. Apalagi Bu Gina hanya menyisakan uang sebesar empat ratus rupiah ribu rupiah. Seorang pria tiba-tiba datang menghampiri mereka. Kinanti tersenyum merasa bahagia, mungkin dia bisa mengadukan perbuatan Ibunya itu.

"Mas, udah pulang?" tanya Kinan.

"Heem," jawab Revan dengan singkat.

"Kenapa sih, anak Ibu kayak enggak semangat gitu? Ada sih?" tanya Bu Gina menghampiri putranya.

"Apa sih, Bu!" Revan merasa risih.

Bu Gina tersenyum sinis menatap menantunya itu. Dia akan menceritakan sebenarnya apa yang terjadi barusan dengan Kinanti. Wanita paruh baya itu pun meminta agar putranya duduk dulu di sofa.

"Apa sih, Bu, kenapa malah menyuruhku untuk duduk dulu? Aku pusing, mau ke kamar." Revan merasa keberatan.

"Karena Ibu ingin mengatakan sesuatu sama kamu, Revan. Ini sangat penting!" ucap Bu Gina.

"Sesuatu penting? Emangnya apa?" tanya Revan menatap wanita paruh baya itu.

Revan mengerutkan keningnya merasa penasaran, apa yang ingin dikatakan oleh wanita paruh baya yang telah melahirkan dirinya itu. Revan menatap netra sang Ibu, kayaknya sangat penting. Pria itu pun meminta agar Ibunya langsung menceritakan apa yang ingin dia katakan tadi.

"Istrimu telah selingkuh!" Bu Gina kemudian menatap Kinan dengan sinis.

Revan terbelalak saat mendengar perkataan Ibunya. Entahlah, dia harus percaya atau tidak dengan ucapan Ibunya itu. Dia langsung menatap Kinanti dengan tatapan seakan ingin menerkam.

"Apa yang di katakan oleh Ibu tidak benar, Mas!" ucap Kinan dengan tegas.

"Kamu pikir, Ibu berbohong? Aku mengatakan sesuai dengan apa yang Ibu lihat, Kinan! Kalau kamu telah berselingkuh dengan pria lain," jelas Bu Gina.

Kinanti sudah sangat lelah terus di tuduh oleh mertuanya itu. Kinanti sudah menjelaskan berapa kali kepada Bu Gina, akan tetapi dia tetap menuduh dirinya selingkuh. Andai saja, dirinya tidak mempunyai hati, mungkin sudah di robek-robek mulutnya olehnya.

"Kinan ...."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status