Share

Bab 8 Mimpi, Aku Tidak Sepenting Itu

"Kamu yang melakukannya, ya!? Aku menandatangani kontrak dengan Pak Arson, tapi dia tiba-tiba berubah pikiran dan membatalkan proyek. Ini ulahmu, ya!?"

Mata Adela membelalak dan akhirnya dia melihat pria yang berdiri di depannya dengan jelas.

Darius!

Pria itu mengabaikan perlawanan Adela dan menekannya ke dinding di belakangnya.

Perasaan tercekik menyelimuti dan pikiran Adela menjadi kosong, tetapi dia masih mengerti apa yang Darius katakan.

Hal ini ada hubungannya dengan Arson yang merugikan kepentingan Darius!

Adela menggertakkan gigi dan menendang Darius saat perhatiannya teralihkan.

Bagian vital Darius ditendang dan wajahnya memucat karena kesakitan hingga melonggarkan cengkeramannya.

Semua kesombongannya hilang seketika.

Meskipun Adela telah melihat sifatnya yang tak tertahankan, saat ini dia masih merasa takut.

"Aku terkena balasan karena kamu!"

Adela tertegun sejenak sambil memikirkan berulang kali arti kata-katanya.

Terkena balasan ....

Mungkinkah?

Dia menegakkan kepala untuk melihat Darius dan mengerutkan kening, "Kamu yang mengirim foto-foto itu?"

Darius mengalihkan pandangan. Tidak perlu menjawab, wajahnya sudah mengatakan semuanya.

"Kamu masih mengirimkan semua itu saat bekerja sama dengan Arson?"

Dia merasa Darius sangat bodoh, bisa-bisanya dia makan senjata tuan.

Kemudian Adela ingat Arson tidak terlihat di foto-foto itu dan hanya ada wajah Adela.

Oleh karena itu, Adela adalah satu-satunya yang awalnya ingin diincar Darius karena dia telah mempermalukan Darius di ruangan malam itu.

Darius adalah pria pendendam.

Akan tetapi, perkembangannya berakhir di luar dugaannya.

Meskipun Arson tidak menunjukkan wajahnya, tanggapannya sangat tegas. Karena marah, sekarang dia juga tidak lagi menjawab panggilan Darius.

Darius merasa frustrasi dan tidak punya tempat untuk melampiaskannya.

Hari ini dia datang menemui Adela untuk melampiaskan amarahnya.

"Hebat juga, ternyata kamu benar-benar punya hubungan dengan Arson." Nada suaranya terdengar sinis.

Sepertinya Darius selalu mengira Arson membatalkan proyek yang telah ditandatangani demi Adela.

Mungkin dulu Adela masih akan berpikiran seperti itu, tetapi sekarang tidak. Arson sudah memblokirnya.

Dia mencibir dan berkata dengan sinis, "Apa kamu pikir dia lebih suka membayar ganti rugi dan berselisih denganmu demi aku? Mimpi, aku nggak sepenting itu!"

Sekarang Darius sangat gelisah dan Adela pusing karena keributan itu.

Akan tetapi, Adela juga khawatir pria itu akan melakukan sesuatu yang lebih berbahaya jika dia kehilangan kendali.

Saat ini seorang satpam yang sedang berpatroli kebetulan lewat.

"Tolong!" Adela berteriak minta tolong tanpa ragu.

Darius ingin melangkah maju dan membungkam mulutnya, tetapi satpam di sisi lain mendengar panggilan bantuan dan bergegas mendekat.

Adela melihat momen yang tepat dan segera kabur darinya.

Saat Darius melihat satpam datang, dia hanya bisa menatap Adela dengan tajam untuk menghindari masalah, "Tunggu saja!" Setelah mengatakan itu, dia pun berlari ke arah berlawanan.

"Nona, kamu baik-baik saja?" Saat satpam datang, dia melihat pria itu pergi dengan tergesa-gesa.

"Terima kasih, Paman. Aku baik-baik saja." Adela menggigit bibirnya dan agak ingin menangis.

...

Beberapa hari kemudian, pada tanggal 26.

Saat itu pukul setengah lima sore ketika Adela tiba di rumah murid les.

Nessa-lah yang membukakan pintu untuknya.

Gadis kecil itu berdiri di pintu masuk sambil mengedipkan matanya yang besar. Dia telah menantikan kedatangan Adela.

Adela tidak punya pengalaman dengan anak seperti itu sebelumnya. Seorang anak yang tidak bisa berbicara.

Ketika mereka pertama kali bertemu, Nyonya Irna memberi tahu Adela kalau anak tersebut bukan bawaan lahir, tetapi dia sakit parah setelah ibunya meninggal dalam kecelakaan dan sejak itu dia mengalami masalah fisik.

Hal ini membuat Adela memperlakukan Nessa dengan lebih sabar dan perhatian.

Adela menggandeng tangan Nessa ke dalam kamar. Setelah menyapa Nyonya Irna, dia duduk di depan piano dan segera memulai pelajaran.

"Coba mainkan lagu yang terakhir kali kuminta untuk kamu latih dulu."

Waktu berlalu begitu cepat dan dua jam sudah berlalu.

"Perhatikan posisi tanganmu. Ini masih belum cukup standar. Selain itu, tadi ada dua nada yang salah. Ini ...."

Nessa baru berusia enam tahun, tetapi dia sangat patuh dan mendengarkan dengan serius.

Tiba-tiba terdengar bunyi bel pintu.

"Nessa!"

Adela mendongak setelah mendengar suara itu, kemudian melihat sepasang pria dan wanita itu masuk dari luar.

Dia membeku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status